Ranting-ranting Jatuh Ikuti Daun Luruh Mulai berserakan Dari kamar ke kamar Dari balik pintu ke balik pintu lainnya Bukan dimakan ulat menggerogoti paru-parunya Tapi cacing menggigit usus perutnya Cacing lemas Air galon membuatnya bertahan Hanya bernapas Tangan mulai meraih-raih Meminta bantuan Da
Darah Tertumpah! Sekawanan serigala ke luar dari gua persembunyiannya Siap mati bukan demi mengisi laparnya Melainkan, Demi memuntahkan segala isi perutnya Lewat sebuah gerakan senyap Ia beri nama "Darah Tertumpah!" Logo dicetak diperbanyak Ditempelkan pada setiap tempat Pada hati-hati y
https://s.kaskus.id/images/2020/04/20/10526339_202004200929480561.png Sepasang Mata: "Residivis yang Gagal Mati" Beberapa pasang mata sigap mengamati, proses asimilasi. Setelah sekian orang mendapatkan keberuntungan. Bebas dari penjara. Ia lupa ada penjara baru baginya. Tidak hanya sel t
https://s.kaskus.id/images/2020/04/20/10526339_202004200403540364.png Menatap Ramadan dengan Kaca Pembesar Jumat ini, kalau tidak salah ramadan akan datang menghampiri kita. Bulan penuh barakah, bulan penuh hikmah. Di bulan ini Al Quran yang mulia diturunkan. Padanya ada satu malam keistimewaan
Ketika Kepala dan Jari Tangan Berganti Nama Mengelilingi jagat Kepala dan tangan jadi pujangga Melukis bulan purnama Dengan sejuknya angin menggoda Tebar pesona Dalam status linimasa Ia minta boneka-boneka percaya Inilah kondisi nyata! Mengelilingi gelap Memberikan cahaya Dalam rupa-rupa nasihat b
Cacing Tanah yang Menampakkan Diri Apakah bumi sedang melakukan pengusiran, Karena kesalahan? Seperti halnya deep web, Sulit dilakukan pencarian Gelapnya dunia hitam Fenomena alam memberi petunjuk Tangan-tangan mulai menunjuk Sejarah masa lalu tak datang ujug-ujug Membuka tabir lama Dari mulut ke
Penjual Layang-layang di Pantai Di tangannya seutas tali Layang-layang terbang rendah dalam kendali Sulit gak mau diam Sambil mendekati pelancong Menawar-nawarkan "Asu ki! Sana, tempatmu bukan di sini." Seseorang mendekati Tanpa suara, tanpa kata Menjauh seakan ketemu serigala Aku te
Daun Waung, Nikmat untuk Kulupan Nikmat dan Sangat Berkhasiat Seperti yang lainnya, dari pada bosan di rumah. Dilarang ngumpul-ngumpul. Mengisi waktu, mumpung hari Minggu, ingin meluruskan kaki. Jalan-jalan cari keringat. Itung-itung sedikit mengempiskan perut. Oke. Saya mau ke pekarangan belaka...
Kabar dari Pos Ronda Di ujung desa ada post ronda Berdiri tak punya nama Tak permah sepi Ketika siang Para pemuda jadi penunggunya Malam hari Penjaga malam jadi teman setia Kondisi memaksa Penjaga kini diam terpana Pos ronda nasibnya sama "Dilarang berkumpul di tempat ini, sampai batas yang
Kontemplasi, Pemberontakan, dan Jati Diri Dua orang Aku lihat sedang beridiri berhadapan Keduanya sedang menatap ke depan Pakaian hitam, aku misalkan sebagai watak kejahatan Pakaian putih menjadi sebaliknya Ketika hitam dan putih jadi timbangan Neraca lengan kanan putih berdiam Di kiri hitam berdir
Harga Diri dan Percaya Diri Sebutir nasi mungkin tak pernah terpikir akan sangat berarti Jika pembandingnya sekarung padi siap ditanam di sawah subur dan diairi Bagi seekor semut, sebutir nasi cukup untuk jatah makan berhari-hari Dalam sarang yang aman dan terkendali Begitu juga sebilah korek api
Kemangi Sambel Terasi Kesibukan jasmani manusia tidak jadi penghalang bagi kesibukan batinnya. Seperti seorang perempuan yang mengandung, terlepas dari keadaan dirinya -- dalam ketenangan, dalam kegundahan, ketika makan, atau tidur -- janin dalam rahim akan terus berkembang. Menikmati makanan kes
Kaki-kaki yang Jenjang Akankah kaki-kaki melangkah panjang, Melupakan setapak demi setapak kenikmatan, Proses dan perjalanan? Sebelum siang, Pagi lebih dahulu datang Perlahan menghangatkan Sebelum terik memanggang Keindahan bentuk Lurus langkah Bersusah payah Bukankah itu prestasi menggembirakan?
Dalam Labirin Kata Air hujan menderas dalam kata Merendam akal Lemas tak bisa mengeja Apalagi membela Pagar-pagar tinggi Membatasi Rasa-rasa mencari Dalam pelangi Pupus sebelum berdaun Dinding labirin semakin hari semakin membingungkan Mayat-mayat bergelimpang Ruh-ruh gentayangan Tak mampu dike
Pembelajaran dari Saksi Belum cukup kalau hanya sekali Berdiri di tebing curam Menyaksikan semut kecil sedang bergerak Menyusun makanan Hilir mudik dengan kendaraan Kau pasti akan bertanya, "Tak lelahkah mereka?" Aku telah cukup lama berdiri di sini Dahan dan rantingku hampir jatuh seti
Yang Masih Tersisa Awan hitam bergerak ke arah barat Menyisakan ketakutan hebat Penuhi cairan di bawah rambut Keruh bersemut Dari timur berjalan pelan Meninggalkan begitu besarl bayangan Ia tidak sedang menyigi Melainkan memeluk matahari Dalam rasa takut Berlari menghuni ceruk Dada mulai berkeca
Lembaran yang Berlembar-lembar Buku kita sudah terbaca entah ribuan kali Mungkin sudah jutaan kali Kita tak pernah mampu menghitung dengan pasti Lembaran satu, dan lembaran dua, serta lembaran-lembaran berikutnya Kita buka dan kita buka Cerita yang sama Selalu kita ulang-ulang Kita tulis dan kita t
Diamnya Diam Diam itu emas Diam itu mutiara Diam itu berharga Sulit bagi siapa saja Kala diam mulai diam Kala kata-kata mulai redas menderas Banjir pun menghanyutkan apa saja Emas Mutiara Barang berharga Dan siapa saja Tak bersisa Mengapa bencana kita buat sengaja? Oleh kata-kata Oleh lupa Oleh d
Untukmu yang Masih Merasa Tersakiti Bukankah kita berada di dua rasa Sakit dan nyaman Bersemayam pada tempat yang sama Bergantian Seperti siang pergi Digantikan malam Kita tak pernah mengenal pagi dan senja Atau beda tipis di antara ke duanya Terus, buat apa mengeluh? Bukankah dengan mengeluh aka