“Abis ini udah kan?” Tanya gua ke Lian di saat kami berdua masih duduk di atas panggung sari lembaran papan. “Udah?” Ia balik bertanya. Nggak begitu mengerti dengan maksud pertanyaan gua. “Maksudnya, abis dari sini kita langsung ke korea kan?” Gua memperjelas pertanyaan. Lian menoleh ...
Gua merebahkan kepala di bahunya, lalu bicara; “Apa rasanya mengoperasi aku?” “Tersiksa…” Jawabnya singkat. “Tersiksa?” Tanya gua seraya mengangkat kepala dan menatapnya. Lian menatap ke arah lautan lepas, sementara senyum kecil tersungging di bibirnya. “Iya…” Jawabnya lirih, ...
Gua melepaskan genggaman tangannya lalu menghentikan langkah. Kaget saat melihat sosok yang kini berada di depan kami. “Mamah…” Gumam gua lirih. Sementara, Lian terus melangkah menuju ke dua meja bundar yang sepertinya sengaja dijadikan satu. Nyokap meletakkan alat makan yang sedang berada ...
“Ngapain?” Tanya gua, begitu kami tiba di konsulat. “Ngurus Visa…” Jawabnya santai. “Kan tadi udah…” “Ya yang tadi kan ke Korea” “Lah, emang mau kemana lagi?” Tanya gua, sambil pasang tampang penasaran. Lian lalu menunjuk ke arah salah satu bendera kecil yang dipajang deka...
Lian mengajak gua ke kedai mie ayam nggak jauh dari komplek rumah. Tapi, entah kenapa gua merasa nggak nyaman dengan tempatnya. Seakan ada memori buruk yang bikin nggak nyaman saat gua melihat tempatnya. Batal makan di kedai mie ayam, dan setelah perdebatan ringan, Lian ‘terpaksa’ mengajak gu...
Pagi itu, gua duduk di kursi meja belajar menatap ke buku-buku tebal berbahasa asing yang berdiri di sisi meja. Kini gua baru sadar, kalau buku-buku itu bukanlah miliknya, bukan milik Lian tapi punya gua. Buku yang sengaja gua beli hanya untuk bisa terlihat cerdas di matanya. Sambil tersenyum, gua
“Ini, yang bikin kamu yakin?” Tanyanya ke gua seraya mengangkat kertas berisi tulisan ibunya yang kemarin ditulis untuk gua. Tulisan yang baru selesai dibacanya. “Iya… dan menangis” Jawab gua. “Menangis?” “Iya… Aneh kan? Padahal aku bahkan nggak mengenal kamu. Tapi entah kenapa ...
Gua berbalik dan naik ke atas, masuk ke dalam kamar, lalu duduk di tepian ranjang. Menatap kosong ke arah dinding dan dus-dus berisi buku-buku yang selama ini belum sempat dibongkar. Nggak lama berselang, terdengar ketukan di pintu kamar yang sengaja gua biarkan nggak tertutup rapat. Fira menyemb...
“Fir…” Sambil memasang sabuk pengaman yang sudah nggak lagi sulit bagianya, ia menoleh; “Apa?” “Mau langsung pulang apa makan dulu?” Tanya gua. “Aku udah makan tadi…” “Makan apa?” “Batagor” “Kapan?” “Pas nunggu kamu lamaaaaaaa banget tadi…” Jawabnya, seraya m...
Kami melanjutkan perjalanan setelah beristirahat sebentar di rest area. Sementara gua fokus menyetir, Fira sibuk memilih lagu dari ponselnya, lalu langsung ikut berdendang begitu mendapat lagu yang tepat. Sesekali ia menurunkan suara nyanyiannya sambil menatap ke luar melalui jendela, seakan tengah
Kami berdua duduk di kursi beranda rumah ibu. Menatap ke arah halaman yang penuh dengan pepohonan; rindang. Angin sejuk menyelusup perlahan, membawa aroma tanah basah dan ketenangan yang sulit dijelaskan. Seolah waktu berhenti sejenak untuk kami. Tapi di dalam dada ini, ada debar yang nggak bisa ...
Natalie. Nama itu sempat mati di kepala gua. Terkubur di antara marah dan putus asa. Tapi sekarang nama itu kembali hadir. Bukan dalam bentuk sebenarnya, tapi dalam bentuk kebencian. Sejak hari itu gua mulai membencinya; membenci Natalie. Merasa kalau semua yang terjadi akibat ulahnya. ‘Ini jelas
Pun kami berjalan bersisian sejak dari bangsal hingga ke area parkir, nggak ada satupun kata yang terucap. Kami berdua hanya berjalan sambil terdiam. Barulah saat gua tengah membuka pintu mobil, tiba-tiba Fira melayangkan pukulan ke arah punggung gua. “Aku benci sama kamu…” Serunya. Gua ngg...
Gua nggak terlalu memusingkan ‘omelan’ dan peringatan dari Tante Ana; Nyokapnya Fira. Karena menurut gua, saat nanti ia tau tentang cerita yang sebenarnya, gua yakin hatinya bakal lebih mudah luluh. Yang jadi perhatian gua sekarang ini adalah bagaimana cara mendapatkan obat terapi pengganti u...
“Iya gila emang lo!!” Seru Ncek saat gua bercerita tentang Fira kepadanya. “Bisa nggak sih lo, bersikap normal. Sekaliiiii aja…” Tambahnya. Gua nggak menjawab, hanya memainkan stetoskop yang tergeletak di atas meja ruang kerjanya. Ia lantas merebut stetoskop tersebut, lantas menarik gua...
Gua berdiri di persimpangan jalan raya. Urung menyeberang karena laju kendaraan yang begitu cepat; mungkin takut nggak kebagian lampu hijau. Begitu lampu hijau berganti, kini kendaraan dari sisi jalan lain yang menyerbu; ngebut seperti para pembalap MotoGP memulai balapan. Sama seperti hati ini yan
Dua bulan selanjutnya, setelah selesai dengan urusan pasien VIP-nya Reynard di Singapore, dan menghabiskan waktu beberapa minggu di tempat Ibu di Solo. Gua akhirnya kembali ke Jakarta. Entah apa alasan gua kembali? Padahal gua sudah bersusah payah dan berusaha keras untuk menanggalkan obsesi terha