"Zuhud adalah meninggalkan kecenderungan hati pada kesenangan duniawi." — Syekh Abdul Wahhab Asy-Sya’rani
Apa yang tampak secara lahir tak selalu menunjukkan keadaan sebenarnya. Diceritakan, setelah meniggal dunia, keadaan keduanya jauh berbeda. Sang lelaki kaya raya itu mendapat kenikmatan surga, sementara si perempuan papa yang taat beribadah itu justru masuk neraka. Apa pasal? Lelaki hartawan terseb
(Imam Abdul Karîm Hawazin al-Qusyairi, al-Risâlah al-Qusyairiyyah, Kairo: Mathabi’ Muassasah Dar al-Sya’b, tt, hal. 221)
“Seseorang tidak akan sampai pada hakikat zuhud hingga orang tersebut berhasil mendapatkan tiga hal: (1) amal tanpa pamrih, (2) ucapan tanpa kepura-puraan, dan (3) kekuatan tanpa melemahkan.”
Dengan demikian, dalam level yang lebih rendah, zuhud harus dipraktikkan sebagai amal. Karena tidak mungkin bagi semua orang berhasil menghapus ketertarikan kepada dunia beserta isinya. Jikapun mungkin, makna dari perjuangan melawan kerakusan diri menjadi hilang. Orang yang hebat bukan orang yang...
Dalam tingkatan yang lebih rendah, zuhud harus dipahami sebagai amal yang harus terus diasah dengan kontinuitas riyadlah. Sebab, melihat kerangka kejiwaan manusia, hampir tidak ada manusia yang tidak memiliki ketertarikan terhadap sesuatu. Tuhan sendiri menggambarkan kehidupan dunia dengan kalima...
Jika ada orang yang bermalas-malasan dengan alasan takdir, ia tidak termasuk orang yang menerima atau ridha akan semua ketetapan Allah. Untuk sampai pada fase ridha (menerima), manusia harus mengalami terlebih dahulu. Untuk mengalami, manusia harus berusaha terlebih dahulu. Jika pun mengalami keg...
Kata-kata di atas bukanlah bentuk “kepasifan berlebihan” seperti yang banyak disalah-pahami dari para sufi. Kalimat, “makanlah apa saja yang kau dapatkan,” tidak mungkin terealisasi tanpa adanya usaha mencari makan. Titik pentingnya terletak pada lepasnya hati dari keterikatan keinginan y...