rocket2019Avatar border
TS
rocket2019
MENEGUK SEJARAH DALAM SEMANGKUK SOTO (2)
Lanjutan ....

Pada masa Kolonial Hindia-Belanda, jejak-jejak kuliner soto dapat ditemui melalui catatan-catatan dan foto-foto dari arsip-arsip Belanda. Untuk catatan, tampaknya arsip tertua yang sejauh ini dapat ditemui di buku “De Voeding in Nederlandsch-Indië” (Nutrisi di Hindia Belanda) yang terbit tahun 1904 karya Dr. Cornelis Leendert van der Burg(Lahir: Gorinchem, 25 Februari 1840-Meninggal: Utrecht, 10 Desember 1905). Dalam buku itu disebutkan: “De Inlanders maken veel gebruik van een soort van bouillon, die soto heet, bereid uit de fijn gesneden pens van het rund met water” [Masyarakat pribumi sering membuat sejenis kaldu, soto namanya, dibuat dari babat sapi yang diiris halus kemudian direndam dalam air] [11].

Sumber tertulis lainnya ialah dalam sebuah novel sekaligus autobiografinya berjudul “Het Land van Herkomst” (Tanah Asal-Usul), pertama kali terbit tahun 1935, karya sastrawan dan penulis esai masa Hindia-Belanda bernama “Charles Edgar (Eddy) du Perron” (Lahir: Batavia, 2 November 1899-Meninggal: Bergen, 14 Mei 1940), seorang sahabat dari Ernest Douwes Dekker, tokoh pergerakan nasional Indonesia. Dalam karyanya tersebut dikatakan bahwa penjaja kuliner soto beretnis Tionghoa dapat ditemui di sekitaran Meester Cornelis(Jatinegara, Jakarta Timur) pada malam hari. Penjaja soto lainnya juga dapat ditemukan di sekitaran Koningsplein (Lapangan Medan Merdeka, Jakarta Pusat) [12].

Beberapa jejak visual sejarah soto dapat kita lacak juga dari arsip-arsip foto yang telah dialih media menjadi digital pada situs www.digitalcollections.universiteitleiden.nldan juga www.collectie.wereldculturen.nl sebagai berikut:


KITLV A1124 - Verkoper van soto op Java (Penjual Soto di Jawa)


Foto di atas adalah seorang penjual soto pikulan di Jawa koleksi Museum Leiden Belanda yang dialih mediakan menjadi digital tahun 2009. Foto penjual soto diatas terdapat catatan tangan dari Henricus Nijgh bertanggal 10 Oktober 1862 Masehi.


"Soto-verkooper. Java." (Penjual Soto di Jawa)


Foto di atas adalah sebuah kartu pos yang dialih media menjadi digital oleh Museum Leiden pada tahun 2008. Kartu pos diatas bergambar seorang penjual soto di Jawa. Kartu pos ini dikeluarkan oleh lembaga perusahaan G.C.T. van Dorp & Co. (Semarang-Soerabaia) pada tahun 1900 Masehi.


"Soto-of soepverkoper-" (Penjual Soto atau Sup di Surabaya)


Penjual Soto Madura bersama asisten dan seorang pembeli di Surabaya sedang berfoto di sebuah studio pada tahun 1906 Masehi dan kemudian diterbitkan oleh J.M.Chr. Nijland, Sociëteitstraat Soerabaia (Uitgever) pada tahun 1910 Masehi sebagai kartu pos. Foto ini dialih media menjadi digital oleh Tropen Museum Amsterdam dengan Nomor Koleksi 7082-nf-1624-13. Menurut Olivier Johannes Raap(Lahir di Belanda, 5 Oktober 1966) seorang kolektor benda antik dan juga penulis buku bertema kehidupan sosial di Jawa pada masa Hindia-Belanda dalam bukunya berjudul “Para Pekerdja di Djawa Tempo Doeloe” [13] berkomentar terkait foro ini. Menurutnya pada saat itu (akhir abad 10 dan awal abad 20) soto yang populer di Jawa Timur adalah Soto Madura. Bahkan penjual soto saat itu kebanyakan dari Madura. Soto Madura berbahan dasar daging sapi disertai jeroan-jeroannya (paru, hati, babat, ginjal) dan dihidangkan dengan topping berupa telur ayam rebus, kentang gorang, dan tauge. Sedangkan bumbu dasar yang dipakai untuk kuahnya ialah ketumbar, bawang merah, bawang putih, kunir, laos, kemiri, jeruk purut, dan garam.

Hal tersebut juga diamini oleh Mas Ary Budianto [5], tampaknya Soto (ala) Madura ini tampak begitu mudah dijumpai di kota-kota besar di Jawa salah satunya di Kota Surabaya, bahkan saking terkenalnya Soto ala Madura tersebut di Surabaya, sampai-sampai soto ini disebut “Soto Surabaya”. Pada tahun 1970-an, muncul kompetitor baru di Surabaya yakni penjaja soto berbahan ayam dari Lamongan. Salah satu Soto Lamongan terkenal di Surabaya ialah yang dijajakan oleh Pak Sadi dengan warungnya yang bernama “Soto Ayam Cita Rasa”. Karena warungnya mangkal di Jl. Ambengan maka soto ini dikenal dengan nama “Soto Ayam Ambengan”. Sejak terkenalnya soto ayam berbahan dasar ayam dari Lamongan ini, maka terjadi dikotomi di kalangan masyarakat Surabaya jika soto berbahan ayam identik dengan Soto Lamongan sedangkan soto berbahan daging identik dengan Soto Madura. Sementara di Jakarta pelokalan identitas soto menjadi “Soto Betawi” terjadi pada tahun 1977-1978 oleh seorang penjual soto bernama “Lie Boen Po”, yang mangkal berjualan di daerah Taman Hiburan Rakyat (THR) Lokasari/Prinsen Park, Jakarta Barat.


Pedagang Soto Kaki Lima di Warung Tenda Pinggir Jalan


Contoh pelokalan soto di daerah Surabaya dan Jakarta di atas, boleh jadi di daerah lain juga mengalami kisah yang serupa. Jika dipakai prosentase, terdapat setidaknya 49 resep soto dan 75 jenis soto di Indonesia. Varian tersebut berdasarkan nama daerah masyarakat sekitar serta perbedaan berdasarkan cita rasa dan bahannya, maka yang tertinggi ialah Jawa bagian selatan (13,33%), pesisir utara Jawa Timur (12%), Madura dan Osing (8%), serta wilayah Sunda (8%). Sementara di luar Pulau Jawa seperti di Pulau Sumatera, Nusa Tenggara Barat, Pulau Kalimantan, dan Pulau Sulawesi mengklaim 9,33%, 4%, 2,67%, dan 2,67% dari varietas soto di Indonesia [14].


Peta Persebaran Soto di Indonesia


C. RAGAM TRADISI DALAM “MELTING POT” SEMANGKUK SOTO


Aneka Bumbu Soto


Di atas telah dibahas panjang lebar evolusi soto dari negeri seberang yang sampai ke Indonesia dan berakulturasi dengan kebudayaan yang ada ditempat ia berada. Jika dilihat kembali topping-toppingdan beberapa tambahan bumbu rempah dalam soto itu juga mendapat pengaruh kebudayaan yang beragam. Misalnya, ketumbar (Coriandrum sativium) adalah rempah yang berasal dari Eropa Selatan tepatnya di dekat Laut Kaspia. Kemudian ada taburan seledri (Apium graveolens L.) dalam topping soto, tanaman ini berasal Eropa Selatan, diperkirakan hadir ke Nusantara diperkenalkan oleh orang-orang Eropa pada abad ke-16-17 Masehi. Penggunaan kol/kubis (Brassica oleracea) di beberapa varian soto di wilayah selatan Jawa juga mendapat pengaruh dari Eropa sebab tanaman itu berasal dari sana. Pengaruh Eropa lainnya dalam soto ialah digunakannya “perkedel” sebagai topping. Perkedel (Frikkadel) berasal dari Perancis, kudapan ini dibawa oleh orang Eropa melalui Budaya Indies [4] [5].

Kemudian, penggunaan lauk seperti tahu goreng, telur rebus, daging-jeroan (kadang dengan telur puyuh juga) masak pindang, (dimasak dalam rendaman santan dengan larutan bumbu rempah serta gula merah dan kecap), kerupuk udang, soun/bihun, taburan bawang putih goreng dan poya/koya (lumatan krupuk udang dan bawang putih goreng) jelas terpengaruh budaya peranakan Cina. Yang terakhir penggunaan tempe goreng, emping melinjo, kerupuk rambak dan taburan bawang merah goring, jelas merupakan pengaruh Jawa [4] [5].

Perpaduan yang kaya itu membuat soto menjadi kuliner yang dianggap cocok disantap bagi keluarga atau masyarakat dalam jumlah besar. Karena satu hidangan dengan berbagai macam toppingini, cukup memudahkan bagi pengatur keuangan rumah tangga atau kelompok masyarakat, agar anggotanya mendapat bagian protein dengan rasa yang enak dan merata. Bahkan sampai ada kata-kata (walau kurang pas … He … He … He) yang menyatakan bahwa soto adalah salah satu kuliner kekeluargaan yang bisa membagi ro-So (rasa) hingga ro-To (rata) [15].

Dari semangkuk soto itu kita bisa membayangkan betapa rayanya persilangan budaya baik Eropa, Cina (mungkin juga ada sedikit pengaruh India dan Arab) serta Nusantara dalam semangkuk kuliner yang bernama “Soto” ini. Tidak mengherankan jika soto masuk ke dalam daftar 20 sup terenak di dunia versi CNN tahun 2021 lalu. Tahun 2018, soto bahkan juga dinobatkan oleh Kementerian Pariwisata sebagai makanan nasional bersama empat kuliner lainnya yaitu Rendang, Nasi Goreng, Sate, dan Gado-Gado. Udah mulai lapar? Segera dimakan sotonya Gan keburu dingin … He … He … He …

DAFTAR LITERATUR

1. Denys Lombard. (2005). Nusa Jawa: Silang Budaya, Kajian Terpadu, Bagian II: Jaringan Asia. Cetakan III. (Judul Asli: LE CARREFOURJAVANAIS Essai d’histoire globale II Les reseaux as). (Penerjemah: Winarsih Partaningrat, Arifin Rahayu S., dan Hidayat Nini Hidayati Yus). Hal. 320 & 488 (Catatan No. 1360). Buku ini diterbitkan dalam rangka program bantuan penerbitan atas dukungan Departemen Luar Negeri Prancis, melalui Kedutaan Besar Prancis di Indonesia Bagian Kerjasama dan Kebudayaan serta Pusat Kebudayaan Prancis di Jakarta. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama bekerjasama dengan Forum Jakarta-Paris dan École française d’Extrême-Orient.

2. Hiang Marahimin. (2011). Seri Masak Femina: Masakan Peranakan Tionghoa Semarang. Cetakan I. (Editor: Linda F. Adimidjadja). Jakarta: Gaya Favorit Press.

3. Aji ‘Chen’ Bromokusumo. (2013). Peranakan Tionghoa dalam Kuliner Nusantara (Plus Resep-Resep Khas Peranakan). (Asisten Penulis: Novie Chen dan Ennita ‘Peony’ Wibowo). Cetakan I. Hal. 70-73. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

4. Ary Budiyanto dan Intan Kusuma Wardhani. (2013). ‘Menyantap Soto Melacak Jao To: Merekonstruksi (Ulang) Jejak Hibriditas Budaya Kuliner Cina dan Jawa’. Dalam Chinese-Indonesian: Their Lives and Identities: Proceedings of International Conference on Chinese Indonesians, Grand Candi Hotel, Semarang 14-16 November 2013. (Reviewers: Prof. Esther Kuntjara, Ph.D., Setefanus Suprajitno, Ph.D., dan Elisa Christiana, M.A., M.Pd. ketiganya dari Center for Chinese Indonesian Studies, Petra Christian University). Hal. 153-166. Surabaya Institute for Research and Community Service, Petra Christian University.

5. ____________. (2017). ‘Historiografi Soto Jejak Metodologi Sejarah Kosmopolitanisme Indonesia’. Dalam Menemukan Historiografi Indonesiasentris: Kumpulan Tulisan Seminar Sejarah Nasional Tahun 2017. Seminar diadakan oleh Perkumpulan Program Studi Sejarah se-Indonesia (PPSI), Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI), dan Departemen Sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM). (Editor: Sri Margana, Retno Sekarningrum dan Ahmad Faisol). Hal.118-144. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

6. Russel Jones (General Editor). (2008). Loan-Words in Indonesian and Malay: Compiled by the Indonesian Etymological Project. (Editors: C.D. Grijns† dan J.W. de Vries & Assistans Editor: M. Siegers). Cetakan I. Hal. 295. Jakarta: Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV) dan Yayasan Obor Indonesia (YOI).

7. Susilaningsih, Martina Andriani, dan Bara Yudhistira. (2017). Kuliner Soto Nusantara: Kumpulan Resep. Cetakan I. Hal. 02. Jakarta-Surakarta: Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (BEKRAF) dan Universitas Sebelas Maret (UNS).

8. Anthony Hocktong Tjio. (2015). ‘Rubrik Sejarah: Asal-Usul Soto dari Mana’. Dalam Majalah Indonesia Media: Berdaya Lewat Lintas Budaya (An Independent Biweekly Magazine), Edisi Early February 2016. Hal. 23-24. Glendora: Indonesia Publisher Publications.

9. Wahjudi Pantja Sunjata, Sumarno, dan Titi Mumfangati. (2014). Kuliner dalam Serat Centini. Cetakan I. Hal. 13, 34 & 94. Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Daerah Istimewa Yogyakarta.

10. Murasalin. (2021). ‘Rubrik Anjungan: Mencicipi Soto Banjar, Membayangkan Sejarah’. Dalam KANDIL: Majalah Kebudayaan, Empar Bulanan, Edisi Juli 2021. Hal. 40-43. Banjarmasin: Lembaga Kajian Keislaman & Kemasyarakatan (LK-3).

11. Cornelis Leendert van der Burg. (1904).De Voeding in Nederlandsch-Indië. Hal. 47. Amsterdam: J.H. de Bussy.


12. Charles Edgar (Eddy) du Perron. (1961). Het Land van Herkomst. Hal. 241 & 335. Amsterdam: G.A. van Oorschot.

13. Olivier Johannes Raap. (2013). Pekerdja di Djawa Tempo Doeloe. Cetakan II. Hal. 19. Yogyakarta: Galang Pustaka.

14. Bara Yudhistira dan Ani Fatmawati. (2020). ‘Diversity of Indonesian Soto’. Dalam Journal of Ethnic Foods, Vol. 07, No. 27, Edisi 2020. Hal. 01-09. London: BioMed Central, Ltd.

15. Siti Maryam. (2017). Kuliner Indonesia yang Mendunia. Cetakan I. Hal. 21-23. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (KEMENDIKBUD).
Diubah oleh rocket2019 26-09-2022 14:32
yong bklAvatar border
pard0Avatar border
fachri15Avatar border
fachri15 dan 13 lainnya memberi reputasi
14
2.9K
65
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan