rirandaraAvatar border
TS
rirandara
Kepadamu Rindu Itu Bertumpu



Teruntuk: Emak
di dapur rumah yang penuh kenangan



Assalamu'alaikum. 
Mak, aku kangen. Bagaimana kabar emak saat ini? Aku selalu berharap dan berdoa agar emak senantiasa sehat dan panjang umur. 
Aku dan anak-anak di sini juga alhamdulillah baik-baik saja, Mak. Hanya saja aku sedikit flu. Maklum 'kan ya sekarang lagi musim penghujan. Malahan di sini hampir tiap sore hujan. Di sana sama gak, Mak? 

Aih, kenapa aku jadi bahas hujan, ya, hahaha. Mungkin karena hujan adalah salah satu moment yang aku sukai sejak kecil. Dan paling membekas. Membekas kayak getah daun pisang yang nempel di lengan baju seragam SMP-ku. 

Baju seragam putihku yang itu masih Mak simpan, 'kan? Tolong jangan dikemana-manain ya, Mak. Apalagi di lempar ke tempat sampah. Aku bisa sedih berkepanjangan nanti.

Sejujurnya Mak, jika mengingat apalagi melihat seragam yang berlumuran getah itu, aku merasa menjadi anak yang tidak tau diuntung. Huaaaa. Bisa-bisanya aku begitu gegabah. Andai waktu pulang sekolah dulu aku lebih memilih basah-basahan daripada mengikuti ide si Ida dan Yanti agar kami berpayung daun pisang, mungkin baju sekolahku itu gak akan jadi korban.

Padahal, meskipun sudah berpayung daun pisang, tetap saja aku basah kuyup sampai di rumah. Ide dua temanku itu memang menjerumuskan. Emmh, atau bisa jadi karena daunnya hasil mengambil tanpa ijin di kebon sisi jalan dekat makam itu, ya, Mak.

Aku mengerti Mak sedih dan kecewa, saat tahu bahwa seragamku yang baru dibeli dua minggu lalu terkena getah. Tapi, hebatnya Mak gak ngomel apalagi ceramah panjang kali lebar dengan kecerobohanku itu. Padahal jika Mak marah pun pasti aku terima. Karena memang aku yang keliru. Apalagi untuk membeli satu stel seragam itu Mak mendadak jadi kuli pemecah batu. Demi agar uangnya lekas terkumpul. Supaya aku tidak lagi memakai seragam usang. Dan bisa terpakai sampai lulus SMP. Aku benar-benar tak tau diuntung. Maafin anakmu yang satu ini, Mak. 

Ah, ya, Mak. Palu yang dulu Mak pakai buat pecah batu masih ada juga, 'kan? Itu juga tolong disimpan, ya. Kelak jika kami pulang, aku ingin memperlihatkannya pada anak-anakku. Lalu, kita beramai-ramai ke pelataran sungai buat pecah-pecah batu kayak Mak dulu.  Selain itu makan nasi timbel dengan lauk ikan peda dan sambel terasi di bawah rindangnya pokok bambu Ampel, pasti akan sangat menyenangkan, Mak. Aku gak sabar untuk segera mewujudkannya. Aku sudah rindu denganmu dan segala hal yang berbau kampung.

Oh, ya, Mak. Jangan terlalu sering kesana kemari kalau sekiranya gerimis sudah tiba. Diamlah di rumah. Jalanan bebatuan cadas di luar berubah licin kan kalau hujan mengguyur. Lebih baik Mak minum teh atau rebus mie instan saja.

Mak juga jangan terlalu lama bermain di rumah tetangga. Main sewajarnya saja. Banyakin rawat si seledri, strawbery, bayam dan apa itu yang lainnya. Duuh, aku sampai gak hapal apa yang Mak tanam. Saking lamanya aku tak menengokmu. Sekali lagi, maafin aku.

Mak pun jangan terlalu lelah urus rumah. Kalau capek masak, beli saja lauknya di orang-orang yang biasa keliling jualan sayuran matang. Aku di sini juga begitu, Mak. 
Dan ... Mak, tolong jangan lelah berdoa buat anakmu yang di perantauan ini. Sungguh, hidup di sini itu tak senyaman ketika bersisian denganmu. Ah, aku jadi mengeluh, deh, hehehe. Tapi itulah yang membuat rinduku ini selalu bertumpu padamu.

Bercerita denganmu memang paling nyaman, Mak. Sampai-sampai aku gak sadar kalo sudah menghabiskan dua halaman kertas.
Bisa saja sih aku tulis tiga sampai empat lembar lagi. Tapi kupikir, nanti Mak pasti kelelahan.

Semoga Mak senang dengan kedatangan suratku ini. Lain kesempatan, aku pasti luangkan waktu untuk menulis surat lagi.


Wassalamu'alaikum, Mak
Dari anakkmu yang paling ayu.



foto: 1, 2
Diubah oleh rirandara 13-02-2021 09:17
InaSendryAvatar border
trifatoyahAvatar border
tien212700Avatar border
tien212700 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
797
15
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan