Presiden Prancis Emmanuel Macron menuangkan bahan bakar ke dalam api di Mediterania Timur dan mempersulit penyelesaian masalah, demikian kata menteri pertahanan Turki pada Jumat.
Apalagi ketika beberapa negara, seperti Uni Emirat Arab, Prancis hingga Jerman menyatakan mendukung Yunani berperang lawan Turki.
Bahkan tak hanya sampai di situ. Erdogan ngotot menyatakan siap perang jika Yunani memang menginginkannya.
Tak hanya itu saja, Turki juga menggelar operasi militer bersandi NAVTEX di perairan Laut Mediterania. Dan operasi ini beberapa kali diperpanjang.
Armada perang itu dikerahkan ke Laut Mediterania timur untuk mengawal kegiatan survei seismik yang dilakukan menggunakan Kapal Oruc Reis.
Namun, pada Agustus 2020, Yunani dan Mesir secara sepihak menyepakati perjanjian batas wilayah di Laut Mediterania timur.
Kegiatan Turki itu membuat Yunani meradang, dan mereka memprotes tindakan itu. Ketika itu Turki sepakat menunda survei.
berawal dari keputusan Turki untuk melakukan eksplorasi survei seismik yang digagas Stasiun Antalya Navtex di selatan dan timur Pulau Kastellorizo Yunani.
Hokayem berpendapat, atas dasar itulah kini Turki berusaha mewujudkan rencana besar mereka di masa depan
Sementara Turki menilai ada yang salah dalam menterjemahkan hukum internasional dan Turki yakin Yunani telah melanggar hak-hak negara bulan sabit merah yang tertuang dalam Perjanjian Paris 1947 tersebut.
Bahkan melalui Perjanjian Paris 1947, Yunani memperluas wilayah maritimnya hingga ke dekat pantai Asia Kecil.
Untuk diketahui, Yunani dengan dukungan hukum internasional selama ini secara resmi dinyatakan sebagai pemilik ratusan pulau di wilayah Aegean di Mediterania timur.