Hededeh... kesedihan seringkali melanda kaum adam maupun kaum hawa. Mengapa tidak? duka cita ini berhubungan langsung dengan orang yang mereka cintai. Namun perlu kita sadari, kesedihan itu pun akan berbataskan waktu. So, hindarilah sifat berlebih-lebihan dalam memahami sebuah peristiwa kehidupan. Ambil hikmahnya, tuntaskan kewajibannya. Hanya 3 hal yang dibawa mati: 1) Amal Jariyah; 2) Ilmu yang bermanfaat; 3) Do'a anak yang Shaleh.
Selamat membaca Halal dan Haram. DR. Yusuf Qaradhawi. Hal. 256-258.

Di antara tradisi yang diberantas oleh Islam, yaitu tradisi jahiliyah yang berkenaan dengan masalah kematian, misalnya meratap, teriak-teriak, dan berlebih-lebihan dalam melahirkan kesusahan dan kedukaan.
Islam mengajarkan umatnya, bahwa mati hanyalah sekedar pindah dari satu tempat ke tempat lain, bukan musnah sama sekali, tidak pula hilang begitu saja. Sedang duka tidak dapat menghidupkan orang yang sudah mati dan tidak dapat menolak takdir Allah.Oleh karena itu setiap mukmin harus menerima kematian ini sebagaimana halnya menerima musibah, yaitu harus sabar dengan mencari keridhaan Allah, serta mengambil suatu pelajaran dengan mengharapkan pertemuan abadi di akhirat, sambil mengulang-ngulang kalimat inna lillahi wainna illaihi raji'un(sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan kepada-Nya kami akan kembali).
Adapun apa yang diperbuat oleh orang-orang jahiliyah, adalah mungkar dan haram yang tidak di akui oleh Rasulullah saw. sebagaimana sabdanya,
"Tidak termasuk golongan kami orang yang menampar pipi dan merobek-robek pakaian dan menyeru dengan seruan jahiliyah." (Riwayat Bukhari)
Tidak halal seorang muslim memakai tanda khusus untuk berkabung atau tidak berhias atau mengganti pakaian dan gerak yang sudah biasa, dalam menampakkan perasaan duka dan sedih. Kecuali isteri karena ditinggal mati oleh suaminya, dia harus melakukan berkabung selama empat bulan sepuluh hari, guna memenuhi hak suami dan demi ikatan suci yang telah menghubungkan antara keduanya. Sehingga dia tidak menampakkan perhiasan dan tidak menjadi sasaran mata orang orang yang hendak meminangnya selama dalam masa iddah itu. Yang oleh Islam dianggap sebagai melanjutkan beberapa hak suami dalam perkimpoiannya yang telah terdahulu dan sebagai anyaman atas perkimpoian yang lalu.
Tetapi kalau yang mati itu kebetulan bukan suami, misalnya ayah, anak atau saudara, maka tidak halal seorang perempuan berkabung lebih dari tiga hari.
Zainab binti Abu Salamah meriwayatkan dari Ummu Habibah isteri Nabi saw. ketika ayahnya, Abu Sufyan meninggal dunia. Dia juga meriwayatkan dari Zainab binti Jahsy ketika saudaranya yang laki-laki meninggal dunia. Kedua isteri Nabi ini tidak memakai wangi-wangian, kemudian ia berkata, "Demi Allah, saya tidak lagi memerlukan wangi-wangian, saya mendengar Rasulullah saw. bersabda,
"Tidak halal seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir, berkabung karena kematian lebih dari tiga malam, kecuali atas kematian suami, maka harus berkabung empat bulan sepuluh hari." (Riwayat Bukhari)
Berkabungnya isteri karena meninggalnya suami adalah wajib yang sama sekali tidak boleh diabaikannya, sebab ada satu riwayat yang menyebutkan,
"Telah datang seorang perempuan kepada Nabi saw. kemudian ia berkata: sesungguhnya anak perempuanku ditinggal mati oleh suaminya dan matanya menjadi bengkak (karena menangis), apakah boleh saya suruh dia memakai celak? Maka jawab Rasulullah: Tidak, Dua kali atau tiga kali, tiap kali ditanya selalu menjawab tidak." (Riwayat Bukhari dari Ummu Habibah)
Ini menunjukkan, haramnya berhias dalam waktu yang telah ditentukan. Adapun susah tanpa melewati batas dan menangis tanpa teriak-teriak, termasuk masalah fitrah (pembawaan).
Diriwayatkan bahwa Umar bin Khattab pernah mendengar sebagian perempuan menangis karena kematian Khalid bin Walid. Kemudian ada laki-laki yang hendak melarangnya, maka kepada si laki-laki tersebut Umar berkata, "Biarkanlah dia menangis karena kematian Abu Sulaiman ini (Khalid bin Walid), selama tangisnya itu tidak menabur-naburkan debu di atas kepalanya dan tidak berteriak-teriak."