Kami kebaskan jurai rambut mengurai kebebasan Meraih berjuta harap tentang riak hidup Yang menanti juang tanpa kekang dan jurang pun semakin menyempit Hingga langkah beralih loncatan menjadi gilang
Tandas pada detik terakhir engkau mendekap mimpiku Ombak itu kamu, di pantai hatiku Di lautan kasih kita Pekatkan ruang khayal dalam irama petikan yang rendah Aku muak dengan renyah usik kerap menderu Karamkan cemburu yang membunuh binar kelopak hatiku Bertalu menghingar gerai jejak manis itu dan a
Ombak itu kamu, menimpali pantai hatiku Membungahkan letupletup cinta yang lekat Aliran darah pun segemuruh laut pada musim pancaroba Ombak itu kamu, membuatku berselancar Dalam ayunan lepas penuh kebebasan Terkadang terjatuh menelan buih amukanmu
Bayang yang selalu menghampiriku bersama rindu yang terus mengiba Bahkan, terkadang ia menjelma bahagia namun bisa pula duka nestapa Apa selama ini hadirmu memang semu? Pasrah aku pada sebuah pengharapan akan kebahagiaan, yang tak berkesudahan meski telah berkali-kali aku semogakan
Kali ini malam merangkak tanpa bintang Hanya bersenandung ria bersama sunyi Angin berbisik lirih perihal hati yang terkoyak sepi Terjebak aku diruang khayal Berhalusinasi pada sosok yang tak kukenal Lelah aku menerawang; namun nyatanya ia hanyalah sebuah bayang
Tren meluncur ke dalam jam pasir, seperti roda kotak muzik di genggamku berputar mimpi menyelinap keluar dan terbang, aku tidak dapat pulang. Aku, balerina hilang sepatu berdansa untuk melukakan kakiku. Wardah Puteh ytjJnoDCF_c
Kaki-kaki mancis bergeser menyalakan sumbu matahari aku melipat tiket mimpi menyisip perlahan ke dalam dada. Stesen melepaskan desah kota. Dalam kepala, bidakbidak catur bergerak aku memijak kata-kata yang berselerak bergegas ke tangga, menerjah gerabak.
Kotak-kotak kehidupan terisi halwa matahari, mencair dan melekat di jemari. Dingin kelabu membasah pintu, kotaku sujud memohon kunci. Wardah Puteh
Tidak ada sorak penonton, pelakon menyeret desah di panggung. Mimpi telah dilipat menjadi lorong. Jiwa-jiwa merayau (diikat dalam diam) Di kamar kecil roh, Bergumam menyesali kematian.
Kotaku bangun setiap pagi menyembah tuhan di jendela. Tabir telah diselak, boneka mengunjuk menari di kepala
Terburu-buru kau menyela; Jual aku pada sepasang malam. Titipkan aku di ceruk purnama Sungguh, badan ini sudah tak muda Kau terbatuk-batuk, Lihat, sepertinya kau butuh selimut untuk istirahat,
Kata setetes hujan di tengah malam; aku tak lagi perwakilan Tuhan. Ini aku, hatimu. Sembunyikan aku dari para penyamun Aku tergagap; rinai bisa bicara!
Kursi tua berderik saat diduduki si rapuh Mengeluh? Tapi apa boleh buat? Beginilah adanya Demi dan untuk hari ini
Celah - celah dinding dihujani peluru sinar Menembus retina sayu Kuhamparkan kertas putih di meja Torehan tinta kelam menari dipermukaannya
Ya, aku menari dan berputa serta meloncat-loncat Mengikuti gerakan yang diperintahkan oleh tuanku Hanya ekspresi senyum yang ada di wajahku saat menangis saat marah Saat kecewa hanya ada senyuman di wajahku
Inilah aku Teronggok diam di sudut ruangan Menanti tuanku datang Oooh.. Dia sudah datang Menghembuskan nyawa padaku
Bebas ghibah pokoknya ga personal insult, SARA dan something in porn:kalah Wah kalo ngecein si baya gimana tuh :lehuga Ya gapapa kl khusus dia wkwkwk, kan bukan ngelecehin atau jelekin figur/seonggok akun dongs:lehuga
Wkwkwk...pejwan buat tees kiyut dan cakep dongs :ultahhore:wagelaseh No rule ya disini Bebas ghibah pokoknya ga personal insult, SARA dan something in porn:kalah