MazedailyAvatar border
TS
Mazedaily
Siluet Dibalik Jendela
Cerpen Horror : Siluet Dibalik Jendela


Jendela itu masih terbuka ketika dia menguap dengan lebar, sementara angin masuk melalui jendela, ia merasakan hawa dingin yang segera memeluk dirinya yang hanya menggunakan kaos dan sarung. Dan bisa jadi nyamuk juga masuk dengan leluasa, namun seperti biasa, ia tidak peduli.

Namun malam ini ia merasa berbeda, angin seolah lebih dingin daripada biasanya, bahkan ia merasa bahwa ada makhluk tak kasat yang sengaja meniup udara kedalam kamarnya yang jarang ia rapikan.

Entah mengapa ia juga merasakan bulu romanya berdiri dengan perlahan-lahan, membuat ia dengan sigap memegang tengkuknya sendiri. Namun ia tidak merasakan apapun sebab tangannya masih cukup hangat, akan tetapi perasaannya mulai tidak enak, gejolak ketidakpahaman menggerogoti hatinya sehingga ia tidak nyaman dalam kondisi apapun.

Berkali-kali matanya menoleh kepada jendela yang belum ia tutup, angin menggerakkan tabirnya dan membuat tabir itu bergoyang-goyang sejenak kemudian diam seolah tiada apapun yang pernah terjadi.

Alya mendesah, perasaan gundahnya semakin menjadi-jadi, ia masih mengingat bahwa perkiraan cuaca mengatakan hujan tidak akan terjadi malam ini, akan tetapi mengapa kamarnya terasa begitu dingin? Seolah ia masuk kedalam ruang jenazah dan dikunci dari luar, rasa dingin ini membuatnya takut.

Ia meletakkan handphonenya diatas meja belajar, menatap jendela itu dengan seksama dan mendapati bahwa jendela tersebut berderit, Alya terdiam beberapa saat, berharap tiada wajah menakutkan yang muncul dari balik jendela, namun lama ia menunggu, tiada apapun yang muncul, lalu deritan apa itu? Ah, mungkin karena angin, ujarnya.

Tidak ingin takut, ia berdiri dari kursi dan dengan perlahan berjalan menuju jendela, namun kakinya terasa berat, rasa dingin yang entah darimana lagi-lagi datang kedalam kamarnya dan kini memeluk kakinya, membuat ia tidak bisa beranjak sedikitpun.

Ya ampun! Sebenarnya apa yang terjadi?!

Ia panik! Merasa seperti patung, kakinya tetap tidak bisa digerakkan, kakinya yang putih itu seolah dipegang oleh makhluk tak kasat sehingga ia harus meronta-ronta, ia berpikir apakah ini gejala hipotermia atau bukan, namun pikirannya yang kalut tidak membuat dirinya bisa berpikir logis.

Sekali lagi angin entah darimana terdengar dikejauhan, menggerakkan pohon-pohon bambu sehingga deritannya seperti pintu tua yang dibuka paksa. Alya semakin panik, wajahnya mengeluarkan keringat dingin namun ia masih kesulitan dalam bergerak.
Ia menyentakkan kaki dan segera berlari menuju jendela, ditariknya jendela itu sampai deritannya terdengar keras, jendela itu dikunci, kemudian tabir itu ia sibak agar menutupi pemandangan diluar rumah.

Ketika gadis itu mengecek handphone miliknya, jam telah menunjukkan pukul satu mendekati pukul dua, sudah sangat larut ternyata. Dan kendati ia masih tidak mempercayai bahwa rasa dingin itu tetap ada didalam kamarnya, ia memutuskan kembali duduk dan memantau tugasnya.

Ia pernah merasakan malam-malam yang sepi, namun ia tidak pernah merasakan malam yang seperti ini. Ia merasakan bahwasanya ada tabir hitam yang menutupi rumahnya sehingga apapun yang ada diluar sana menjadi terisolir. Bahkan tidak pernah ia dengar suara apapun selain angin, suara deritan, serta suara napasnya sendiri. Hal ini semakin lama membuat dirinya semakin takut, namun sekali lagi, ia mengacuhkan rasa takut itu.

Alya kembali mengetik pada laptopnya dan melanjutkan tulisannya, sementara diluar sana rasa sepi bernyanyi sedemikian rupa, menenggalamkan manusia-manusia pada alam mimpi dan membuat mereka memeluk selimut dan guling. Akan tetapi Alya seolah tidak ingin tertidur terlebih dahulu, ia ingin menyelesaikan apa yang telah ia mulai. Namun lagi-lagi, ketika ia sedang mengerjakan tugasnya, ia merasakan kehadiran sosok lain di kamarnya, suatu makhluk yang tak tampak, yang ingin berkomunikasi dengannya.

Dia membalikan badan namun tentu saja, tidak apa-apa diruangannya, hanya sebuah kamar kecil minimalis yang ia tinggali sejak lama. Alya menguap, rasa ngantuk menyerang pikirannya, namun ia memaksa dirinya sendiri untuk terjaga lebih lama.
Ketika jemarinya sedang menari-nari diatas keyboard, suara deritan terdengar diluar rumahnya dan membuat ia menoleh kearah jendela. Alya diam untuk memastikan apakah deritan itu memang berasal dari sana, namun ternyata diamnya hanya membuat ia terlihat bodoh, karena memang tidak ada apapun disana. Hal ini membuat ia yakin mungkin ia butuh istirahat sejenak, sebab semakin lama ia terjaga, ia semakin jatuh kedalam imajinasi liarnya.

Maka dari itu, Alya berdiri, berjalan menuju kasur dan rebah seperti pohon pisang yang dihantam orang dari Binjai. Ia mencoba menutup mata dan berharap dirinya dapat tenggelam sedalam-dalamnya pada alam mimpi, namun ia merasa mimpinya sendiri juga adalah bagian dari halusinasi.

Ia berharap bisa menghubungi Gerard, kekasihnya yang ia cintai. Dalam benak Alya, lelaki dengan rambut jambul itu tersenyum kepadanya kemudian memegang tangannya erat dan menariknya ke pelukan. Walau hanya ilusi yang ia ciptakan, Alya merasa hangat, Gerard baginya adalah matahari yang menciptakan Bumi bersinergi, membuat dirinya hidup diantara polusi-polusi yang semakin menggerogoti hidupnya.

Ketika ia mengimajinasikan Gerard, lagi-lagi jendelanya berderit dan membuat ia terpekik kaget. Ia mengumpat. Namun tetap saja ia tidak berani melihat ada apa diluar sana, ia percaya bahkan maling tidak akan melakukan hal bodoh seperti itu.

Namun bagaimana jika itu ternyata bukan maling? Alya mundur, tidak ingin dekat-dekat dengan jendela dan memutuskan menyelimuti dirinya dengan selimut. Dan ketika ia berguling, ia melihat siluet hitam bergerak pelan, membuat ia menahan napasnya karena siluet itu membentuk manusia dengan kepala yang telah pecah.

Alya ingin menjerit namun ia menahannya dengan kedua tangannya, cahaya dari pojok rumahnya membuat siluet itu jelas, dan kini siluet itu diam, membentuk seorang lelaki dengan kepala yang tidak berbentuk sempurna. Dan ketika Alya masih menutup tangannya, siluet itu bergerak, berbalik hadap, kemudian menghadapnya.

Alya menangis dalam diam, keringat dinginnya bercucuran, perlahan ia mundur sampai punggungnya menyentuh tembok. Namun siluet itu! Siluet itu tidak menghilang, ia tetap disana dan seolah ingin menyampaikan sesuatu kepadanya.

Perempuan itu hampir berteriak karena kaget ketika handphone miliknya berdering. Ia segera mengambil dan mengangkatnya.

“Alya! Kamu dimana! Cepet kerumah sakit, ada masalah!”

Alya diam, mencoba menahan tangis karena rasa takut dan bertanya parau “mengapa?”

“GERARD KECELAKAAN ALYA! DIA DITABRAK LARI! CEPET KERUMAH SAKIT SEKARANG”

Seketika kaki Alya seperti karung kosong dan membuatnya tidak mampu menahan tubuhnya. Ia terjerembab dengan air mata yang tidak berhenti keluar walau ia tahan. Rasa takutnya menjelma rasa sedih yang tiada habisnya, isakannya terdengar oleh Wisa.

“Kamu yang kuat Alyaa…”

Alya lagi-lagi hanya bisa menangis, bahkan ketika ia sedih seperti ini, siluet itu masih disana, melarangnya untuk pergi menuju Gerard. Dan bahkan ketika air matanya berjatuhan diatas lantai, aroma anyir masuk melalui pintu kamarnya dan hampir membuat dia muntah. Ia sekali lagi mengumpat dan ingin pergi dari kamar itu, akan tetapi kakinya bahkan sudah tidak memiliki tenaga untuk menopang tubuhnya.

“Wisa, apa Gerard meninggal?”

Wisa tidak menjawab.

“Apa kepalanya….utuh?”

Wisa kaget “Bagaimana kamu tahu?”

Alya diam seribu bahasa, malam datang dengan rasa sepi tiada berkesudahan. Akan tetapi, malam yang dimiliki Alya tidak lagi sepi, sebab siluet dengan kepala hancur itu tidak pernah pergi sejak tadi.

Alya memaksa tubuhnya untuk bergerak menuju jendela, melawan rasa takutnya sendiri. Dan ketika ia berada jendela, ia memegang tabir itu dengan gemetar, rasa takutnya bercampur rasa keingintahuannya yang mendalam akan ‘dia’.

Diluar sana, angin datang dari entah berantah, menggerakkan daun-daun, menampar buah-buah ranum, menggerakkan bambu-bambu yang seketika berderit seperti engsel pintu kayu tua yang berkarat.

Alya menyibak tabir itu keras.

Sunyi.


Cerita ini pernah kutulis di Blogku, Lastquestions.


Baca Juga : Cerpen Humanis, Lapar Yang Membara

Baca Juga : Cerpen Romance, Seputih Plastik
Polling
0 suara
Serem gak? Mungkin ada masukkan agar karyaku makin baik
0
283
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan