Part 1 . . "Bu, kata Bapak aku akan melanjutkan sekolah menengah atas," kataku menghiba. Wajah wanita yang telah melahirkanku itu berubah kesal saat aku menjawab ucapan beliau sebelumnya. Aku cukup di rumah saja. Tidak usah melanjutkan sekolah lagi. Cukup sekolah menengah pertama saja ...
Bagian 8 . . Angkasa hanya menyengir bagai kuda. Dia lalu minta maaf pada Bintang. Setelah itu, Angkasa menunjukkan ekspresi serius kali ini. "Lalu, apa rencanamu?" tanya Angkasa pada Bintang. "Gimana kalo kita diam-diam dateng ke rumahnya? Pasti dia bakal terkejut. Gimana? Setuju
Bagian 7 . . Lima belas tahun kemudian. Azan Magrib berkumandang. Ada lelaki berkumis tipis dengan tinggi badan yang hampir melampui pintu rumahnya itu terlihat memakai peci hitam. Sarung yang dikenakannya berwarna hitam dengan salur cokelat. Kemeja kotak-kotak berbahan flanel yang pas di badannya
Bagian 6 . . "Tapi, banyak yang bilang ibu tiri itu jahat. Aku jadi takut," tangis Bulan menggema. Anak perempuan kecil itu menangis sesenggukan. Bintang dan Angkasa tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka hanya duduk diam seraya menatap tanah lapang yang luas. Permen kapas yang semula manis,
Bagian 5 . . Pak Imran tertawa melihat ekspresi marahnya Bulan. Laki-laki beruban itu juga menyesal telah mengerjai pelanggan kecilnya ini. Sampai raut wajah Bulan terlihat seperti ingin menangis. Bulan tetap diam saat Pak Imran membuat permen kapas. Biasanya dia akan bertanya tentang bagaimana car
Bagian 4 . . Salah satu sekolah dasar di Desa Kemakmuran beberapa guru sedang mengadakan rapat. Para siswa dan siswi diperbolehkan pulang ke rumah masing-masing. Mereka bersorak sorai karena pulang lebih pagi. Bulan berlari ke luar pagar sekolahan dengan tergesa. Teman-temannya melihat dengan kehe