Kubiarkan sayapnya mengembang Mengibas lalu terbang Kubiarkan awan-awan membawanya Berkelana nan jauh di sana Kubiarkan kicaunya tak lagi terdengar Rumah itu tak lagi padanya Berdebu usang tertutup guratan Semburat tak lagi terbenam
Kubiarkan kristal itu melepuh Hingga berceceran tak menentu Pecahan yang begitu melukai ketika tersentuh Tak lagi ada obat penyembuh Biarkan langit begitu hitam dan kelabu Menurunkan hujan deras mengguyur Nyatanya kacaunya tetap membunuh Yang hilang tak akan kembali utuh
Kupikir cahaya itu tentangmu Mengabarkan bahwa kau datang menjemput Nyatanya rinduku terus saja acuh Bertemankan sepi angin memeluk Kupikir bulan itu begitu indah nan mempesona Nyatanya ada guratan sendu terbias Memanggil namaku tanpa kata Membisu seperti tumpukan batu usang Kupikir sajakku akan b
Kupikir tidurku akan nyenyak Nyatanya kegelisahan selalu menyapa Melukis wajahmu tanpa jedah Senyummu selalu terbayang Kupikir mataku akan mudah terpejam Nyatanya degub jantungku semakin tak beraturan Menahan sesak kerinduan tak bertuan Padahal cintaku hanya milikmu seorang Kupikir malam-malam m
Kupikir kata itu tulus Nyatanya sama halnya palsu Menguap di antara deras hujan mengguyur Tak tersisa selain genangan lumpur Tubuh itu menggigil pilu Jerit tangis mencambuk kalbu Suara tercekat bibir kelu Isakan begitu membisu
Bayangan itu meringkuk Memeluk luka sembilu Derai air mata mencambuk Hancur lebur tak menyatu Bayangan itu merintih Mengharap hadir diri Namun tetap saja angin Kosong dan tak berisi
Akhirnya kepergian itu tiba Tubuh mungil itu berakhir kata Perpisahan itu kian nyata Payung tak lagi memberi perlindungan Tubuh itu terus saja berjalan Meski kaki tertatih penuh luka Hati menjerit pilu tak bertuan Sesak panas tak akan pulang Semua kosong bersama ruang hampa Hilang tak lagi tersisa
Harap diri tak akan kembali Tangis bisu di bawah langit Pekat kelabu malam tersenyum getir Tubuh terpaku diam menggigil Hujan begitu deras membasahi Tubuh ringkih tak mampu berdiri Sejenak menopang harap senyap lagi Suara bising tak lagi di sini Sendu bermain sajak tak berkata Tak ada risau hanya
Sudahlah, sudahlah Air mengalir semerah darah Desau angin membias mata Detik waktu tak berputar Berhenti, semua berhenti Sekejap bayang menghilang Asa kian melayang Tak ada harap tersisa kepayahan Lunglai langkah menjatuhkan diri Membisu kicau tak berarti Terbawa air deras mengalir Payung tak lag
Kukirim sajak ke angkasa Agar dukaku menghilang Laraku semakin tak terlihat Hingga tersisa senyuman Ada banyak ribuan kecewa Begitu dalam nan sesak Namun aku tetap diam Di antara cerahnya langit berawan Ingin berkata bahwa itu tak berguna Namun apalah daya nyatanya mengusik minda Hati tetaplah hat
Lagi-lagi gemuruh itu terdengar Di ujung langit membentang Air itu menggulung ke tepian Angin begitu kencang Pagar-pagar terhantam Bebatuan hancur tak beraturan Pohon-pohon tumbang Di laut selatan tanah jawa Di ujung barat pun air mulai bergejolak Tenang, namun mematikan Di ujung barat daya setit
Ing segoro lahire banyu-banyu seng suci Ing jembare segoro uripe kabeh makhluk bumi Kabeh gegayuan lahir lan nyuce ake Ing kaulo panembahan sucining diri Ingsun tulodho mung wejang ake Kaulo miriki amargo tugas Sendiko dawuh marang panjenengan Cah ayu putri ing tanah njawi Putrane kesatria ingkang
Kemarin aku begitu kesepian di tengah sebuah keramaian. Aku selalu saja mencari dan haus akan perhatian. Sosokku begitu hambar dan kosong, seberapa banyak orang datang, aku tetaplah aku seorang diri. Aku begitu lonely, seseorang menemukanku meringkuk di tengah keramaian. Namun sialnya dia pun harus
Pada suatu titik aku begitu meringis, meringkuk di tengah malam yang sepi. Meratapi segala hal yang begitu menghujam diri. Terkadang selalu iri melihat kebahagiaan yang orang lain miliki. Namun aku tetaplah aku yang ingin menemukan di mana titik yang harus kuperbaiki, sampai pada suatu masa, aku me
Aku tetap menamai itu sebagai cinta, nyatanya aku begitu mencintaimu, Sweetheart. Ketika malam-malam tak lagi hangat bermandikan rembulan dan bintang. Namun nyatanya aku tetap ada dan hadir di bawah luasnya bentangan angkasa. Bagaimana bisa kuberpaling jika hatiku sepenuhnya kau genggam? Aku yang b
Genderang bertabuh di langit Kepulan asap menebal tinggi Abu-abu betebaran tak terkendali Bara api bergelimpangan memenuhi anak sungai Jerit-jerit alam semesta memohon diri Membersihkan segala material di bumi Mensucikan diri yang bermandikan lumpur Mengalir murni ke tepian tanpa tersentuh Dentuma
Ada sesak yang tak bisa kupahami Beberapa saat napasku tersengal Udara terasa sempit dan meghimpit Begitu lirih menyiksa batin Gemuruh itu terus saja masih terlihat Angin itu terus saja berputar-putar Air itu masih saja menyapu daratan Alam masih dalam tahap pembersihan Percampuran dua elemen itu
Bias itu tergambar jelas di atas permukaan Wajah muram lesu penuh kekosongan Jiwanya mengawang tinggi ke awan Melintasi luasnya bentangan cakrawala Kulihat mata sayu itu memandangku Ringkih tubuh terkadang terbatuk Ingin kudekap namun jauh Mata menetes begitu saja tak tersentuh Kini tubuhku kembal
Tak ada jejak dalam jenjang Leher putih tanpa bekas Noda pun hilang di balik badan Jeritan tak lagi terdengar di telinga Bibir senyum menoreh luka Merindukanmu yang begitu kupuja Nyeri hati memendam asa Derita berkecamuk membidik asmara Tak kah kau pahami Bahwa aku merintih di sini Menahannya agar
Di balik kelamnya malam Kusimpan segala jeritan hasrat Apa pun tak akan ada gunanya Tubuhku terlanjur menggigil seorang Di bawah sinar purnama Kusebut namamu di setiap ujung kata Namun tetap saja bayangmu tersingkap Waktu yang tak menghadirkan Aku di sini, kekasih yang merintih Memanggilmu di seti