Part 2 . . Aku mengingat setiap momen kelulusan sekolah menengah pertama minggu lalu. Momen yang sangat membahagiakan bagiku. Namun, saat itu hatiku juga gundah. "Sarah ... kamu nanti melanjutkan sekolah ke mana? Kalo aku ke sekolah menengah atas negeri," tanya Nisa, teman sekelasku. &qu
Bagian 10 . . "Aku nggak bisa ikut. Karena, Ibu nyuruh aku ke rumah Paman Sapto untuk jenguk beliau." Alasan yang logis. Pikir Angkasa. Karena, Pamannya memang sedang sakit setelah menjalani operasi usus buntu. Jadi, ini waktu yang tepat untuk berbohong pada Bintang. "Kamu malah nga
Bagian 9 . . Angkasa menelan salivanya dengan susah payah. Lalu, dia pun berpikir. Sejak kapan dirinya menyukai Bulan? Setelah itu, dirinya tersenyum mengingat momen itu. Di mana saat dia menangis di pematang sawah karena mendengar kabar bahwa dia hanyalah anak angkat. Tetiba, Bulan menenangkannya.
Pertama kali ku up di sini. Kisah cerita perjalanan hidupku yang penuh zig-zag. Moga bisa sampe ending ya. Karena, mengingat masa lalu itu nggak mudah
Part 1 . . "Bu, kata Bapak aku akan melanjutkan sekolah menengah atas," kataku menghiba. Wajah wanita yang telah melahirkanku itu berubah kesal saat aku menjawab ucapan beliau sebelumnya. Aku cukup di rumah saja. Tidak usah melanjutkan sekolah lagi. Cukup sekolah menengah pertama saja ...
Bagian 8 . . Angkasa hanya menyengir bagai kuda. Dia lalu minta maaf pada Bintang. Setelah itu, Angkasa menunjukkan ekspresi serius kali ini. "Lalu, apa rencanamu?" tanya Angkasa pada Bintang. "Gimana kalo kita diam-diam dateng ke rumahnya? Pasti dia bakal terkejut. Gimana? Setuju
Bagian 7 . . Lima belas tahun kemudian. Azan Magrib berkumandang. Ada lelaki berkumis tipis dengan tinggi badan yang hampir melampui pintu rumahnya itu terlihat memakai peci hitam. Sarung yang dikenakannya berwarna hitam dengan salur cokelat. Kemeja kotak-kotak berbahan flanel yang pas di badannya