Wanita itu perasa Bukan rasa coklat, stroberi atau vanila Yang hilang ketika tak dirasa Tetapi rasa dalam hati Rasa yang sulit tergambarkan Rasa itu berhasil menyentuh Rasa itu mampu mengecap, membekas
Itulah pilihanmu, menjadi orang bodoh atau tidak !!! Dan ku memilih untuk berhenti menjadi orang BODOH…
Sehingga ku bertanya, Adakah kepastian disana ? Atau jangan –jangan yang terpahit, keberadaanku pastikah untuknya? Haruskah ku menunggu? Haruskah dia yang kutunggu?
Hingga satu kenangan melintas dan Jawabanya karena kata “Pasti”. Kata pasti yang kutunggu dan ditunggu selama ini tak terucap, tak terdengar hingga saat ini
Lalu pikiran ini mulai aktif kembali, Kenapa kata pasti mengikuti keduanya? Disinilah pikiran bersama hati mulai mencari dan menggali, mencari hal-hal, menggali kenangan atau momen yang relefan untuk menjawabnya
Menunggu atau Ditunggu? Apalah artinya menunggu jika yang ditunggu tak pasti. Apalah artinya ditunggu jika yang menunggu abai dan tak pasti. Benar! kata – kata “Pasti” keluar mengikuti keduanya
Karena yang kamu tunggu itu pasti. Matahari mampu memberikan kepastian untukmu akan adanya hari esok yang kau tunggu. Yah, benar Kepastian…
Tersadar, sebodoh inikah kita? Hingga satu jawaban cukup membuat diri ini sadar. Tidak, kamu tak bodoh. Kenapa?
Kepala ini mulai aktif mencari-cari, seperti ada yang kurang logis, Mengapa kita mau menjadi orang bodoh yang mengabaikan keberadaan matahari tetapi menunggunya setiap hari?
Mataharipun mulai tergelincir dan senja datang, saatnya pulang kerja, istirahat dan makan malam kamu…
Coba kita mulai perhatikan, tidak secara langsung tapi perhatikan keberadaanya saja. Ketika fajar datang, kita terbangun dan bersyukur, Ah Selamat pagi kamu yang ada disana dan diriku yang disini
Matahari yang bergerak walau diabaikan itu kita tunggu setiap hari. Pernahkah kita memperhatikan matahari secara langsung? Bertahankah kita melihat matahari secara langsung setiap hari? Pasti tidak…
Ketika matahari berjalan sendiri menaiki alam semesta Perlahan dari fajar, terik siang hari, dan tergelincir di senja. Sadarkah kita, Matahari perlahan berjalan naik tanpa ada yang memperhatikan ? Dan sadarkah kita, kita selalu menunggunya setiap saat seperti orang bodoh.
Meski terkadang menunggu menyeret ke titik kata jenuh dan rindu. Tapi, adakah yang lebih indah dan syahdu dari dua jiwa yang saling menunggu?
Tak perlu menangis. Apalagi tersedu. Memang, terkadang kita butuh waktu. Menguatkan iman memintal dan merajutnya. Hingga tiada yang bisa memutuskannya kecuali Sang Kuasa.
Hidup ini penuh duri yang mau tak mau harus dilewati. Tuhan menciptakan kebahagiaan yang rela tak rela kita tunda