Hai-hai KASKUSers yang budiman, semoga semuanya dalam kecukupan dan kebahagiaan.

Setelah sekian purnama berlalu, akhirnya ane menulis trit lagi. Jadi beberapa waktu lalu ane nonton film Jepang jadul yang judulnya Yojimbo, film tahun 1961 karya Akira Kurosawa. Ini film tentang samurai, di Yojimbo ini tokoh utamanya Ronin (samurai tak bertuan) yang mengadu domba dua faksi yang sedang bertikai. Segitu aja penjelasan tentang filmnya karena yang mau ane tulis sekarang bukan tentang film tersebut melainkan tentang SAMURAInya.

Demikianlah pembukaan trit ini mari masuk ke inti bacaannya.

Samurai (disebut juga bushi) adalah kelas prajurit yang muncul pada abad ke-10 di Jepang dan melakukan dinas militer hingga abad ke-19. Prajurit elit dan sangat terlatih, mahir menggunakan busur dan pedang. Samurai merupakan komponen penting tentara Jepang pada periode abad pertengahan.

Budaya samurai dan prajurit samurai mungkin telah diromantisasi secara berlebihan sejak abad ke-18 sebagai lambang ksatria dan kehormatan, tetapi memang ada banyak contoh dari mereka yang menunjukkan keberanian dan kesetiaan yang besar kepada tuannya.  Bahkan mereka mau melakukan ritual bunuh diri jika kalah atau tuan mereka mati.

Namun, peperangan di Jepang pada abad pertengahan sama berdarah dan tanpa kompromi seperti di wilayah lain dan uang sering kali menjadi motif utama bagi banyak samurai untuk berpartisipasi dalam pertempuran. Sejak abad ke-17, ketika samurai mulai tidak lagi dibutuhkan dalam militer, samurai sering menjadi guru dan penasehat moral yang penting dalam masyarakat.

Sistem wajib militer di Jepang berakhir pada tahun 792, sehingga pada Periode Heian (794-1185), tentara swasta dibentuk untuk melindungi tanah milik para bangsawan yang menghabiskan sebagian besar waktunya di luar negeri. 

Ini menjadi awal dari samurai, sebuah nama yang berasal dari kata 'saburai' yang berarti 'petugas' sedangkan kata kerjanya 'saburau' yang berarti melayani dan istilah ini awalnya merupakan salah satu nama untuk kelas prajurit militer yang bertugas melayani bangsawan dan penguasa. Kemudian berganti menjadi lafal baru 'samurai'. 

Samurai dipekerjakan oleh tuan tanah (daimyo) karena keterampilan bela diri mereka untuk mempertahankan wilayah, untuk melawan buronan pemerintah, dan pertempuran dengan klan serta bandit. Untuk alasan ini, samurai dapat tinggal di barak, di kastil, atau di rumah pribadi mereka sendiri. 

Samurai kemudian menjadi terorganisir dan menjadi kelompok-kelompok yang dipimpin oleh panglima perang dengan kekuatan politik, sehingga mereka dapat mengambil alih istana kekaisaran yang lemah pada abad ke-12 di bawah kekuasaan panglima perang seperti Minamoto no Yoritomo, sehingga dimulailah periode Kamakura (1185-1333) yaitu sistem pemerintahan militer baru yang didominasi oleh prajurit dan dipimpin oleh seorang shogun (diktator militer).

Banyak samurai datang dari dataran Kanto dan memperoleh pengalaman serta kehormatan dalam upaya melawan suku Emishi (Ainu) di utara. Dalam pertempuran ini, para prajurit mulai mengembangkan kode etik yang memberi mereka kemungkinan untuk mendapatkan reputasi dan meningkatkan status mereka di antara rekan dan tuan mereka. 

Secara alami, keberanian di medan perang adalah yang terpenting, dan tradisipun mulai berkembang. Samurai yang memasuki medan perang akan meneriakkan garis keturunan dan kehormatan nenek moyang mereka dan menantang musuh mana pun untuk bertempur satu lawan satu.

Semua samurai diawasi oleh tuan mereka, tetapi pada tahun 1180, Samurai-dokoro (Kantor Keshogunan Kamakura) dibentuk untuk secara khusus memantau gokenin (pengikut shogun) dan mengeluarkan tindakan disipliner untuk setiap pelanggaran ringan jika dan bila diperlukan.

Kemudian kita lompat lebih jauh ke tahun 1591, samurai tidak lagi diizinkan menjadi petani dan prajurit, samurai harus memilih salah satu, menjadi petani atau prajurit. Kebijakan ini kemudian akan membuat samurai lebih bergantung dan lebih setia kepada tuan mereka.

Samurai hanya terdiri dari 5-6% dari total populasi (18 juta pada tahun 1600), jadi sekitar 900 ribu orang dan tidak satu pun dari mereka adalah wanita, meskipun ada kelas prajurit wanita yang dikenal sebagai onna bugeisha atau 'wanita terampil bela diri', tapi mereka bukan samurai.

Terlatih sejak usia 10 tahun atau bahkan lebih awal dalam keterampilan bela diri, samurai bisa berkuda dan bertarung sambil menunggang kuda pada periode awal abad pertengahan, biasanya menggunakan busur tetapi juga kadang menggunakan pedang panjang melengkung jika diperlukan. Mereka memiliki pedang kedua yang lebih pendek.

Samurai juga mempelajari seni bela diri, tetapi keterampilan samurai yang paling berharga adalah menunggang kuda, memanah, dan kemudian ilmu pedang. Sejak abad ke-17, pedang menjadi senjata utama para samurai, sebagian besar karena murah dan dapat diakses oleh prajurit biasa, sehingga pedang yang istimewa sering dikatakan memiliki jiwa dan disebut sebagai 'jiwa samurai', untuk membedakan dengan pedang milik prajurit biasa.

Busur biasanya dibuat menggunakan potongan bambu dan seluruh bagiannya dipernis untuk perlindungan terhadap hujan. Panjang anak panah bervariasi tergantung pada keterampilan pemanah, tetapi panjang khas pada abad pertengahan adalah 86-96 cm.

Pedang samurai melengkung dan dibuat menggunakan baja dengan kombinasi desain yang berasal dari abad ke-8. Baja dikerjakan oleh pengrajin ahli yang dengan hati-hati mengontrol kandungan karbon di berbagai bagian mata pisau untuk kekuatan dan fleksibilitas. Untuk alasan ini, dapat dikatakan bahwa pedang Jepang termasuk yang terbaik dan tertajam yang pernah diproduksi di dunia pada abad pertengahan. 

Samurai elit biasanya membawa dua pedang yaitu pedang panjang dan pedang pendek. Pedang yang lebih panjang disebut 'katana' dan pedang yang lebih pendek disebut 'wakizashi'. Gagang pedang terbuat dari kayu dan ditutupi kulit keras dan kemudian diikat erat dengan jalinan sutra. Seorang samurai terkadang juga membawa belati pendek (tanto) sebagai senjata pilihan terakhir. Pedang dan belati disimpan dalam sarung berpernis yang diukir dengan indah.

Samurai awal juga menggunakan senjata yang kemudian menjadi lebih terkait dengan infanteri biasa, yaitu tombak (yari) dan polearm (naginata). Panjang yari bervariasi, tetapi bilahnya bermata dua dan panjangnya berkisar antara 120 hingga 150 cm. Beberapa bilah berbentuk L dan digunakan untuk mengaitkan kaki kuda musuh. Yari biasanya tidak dilemparkan dalam peperangan Jepang tetapi digunakan untuk menusuk musuh. 

Naginata adalah tiang panjang dengan bilah panjang melengkung bermata satu. Bagian tiang panjangnya mulai dari 30 hingga 75 cm dan bagian bilahnya terbuat dari baja yang pajangnya bisa sampai 60 cm. Senjata itu digunakan untuk memberi jarak, memotong, hingga menusuk musuh.

Senjata mesiu dikenal oleh orang Jepang melalui kontak mereka dengan Cina, tetapi kedatangan orang Eropa pertama di pertengahan abad ke-16 yang akhirnya membawa senjata api ke dalam peperangan Jepang. Pada akhir abad itu, mungkin sepertiga dari pasukan lapangan dilengkapi dengan senjata senapan kopak dan beberapa samurai kemudian membawa pistol.

Jirah samurai terbuat dari plat logam yang dijahit menjadi satu dan dilindungi oleh pernis yang berasal dari periode Kofun (250-538). Baju besi yang lebih fleksibel kemudian dibuat menggunakan potongan-potongan perunggu atau besi yang disatukan dengan tali atau ikatan kulit. Pelapisan kulit adalah bahan umum lainnya untuk jirah samurai sepanjang periode abad pertengahan karena ringan dan fleksibel.
Ada baju zirah seperti oyoroi yang berbentuk kotak yang digantung di bahu. Jenis ini memiliki berat sekitar 30 kilogram. Secara umum jirah samurai memiliki enam komponen utama yaitu do (baju besi), kabuto (helm), menpo (masker), kote (lengan lapis baja), sune-ate (pelindung kaki), dan hai-date (pelindung paha).

Begitu senjata api muncul di medan perang, pelindung dada yang kokoh menjadi populer dan ini sering diimpor atau ditiru dari Eropa. 

Helm samurai (kabuto) paling sering dibuat dari pelat besi atau baja yang dipaku dan berbentuk kopiah dengan penutup yang menonjol untuk perlindungan ekstra. Kadang-kadang, masker wajah atau menpo dengan fitur pahatan dan kumis yang garang dikenakan. Beberapa helm memiliki lambang yang mengesankan dalam bentuk bulan sabit, cakar, tanduk binatang, wajah seram(iblis) dan lain-lain.

Baju besi dan helm abad pertengahan biasanya menunjukkan pangkat, divisi, dan wilayah asal samurai melalui jahitan berwarna, lencana, dan simbol lukisan, beberapa di antaranya dikaitkan dengan keluarga atau rumah militer (buke) mereka. Spanduk juga digunakan untuk mengidentifikasi siapa yang ada di medan perang, meskipun ukurannya dikontrol dan dikaitkan dengan status khusus samurai.

Bushido atau shido, yang berarti 'jalan prajurit', adalah kode etik prajurit terkenal yang diikuti samurai, tetapi baru disusun pada akhir abad ke-17 oleh cendekiawan Yamago Soko (1622-1685), saat samurai tidak lagi aktif secara militer tetapi lebih berfungsi sebagai pembimbing dan penasehat moral. 

Bushido sebagai sistem moral adalah 'setia kepada tuannya, berbakti kepada orang tua, mengendalikan diri, berbelas kasih, bersimpati kepada musuh, menahan diri dari keinginan egois, menghormati keadilan dan menghormati kehormatan lebih dari kekayaan.

Sulit untuk memastikan apakah Bushido benar-benar dipraktikkan sepanjang sejarah samurai. Meskipun tidak diragukan lagi, ada banyak keberanian yang ditunjukkan oleh samurai, namun janji gencatan senjata sering dilanggar, desa-desa dibakar, dan yang kalah dibantai, karena kehormatan selalu datang dari kemenangan dan bukan dari tempat lain. 

Samurai (di atas segalanya) termotivasi oleh keuntungan finansial dan kenaikan posisi sosial mereka, karenanya obsesi buruk seperti mengumpulkan kepala musuh dan korban yang telah mereka penggal sering dilakukan oleh samurai, terlepas dari reputasi samurai yang disematkan hari ini.

Dalam sejarah abad pertengahan, terutama dalam hal kesetiaan dan kedisiplinan, sering terjadi pembelotan massal selama pertempuran, termasuk para jenderal. Pada Pertempuran Sekigahara tahun 1600 misalnya, tidak kurang dari lima jenderal dan pasukan mereka berpindah pihak di tengah pertempuran.

Samurai juga tidak selalu  mulia dalam bersikap dan menjalani kehidupan sehari-hari mereka. Para samurai menjadi terkenal di kalangan pengunjung Eropa karena memenggal kepala orang asing di pinggir jalan hanya untuk menguji apakah pedang mereka masih tajam, kebiasaan buruk yang disebut tsujigiri atau 'menebas di persimpangan jalan.' 

Meskipun samurai memang memiliki hukum di pihak mereka karena mereka telah secara khusus diberikan hak oleh Keshogunan Tokugawa (1603-1868) untuk membunuh siapa pun yang berpangkat lebih rendah dari mereka jika mereka menganggap orang tersebut pantas dibunuh, namun tidak jelas aturannya yang pantas dibunuh itu orang yang seperti apa, atau yang melakukan apa. Sehingga samurai kerap kali malah menjadi arogan karena memiliki hak khusus dari Shugun ini.

Samurai diharapkan bertempur sampai mati, bahkan jika ini berarti bunuh diri untuk menghindari penangkapan. Metode yang terhormat adalah seppuku (alias hara-kiri ) atau mengeluarkan isi perut sendiri. Samurai yang melakukan seppuku pertama-tama mengenakan jubah putih, simbol kesucian, dan kemudian memotong perutnya dengan pisau. 

Seppuku bukan metode bunuh diri yang cepat dan efisien, sering terjadi samurai hanya merasa kesakitan dan tidak kunjung mati, maka biasanya disiapkan asisten dengan pedang khusus, yang dikenal sebagai kaishakunin, untuk memenggal kepala samurai. 

Samurai juga sering melakukan seppuku ketika tuannya melakukan seppuku, para pengikut samurai juga diharapkan untuk bunuh diri karena kehilangan tuan mereka dalam sebuah kode yang dikenal sebagai junshi atau 'kematian karena mengikuti.'

Namun bagi orang eropa pada abad pertengahan, tindakan seppuku merupakan tindakan aneh dan mengerikan, di mana menurut mereka tidak ada korelasi antara bunuh diri dan kehormatan, belum lagi orang jepang yang menyasikan bunuh diri malah menjadi kagum dan berpikiran positif. Bagi orang kristen tindakan bunuh diri juga merupakan tindakan yang tercela.

Pada periode Edo yang damai, seppuku berubah makna dan tidak lagi tentang kehormatan dan keberanian melainkan hukuman yang diterapkan atas suatu pelangaran sehari-hari seperti : pertengkaran antar klan, penghinaan terhadap pemimpin, bawahan yang melawan atasannya. Dengan kata lain, seppuku menjadi sistem hukum berdasarkan status sosial.

Samurai mulai kehilangan panggung  setelah kebijakan stabilisasi Keshogunan Tokugawa yang membawa perdamaian hampir di seluruh Jepang. Kemudian larangan kepemilikan pedang pun mulai diberlakukan, samurai di desa-desa mulai kehilangan pedang mereka karena dilucuti satu per satu. 

Karena perang sudah jarang terjadi, banyak samurai mulai menyesuaikan diri di era yang baru, mereka mulai menjadi petani yang hidup damai di desa-desa atau menjadi pengikut penguasa lokal, yang kemudian menjadi guru, dan pembimbing moral. Pada tahun 1872 wajib militer diperkenalkan kembali di tentara Jepang, dan pada tahun 1876 samurai secara resmi dibubarkan, meskipun keturunan samurai terus dibedakan dengan gelar shizoku hingga Perang Dunia Kedua.

Samurai dan eksploitasi bela diri mereka adalah subjek populer dalam gunkimono atau kisah prajurit abad ke-14 dan ke-15, yang menjadi nostalgia ketika dibaca kembali.

Pada abad ke-18 kisah samurai banyak ditulis dan menjadi kisah yang semakin populer. Seperti, buku Hagakure yang terkenal karya Yamamoto Tsunetomo, yang berisi kumpulan 1.300 anekdot yang berkaitan dengan samurai yang disusun pada tahun 1716 selama masa damai, dengan tegas menyatakan bahwa 'Bushido adalah cara untuk mati.' Reputasi samurai terus berkembang hingga saat ini berkat buku komik, game, dan media lainnya, memastikan status mereka sebagai salah satu kelompok prajurit hebat dalam sejarah abad pertengahan dunia.

Nah segini aja dulu deh, trit singkat ane soal samurai, mudah-mudahan ada manfaat atau setidaknya bisa menghibur pembaca.

Ane gak tahu masih rama gak ini trit sejarah, soalnya udah jarang lihat HT dari forsex, jadi kalo trit ini muncul di beranda GanSis sekalian ya sempetin baca dan tinggalkan jejak

Sumber : 1, 2, 3, 4