Natuna ya pulau yang saat ini sedang menjadi buah bibir, pulau dari ujung utara kepulauan riau yang saat ini menjadi perebutan antara philipina dan china ini membuat laut cina selatan menjadi panas dan tegang. Natuna, entah dari mana nama itu berasal. Namun, begitulah gugusan pulau di kawasan utara Provinsi Kepulauan Riau itu disebut. Tanah dan lautnya sangat kaya akan berbagai barang tambang, seperti pasir kuarsa, gas alam, dan minyak bumi.



Di perairan lautnya yang dalam terkandung kekayaan alam berwujud ikan dan biota laut lainnya. Belum lagi keelokan pantai dan keindahan terumbu karang yang sangat menawan. Bagi warga Natuna, Pulau Natuna Besar dan pulau-pulau kecil di sekitarnya lebih sering disebut sebagai Bunguran.

Tak mengherankan jika dua dari 10 kecamatan di Kabupaten Natuna diberi nama Kecamatan Bunguran Barat dan Kecamatan Bunguran Timur. Kecamatan Bunguran Barat beribu kota di Sedanau, pulau kecil di barat Pulau Natuna Besar.
Kecamatan Bunguran Timur dengan ibu kota Ranai merupakan otoritas yang membawahi sebagian wilayah Pulau Natuna Besar, termasuk wilayah ibu kota Kabupaten Natuna.



Menurut legenda, penghuni pertama Pulau Natuna Besar adalah Demang Megat. Alkisah, ada seorang anak yang terbawa hanyut sebatang kayu. Anak itu, menurut kisah, berasal dari Siam (Thailand). Kala itu pulau tersebut belum bernama.

Banyak kelompok masyarakat, seperti masyarakat dari suku China, Bugis, Melayu, dan Jawa, yang memiliki ke ciri khasan kulit yang khas Bicara Kulit, pola bahasa budaya melayu dan makanan ala yang sangat melayu ini sudah tinggal di Natuna sejak puluhan bahkan ratusan tahun lalu. Tak satu pun dari mereka yang mengetahui asal-usul nama Natuna.



”Entah dari mana nama itu berasal. Meskipun sejak lahir saya tinggal di sini, sampai sekarang saya belum tahu dari mana nama Natuna berasal,” tutur A’ek, warga Sedanau.

”Kami di sini sudah seperti kerabat. Meskipun masing-masing berasal dari suku dan latar belakang agama serta budaya berbeda, kami hidup rukun,” ujar A’ek.



Meskipun roda ekonomi di kawasan kepulauan itu lebih didominasi oleh warga keturunan China, kondisi itu tidak menjadikan masing-masing kelompok eksklusif. Bahkan, berbeda dari umumnya komunitas China di Kepulauan Riau dan daratan Sumatera, warga keturunan China di Natuna tidak lagi menggunakan bahasa hokian atau kanton.

”Bahasa dan budaya kami adalah melayu,” ungkap A’ek. Tak mengherankan jika Ketua DPRD Natuna Daeng Sunardi berasal dari warga keturunan Bugis, Bupati Natuna Hamid Rizal adalah warga Melayu dan berasal dari Penyengat, Kepulauan Riau, serta banyak pegawai pemerintahan adalah pendatang dari berbagai daerah, seperti Jawa, Sumatera Utara, dan Kalimantan.



Keberagaman itu membuat Natuna menjadi makin kaya. Tidak hanya karena sumber daya alam yang dimilikinya dan segala potensi kelautan yang menjadi anugerahnya, tetapi juga kekayaan latar belakang warga yang mendiaminya. Sejarah, legenda, dan nama kemudian menjadi latar belakang yang menjadikan apa yang terjadi saat ini makin berurat-berakar.

Melihat kekayaan yang dimiliki Natuna rasanya pemerintah harus mempertahankan pulau natuna ini tidak boleh lepas dari NKRI ini ane tampilkan beberapa kekayaan yang pulau natuna miliki :