PROLOGUE

JAKARTA, SEPTEMBER 2015

Permisi agan-sista sekalian. Perkenankanlah nubie untuk sekedar menuangkan isi hati dalam forum heart to heart ini. Melalui thread ini ane ingin menceritakan cerita hidup ane bersama seorang wanita yang telah menemani hari-hari ane selama lebih dari setengah dekade.
Seorang wanita yang memiliki sorot mata yang meneduhkan, dan senyum yang menenangkan. Gadis jelita yang mampu menghapus amarah dan menenangkan resah.
Meskipun pada awal perjalanan kami, pesonanya sering kali diperbincangkan seantero kampus akibat lekuk tubuh yang dipertontonkan. Namun, setelah lima tahun berlalu, perjuangan ane membuahkan hasil. Ane masih ingat saat pertama kali ia berkata bahwa ia akan mengikuti saran ane untuk melakukan hal yang selalu ane sebut sebagai ‘puncak prestasi seorang muslimah’. Masih terekam jelas dalam pikiran ane saat ia datang ke rumah ane tepat pada ulang tahun ane yang ke-24.
Ada yang berbeda dengannya pada hari itu. Saat ane membuka gerbang rumah, senyum yang menenangkan itu sudah mengembang sambil diiringi desau angin yang berhembus lirih. Hal itu sudah lebih dari cukup untuk membuat ane terdiam. Menatapnya seperti tak ada hari esok. Seperti detik terlalu berharga untuk dihabiskan melakukan hal selain menatap wajahnya.
Terdengar berlebihan memang. Apa yang menarik dari seorang wanita cantik yang berdiri di depan gerbang seraya menyungging senyum di sebuah senja? Tak ada. Sama sekali tak ada. Angin selalu berhembus pada waktu surya akan berpulang ke peraduannya. Gadis cantik yang menyungging senyum pun bukanlah hal yang sulit kita temukan. Lantas apa yang istimewa?
Bukan.
Bukan..
Bukan…
Ya, ‘bukan’ adalah hal yang istimewa pada hari itu.
Sebab sama sekali bukan anak-anak rambutnya yang terberai akibat hembusan angin di senja itu. Melainkan ujung kerudung yang berkibar laksana bendera.
Empat tahun setengah perjuangan ane membuahkan hasil. Wanita yang dulu selalu diperebutkan akibat kecantikan fisiknya ditambah dengan selera fashionnya yang sedikit berkiblat ke barat kini telah berganti menjadi bidadari cantik yang telah menutup rapat keindahan tubuhnya demi mengikuti petuah Tuhan dan Rasul-Nya.
Sayangnya, ada hal yang kami lewatkan saat itu.
Yang tidak kami ketahui, namun akan menjemput tanpa bisa dihindari. Takdir yang diam-diam mengintai. Dan siap menyampaikan pesan Tuhan bahwa lima bulan sejak senja tak terlupakan itu, masing-masing dari kami harus saling merelakan, bahwa kami diciptakan tidak untuk saling dipersatukan.

Melalui tulisan ini, ane ingin mengajak agan-sista sekalian untuk mengenang lima tahun perjalanan ane dengannya. Mudah-mudahan pengalaman ane ini bisa dijadikan pelajaran, bahwa tak masalah seberapa besar cinta di antara kedua insan. Tak jadi soal seberapa kuat komitmen kita untuk menjunjung tinggi kesetiaan. Juga tak masalah seberapa hebat keinginan kita untuk saling dipersatukan. Karena pada akhirnya, angan-angan kita hanyalah sebatas takdir Tuhan.