Lagi-lagi kau berhasil mengikatku kembali, ketika berusaha menjauh seperti yang kau inginkan. Lagi-lagi kita dipertemukan kembali, setelah perpisahan itu begitu berjarak mengubur segala gejolak. Lagi-lagi ikatan itu berhasil meringsek hatiku, ketika harapan kian mengikis. Kau adalah segala yang be
Ramadan tahun enih tinggal sehari lagi, kedua sisi mulai menampakkan diri. Gelap dan cahaya, hitam dan putih, yin dan yang, keseimbangan. Aku adalah dua sosok di dalam diri, masih terus belajar untuk memperbaiki diri sendiri. Masih ada kekurangan di dalam diri, masih ada ketidaksempurnaan di dalam
Aku adalah seorang ratu yang menguasai diriku sepenuhnya. Kamu tidak akan mampu menaklukan diriku, jika pintuku terkunci rapat. Aku adalah seorang ratu yang begitu mengayomi rakyatku, meski harus kukorbankan segala kepemilikian diri. Aku adalah seorang ratu yang begitu mencintai diriku, tidak pedu
Keindahan itu ada di balik kegelapan, di balik tubuhku yang terus menggigil kedinginan dalam kebekuan waktu yang membisu. Keindahan itu terpancar begitu nyata ketika pintu-pintu diri terbuka akan penerimaan dari segala arah tanpa harap dan hasrat keinginan. Keindahan itu bagai setangkai bunga yang
Kamu bisa menyakitiku, tapi tak akan bisa menyentuhku. Kekuatanku begitu sempurna untuk melindungi, bahkan menyerang, lalu melumpuhkanmu. Kamu tak akan bisa mendekat, karena jarak itu tercipta di antara kita agar segala hal berada di tempatnya. Kamu, dia, dan mereka tidak akan mampu mendekat. Aku
Mencintaimu adalah sebuah kerelaan bertemankan ikhlas yang begitu mendalam. Meski sakit mencabik begitu perih, nyatanya aku masih berdiri di sini, mencintaimu. Mencintaimu bukanlah kebodohan sehingga umpatanku akan pengorbanan menggema di seluruh langit. Nyatanya aku membentuk sebuah pengabdian seu
Ketika itu aku menginginkan hal serupa apa yang kuberi, maka itu yang ingin kudapatkan. Terbesit iri melihat orang-orang diistimewakan oleh cintanya. Namun aku kembali tersadar bahwa segala sesuatu berjalan bukan sesuai keinginanku. Aku kembali mundur, menyatukan remukan-remukan hati yang tercecer
Kusentuh bayang dalam kabut Ketika hati dan mata kian bergelut Hilang pergi meninggalkan takut Jeritan minda begitu kalut Diam batu membisu Tak lagi ada air susu Menghitam genangan busuk Mata belati menusuk Kaki terseok merantai iba Tangan tak sampai meraih dahaga Berhambur tak menyisakan raga Mus
Merasakan, melihat, dan mengalaminya seorang diri. Ingin bercerita, tapi siapa yang akan mempercayai? Hanya ada diriku sendiri yang selalu memeluk penuh cinta kasih. Bercerita pada siapa? Mengungkapkan pada siapa? Sungguh dilematis nan menyesakkan. Ada sesuatu yang ingin kuungkapkan, tapi harus k
Aku tahu, Tuhan bahwa aku tidak boleh mengeluh untuk jalan yang memang sudah ditakdirkan untukku. Namun beri sedikit ruang untukku meguatkan diri kembali bangkit. Rasanya lelah, sangat lelah dihantam terus menerus tanpa ada napas kelegaan. Bukan, bukan maksud hati mendikte atas apa yang Engkau ber
Di suatu masa, kita sama-sama berjuang untuk tadir yang kita inginkan. Aku dengan keinginanku, kamu dengan keinginanmu, dan mereka dengan keinginan mereka. Namun pada kenyataanya pola itu tidak akan mengubah apa pun, selain yang terjadi tetap saja terjadi. Aku, kamu, dia, dan mereka pada akhirnya
Kita saling terhubung satu sama lain. Sekarang aku mengerti apa yang membuatmu begitu kesal dan sangat pencemburu. Yah, apa pun itu, bukan alasan untuk saling menyakiti bukan? Mari kita saling mendewasakan diri untuk duduk sama rendah, menekan ego, dan meyelesaikan masalah. Bukan lari, lari, dan ...
Ikatan di antara kita begitu kuat, beberapa kali kucoba untuk memutusnya, tapi tetap saja tersambung kembali. Kini, justru ikatan itu semakin menyalak, merah darah, bercahaya, dan semakin kencang mengikat. Kamu dan aku adalah dua hati yang dipersatukan, tidak pernah saling meninggalkan. Jika pergi
Aku seseorang yang hadir, tapi selalu saja terlihat kepayahan meneriaki langit. Tak ada yang tersisa, masih terus berusaha berdiri di atas bumi. Pijak demi pijak kulangkahkan kaki, oase selalu menggoda di depan sana. Namun tiba-tiba diam, menatap dari kejauhan. Bunga-bunga itu tumbuh mekar, tumbuha
Apa kabar, Tuan? Lama kita tidak bersapa ria, meski hanya sekadar sayup-sayup mendengar langkah kakimu di ujung jalan. Bagaimana kabar hatimu? Sudahkah bahagia dengan jalan pilihan yang kau tempuh? Kuharap kau bahagia, Tuan. Aku pun bahagia dengan kesendirianku ditemani oleh cinta yang kumiliki un
Ketika itu aku menginginkan hal serupa apa yang kuberi, maka itu yang ingin kudapatkan. Terbesit iri melihat orang-orang diistimewakan oleh cintanya. Namun aku kembali tersadar bahwa segala sesuatu berjalan bukan sesuai keinginanku. Aku kembali mundur, menyatukan remukan-remukan hati yang tercecer
Kusentuh bayang dalam kabut Ketika hati dan mata kian bergelut Hilang pergi meninggalkan takut Jeritan minda begitu kalut Diam batu membisu Tak lagi ada air susu Menghitam genangan busuk Mata belati menusuk Kaki terseok merantai iba Tangan tak sampai meraih dahaga Berhambur tak menyisakan raga Mus
Perjalanan untuk sampai ke titik ini tuh g' mudah. Harus saling menyakiti, membenci, dan membunuh rasa. Yah, akhir'y menjadi toxic satu sama lain. Cinta dan benci menjadi satu paket, ketika aku ataupun kamu melakukan kesalahan, kami saling membenci, tapi pada menit setelah itu, ada sesuatu yang mem
Ada banyak penerimaan yang sulit diterima. Berusaha mengerti akan segalanya. Bahkan aku membungkam diriku ketika mengetahui banyak fakta akan tentangmu. Apa? Bagaimana? Mengapa? Haruskah? Segala pertanyaan berkecamuk di dalam hati. Aku meringis dan menangis. Ingin rasanya mengumpat, tapi kuurungka
Perjalanan ini masih terus saja berjalan, mempelajari masa lalu, kini, dan esok. Anehnya terjebak pada pola yang sama dan selalu saja di titik yang sama. Aku mendapatkan cinta yang luar biasa dari mereka, sekaligus cara menyakiti yang berbeda. Ada yang sama, tapi tetap berbeda rasa. Aku belajar da