si.matamalaikat
TS
si.matamalaikat
F-16V dan F/A-18 Super Hornet Ditawarkan Untuk Indonesia, Mari Mengenal Kehebatannya
Indonesia sedang mencari pesawat tempur baru untuk menggantikan pesawat Hawk 209 serta F-5E Tiger II yang sudah menua dan memasuki masa pensiun. TNI AU sebagai pengguna pesawat tempur awalnya meminta Su-35 buatan Rusia untuk menjadi pengganti.

Namun begitu pengadaan pesawat ini terkesan maju mundur cantik, sampai sekarang pesawat yang dimaksud tak kunjung mendarat di Bumi Pertiwi. Yang terbaru Menteri Pertahanan mengajukan pembelian untuk pesawat F-35.

Namun pihak Amerika menolak pengajuan ini, dan menganggap Indonesia belum siap mengoperasikan pesawat yang memiliki kemampuan siluman ini. Paman Sam kemudian menawarkan F-16 Viper dan F/A-18 Super Hornet kepada Indonesia. Kali ini TS akan menceritakan sedikit tentang keamampuan masing-masing pesawat. Kita mulai dari F-16 Viper.




Ilustrasi F/A-18 Super Hornet dan F-16 Viper.



Spesifikasi F-16 Viper yang Ditawarkan ke Indonesia


F-16 Viper adalah varian terbaru dari keluarga F-16 Fighting Falcon, meski terlihat mirip dari luar. Namun Viper lebih unggul di sistem avioniknya, beberapa media online Indonesia sempat menyebut Viper sebagai 'pesawat lawas' saat mendengar kabar penawaran ini. Namun jangan salah sangka, Viper benar-benar jauh berbeda dari Falcon.

Pesawat yang dikenal sebagai Block 70/72 ini sudah ditawarkan ke Indonesia sejak tahun 2015 lalu. Pihak Lockheed Martin waktu itu juga membawakan simulator kokpit Viper ke Indonesia. KSAU Marsekal TNI Yuyu Sutisna pada akhir tahun lalu juga sempat mengatakan bahwa Indonesia akan membeli Viper untuk melengkapi dua skadron TNI AU, namun sampai sekarang kabar pembelian ini masih abu-abu.




F-16 V.

Foto: lockheedmartin.com


Kembali ke pembahasan Viper, yang menonjol dan diandalkan dari seri terbaru F-16 ini tentu dari sistem radar. Viper mengusung jenis radar AESA (Active Electronically Scanned Array) AN/APG-83 dan digital flight control & auto GCAS (Ground Collision Avoidance System). AESA yang dibuat oleh Northrop Grumman ini juga digunakan pesawat siluman milik AS yakni F-22 Raptor dan F-35 Lightning II, tapi dengan tipe berbeda. Radar AN/APG-77 dipakai oleh F-22 sementara AN/APG-81 digunakan F-35.

Penggunaan jenis radar AESA menjadikan kemampuan tempur udara ke udara pada F-16 Viper lebih baik, sementara pesawat incaran TNI AU Sukhoi Su-35 masih menggunakan radar PESA (Passive Electronically Scanned Array). Perlu diketahui hampir semua pesawat Gen 4.5 yang seangkatan dengan Su-35 sudah menggunakan AESA, jet yang TS maksud seperti Gripen, Rafale, serta Eurofighter Typhoon.




Begini bentuk radar AN/APG-83 pada Viper gan sist.

Foto: northropgrumman.com


AESA memiliki banyak keunggulan, dimana radar beam bisa diarahkan lebih cepat dan fleksibel secara elektronik. Maka hasilnya, radar bisa melacak lebih banyak target. Selain itu radar AESA memiliki kemampuan LPI (Low Probability of Intercept ). Berarti membuat pesawat ini juga lebih sulit dideteksi lawan.

Northrop Grumman menyebut AN/APG-83 dirancang khusus pada radome (kubah radar) F-16 yang punya diameter 660 mm, radar ini tidak bisa dipasang pada jenis pesawat tempur lain, semisal F/A-18 E/F Super Hornet yang punya diameter kubah radar sebesar 700 mm.

Sistem radar AN/APG-83 sedari awal dibuat untuk terintegrasi dengan power and cooling systems Viper, karena itu radar tipe AN/APG-83 dapat dipasang pada varian F-16 lawas yang masuk dalam program peningkatan ke Viper. Kubah radar (radome) ini biasanya terletak pada hidung pesawat, kalau dipasang kira-kira akan tampak seperti foto dibawah ini.




Instalasi radar pada pesawat.

Foto: indomiliter.com


Northrop Grumman mengenalkan AN/APG-83 sebagai SABR (Scalable Agile Beam Radar), atau radar yang memiliki bandwidth, kecepatan, kelincahan yang lebih besar serta menawarkan pilot kemampuan tempur radar pesawat generasi kelima. Radar AN/APG-83 menawarkan kesadaran situasional yang lebih besar pada pilot, fleksibilitas, dan penargetan sasaran dalam berbagai kondisi cuaca.

Soal kemampuan deteksi alias mengendus target, jarak jangkau AN/APG-83 milik Viper mencapai 120 km, sementara identifikasi dapat dilakukan pada jarak 84 km. Radar ini dapat melacak lebih dari 20 sasaran sekaligus, termasuk siap bila harus menghadapi peperangan dalam mode beyond visual range dan maritime mode.




Ilustrasi kokpit simulator F-16 Viper.

Foto: hobbymiliter.com


Selain itu, Viper juga mempunyai kokpit modern dengan Tampilan Pedestal Center (CPD) yang memberikan citra taktis pada layar dengan resolusi tinggi. Pilot juga dilengkapi dengan Joint Helmet Mounted Cueing System II (JHMCS II), yang mempermudah penguncian sasaran dan menembaknya dengan rudal Raytheon AIM-9X Sidewinder.

F-16 Viper memiliki struktur kerangka lebih kuat dari F-16 Fighting Falcon, sehingga pesawat bisa digunakan sampai 12.000 jam terbang. Untuk sistem senjata, Viper bisa membawa segala jenis rudal, roket serta bom buatan Amerika. Dengan mengusung conformal fuel tanks, yang menempatkan tangki bahan bakar dibelakang kokpit, membuat Viper juga bisa membawa senjata yang lebih banyak dari Si Falcon. Karena pada bagian cantelan di sayap tidak perlu lagi membawa drop tank eksternal.




Foto mesin F-16.

Foto: indomiliter.com


Bicara soal mesin, pihak Lockheed Martin sendiri memberi dua pilihan mesin yakni Pratt & Whitney F100-PW-229 dan General Electric F110-GE-129. Mesin berkode F100-PW-229 dapat menghasilkan tenaga dorong 29.100 pon, sementara mesin F110-GE-129 dapat menyemburkan tenaga sebesar 29.500 pon. Kedua mesin mampu melesatkan F-16 V sampai kecepatan maksimum Mach 2, sekilas mesin buatan General Electric terlihat lebih unggul karena tenaganya.

Namun mesin dari Pratt & Whitney, dipandang lebih awet dan lebih aman terhadap foreign object damage (FOD), seperti bird strike (gangguan burung secara kelompok atau individu) yang menghantui mesin pesawat jet. Bird strike biasanya terjadi ketika seekor atau sekelompok burung terhisap oleh mesin pesawat jet, atau mereka justru menabrak mesinnya saat pesawat hendak lepas landas atau mendarat.

Hal ini bisa menyebabkan kerusakan fatal pada mesin jet, karena burung yang terhisap akan masuk ke bagian intake serta membuat mesin kehilangan daya dorong. Mesin Pratt & Whitney cendurung disukai oleh para teknisi pesawat, karena perawatan yang mudah, murah serta cukup awet, dan tentu lebih aman dari bahaya bird strike.





F-16 Viper demo tim dengan livery sisik ular.

Foto: theaviationgeek.com


Namun dari sisi para pilot mereka lebih suka mesin General Electric, karena tenaga yang dihasilkan cukup besar. Mengingat mesin yang lebih kuat akan memberikan fleksibilitas untuk membawa muatan lebih besar dan kemampuan manuver dogfight di ketinggian rendah. Namun perawatan untuk mesin ini tergolong cukup mahal, sesuai dengan kemampuan yang ditawarkannya.

Semenatara tim aerobatik Angkatan Udara AS (USAF) yang dikenal dengan nama Thunderbird, lebih memilih mesin Pratt & Whitney untuk F-16 C. Karena pesawat mereka lebih banyak terbang rendah di sekitar bandara, yang artinya juga lebih rawan pada ancaman bird strike.




Foto: military.com


Bicara soal harga, sepertinya tergantung pada jumlah pesawat yang dibeli, TS ambil contoh saat Taiwan membeli 66 unit Viper dari Amerika melalui kesepakatan Foreign Military Sale (FMS). Taiwan harus merogoh tabungan sebesar US$ 8 miliar untuk 66 unit. Ini berarti harga satu pesawat lengkap dengan paket senjatanya seharga US$ 121 juta, kalau dirupiahkan sekitar Rp1,7 triliun.

Sementara Bulgaria yang sama-sama membeli F-16 Viper sebanyak 8 unit saja. Harus mengeluarkan biaya US$ 1,2 miliar, rata-rata harga pesawat pesananan Bulgaria adalah US$ 150 juta atau sekitar Rp 2,1 triliun.Sistem beli banyak dapat diskon, ternyata juga diberlakukan oleh Lockheed Martin dalam pembelian pesawat ini.




Foto: lockheedmartin.com


Untuk Taiwan, mereka juga akan mengupgrade total 142 F-16 A/B untuk dijadikan Viper, total mereka akan memiliki 208 Viper nantinya. Pengiriman F-16 Viper Taiwan direncanakan mulai tahun 2023-2026, sementara Bahrain menjadi negara pertama pengguna Viper dengan total 16 unit yang bernilai US$ 1,12 miliar, pesawat akan diterima tahun 2021 nanti.

Sementara TNI AU mengoperasikan sekitar 33 unit F-16 Figthing Falcon A/B serta C/D, beberapa varian awal F-16 ini juga sudah diupgrade menjadi varian Viper. Meski diupgrade layaknya Viper, namun ada perbedaan antara versi modifikasi dan versi asli. Terutama pada kekuatan rangka pesawat, kehadiran Viper tentu akan menajamkan taring matra udara ini.


Spesifikasi F/A-18 Super Hornet yang Ditawarkan ke Indonesia

Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto berkunjung ke AS pada pertengahan bulan Oktober 2020, selain membicarakan urusan pertahanan. Pak Prabowo juga tertarik untuk membeli F-35 milik Paman Sam, namun tawaran itu ditolak. Menurut AS, Indonesia dinilai belum siap mengoperasikan pesawat siluman generasi ke 5 tersebut.

Amerika kemudian menawarkan F-16 Viper ke Pak Prabowo, menurut mereka, negara yang boleh membeli F-35 harus mengoperasikan unit F-16 V terlebih dahulu. Viper sendiri termasuk generasi pesawat 4,5. Selain F-16 V, Indonesia juga ditawari F/A-18 Super Hornet Block III.




Super Hornet AU Australia.

Foto: Thimo van Dijk/jetphotos.com


Bicara soal Super Hornet Block II (yang digunakan U.S Navy saat ini), pesawat tersebut termasuk pesawat yang langka. Karena sejauh ini hanya dioperasikan oleh Angkatan Laut AS (U.S Navy) serta Angkatan Udara Australia. Namun sebagian Super Hornet milik Australia kini telah dijual kepada Kanada, dan secara bertahap akan digantikan F-35 A.

Super Hornet adalah tulang punggung utama bagi U.S Navy, jika Indonesia membeli Super Hornet Block III (varian terbaru). Negara kita akan menjadi negara pertama diluar Amerika yan mengoperasikan pesawat Block III ini.




Super Hornet di kapal induk Amerika.

Foto: boeing.com


Super Hornet dilahirkan untuk dioperasikan di atas kapal induk, pesawat ini punya kemampuan yang lebih baik dan khusus dioperasikan untuk pihak angkatan laut. Namun begitu Paman Sam juga menawarkan pesawat ini kepada negara yang tidak memiliki kapal induk.

Baru-baru ini Indonesia juga ditawari Super Hornet Block III sebagai pelipur lara karena tidak boleh membeli F-35, varian terbaru dari keluarga Hornet ini sudah mulai melakukan beragam tes dan sudah masuk tahap produksi.




Super Hornet U.S Navy.

Foto: Alex Craile/jetphotos


Perbedaan Block III dan Block II yang saat ini dipakilai U.S Navy terdapat pada kokpitnya. Block III akan dibekali layar sentuh 19 inchi untuk memudahkan operasionalnya, sistem layar sentuh yang serba canggih akan menggantikan model tombol dan kenop pada Super Hornet Block II.

Tampilan layar sentuh 10 pinch zoom berukuran 19 inchi memberikan pilot kemampuan untuk melihat, melacak, dan menargetkan beberapa sasaran jarak jauh yang dihasilkan oleh satu frame monitor.

Block III juga dilengkapi conformal fuel tank (CFT), dimana ia dapat membawa 3.976 liter bahan bakar tambahan dan dapat mengurangi hambatan udara. Memungkinkan pesawat beroperasi lebih lama, lebih cepat dan membawa lebih banyak muatan. Dengan CFT mampu meningkatkan radius tempur Super Hornet sampai 240 km, total radius tempur Super Hornet Block III mencapai 1.426 km.




Purwarupa pesawat Block III.

Foto: indomiliter.com


Seperti Gripen E, F/A-18 Super Hornet Block III nantinya akan dipasangi perangkat built-in IRST (infrared search and track), merupakan Block II dari Lockheed Martin. Dapat mendeteksi ancaman dalam jarak jauh tanpa harus bergantung pada radar yang mungkin mengalami jamming.

Block III juga melakukan upgrade pada enhanced network capability, juga dilengkapi radar AESA tipe AN/APG-79, reduced radar signature, advanced cockpit system, enhanced communication system. Sementara itu versi upgrade maupun versi aslinya bisa digunakan sampai 10.000 jam terbang.




Ilustrasi display sistem avionik pada Super Hornet Block III.

Foto: boeing.com


Super Hornet Bock II dan III punya kemampuan semi-siluman, dengan pemasangan Enclosed Weapons Pod (EWP). EWP punya dimensi besar dan ditempatkan di bawah fuselage, hal ini terasa ganjil bagi jet tempur masa kini. EWP sendiri bisa disebuat wadah senjata, dimana dalam tabung senjata (pod) bisa dimasukkan beragam rudal atau bom.

Artinya tidak diperlukan lagi deretan rudal dan bom yang ‘nyantel’ pada hardpoint (cantelan) yang biasanya identik pada pesawat tempur yang ada di bawah sayap atau tubuhnya. Pada bagian cantelan sayapnya nanti, Super Hornet hanya membawa dua rudal udara ke udara (Sidewinder).




EWP yang TS maksud, dipegang sama mas-mas dalam foto ini emoticon-Big Grin

Foto: indomiliter.com

Pemasangan EWP ini yang menurut penulis terlihat unik, dan menjadikan ciri khas bagi Super Hornet. Pod EWP tersebut dapat diisi enam bom berdiameter kecil dan dua rudal udara-ke-udara jarak menengah seperti AIM-120 AMRAAM, atau dua bom Paveways 500 pounds dan dua unit AIM-120 AMRAAM. Secara keseluruhan, beban maksimal yang bisa dibawa dalam satu EWP mencapai 1.179 kg.

Secara bertahap U.S Navy akan melakukan upgrade pada armada Super Hornet Block II ke Block III, nantinya mereka akan mengoperasikan 540 unit F/A-18 Super Hornet Block III. Boeing telah menerima kontrak pada tahun lalu senilai US$ 4 miliar untuk pengadaan 78 unit terbaru dari F/A-18 Super Hornet Block III, terdiri dari 61 unit varian kursi tunggal (F/A-18E) dan 17 unit varian kursi tandem (F/A-18F). Boeing akan mengirimkan kesemua pesanan secara bertahap sampai tahun 2024 mendatang.

Untuk urusan mesin, Block III menggunakan 2 mesin General Electric F414 GE 400 turbofan, dengan mesin ini Super Hornet mampu melaju sampai kecepatan maksimum Mach 1,8. Sebenarnya pihak General Electric sebagai pembuat mesin Super Hornet mengusulkan mesin baru yakni F414-EPE yang bisa memberi dorongan 20 persen lebih besar. Namun pihak Boeing masih lebih memilih mesin tipe lama.




Foto: boeing.com


Yang menarik, baik Super Hornet maupun Viper tidak lagi membawa drop-tank eksternal seperti sebelumnya, Super Hornet Block III dan Viper memiliki tangki bahan bakar konformal yang akan dipasang di belakang kokpit (pundak pesawat jet).

Tangki konformal ini memang tidak mampu menampung bahan bakar sebanyak drop tank eksternal yang biasa dipakai jet tempur. Namun tanpa adanya drop tank, nantinya kedua pesawat akan lebih ringan dan lebih aerodinamis, sehingga bisa meningkatkan daya jelajah masing-masing pesawat.

Untuk harga, pihak Boeing belum membeberkannya. Namun beberapa media menyebutkan bahwa pesawat nantinya akan dibanderol sekitar US$ 66,9 juta per unit, mungkin harga bisa berubah lagi kedepannya. Sebenarnya Indonesia pernah mengoperasikan pesawat berbasis kapal induk pada dekade 1980-an, TNI AU waktu itu mengoperasikan 32 unit A-4 Skyhawk. Bedanya, waku itu Indonesia membeli pesawat bekas dari Israel.




Foto: boeing.com


Selain Indonesia, pihak Boeing juga menawarkan Super Hornet kepada Malaysia, Kanada, Swiss, Jerman, Spanyol dan India. Yang paling gencar ditawarkan varian Block III ini adalah India, mengingat India sedang mencari pesawat untuk dioperasikan di dua kapal induknya yakni INS Vikramaditya dan INS Vikrant.

Soal pengadaan pesawat tempur, tentunya kita semua berharap pihak pemerintah akan membeli pesawat yang sesuai dengan anggaran serta kebutuhan TNI AU. Yang terpenting kita berharap Indonesia tidak membeli pesawat tempur bekas "lagi", mengingat semakin meningkatnya tensi di Laut China Selatan.

Tentu Indonesia harus mengoperasikan pesawat yang benar-benar baru, pembelian pesawat baru ini juga bisa jadi gertakan untuk China agar tidak mengganggu kedaulatan Indonesia. Tahun 2024 adalah batas akhir proyek modernisasi alutsista yang dilakukan untuk TNI, namun begitu sampai saat ini di segmen pesawat tempur belum ada kejelasan soal kehadiran jet tempur tersebut ke Indonesia.




Ilustrasi: google image


Dari segi teknologi, baik Super Hornet dan Viper sudah menerapkan tenologi terbaru. Sama-sama menggunakan radar AESA, sudah menerapkan conformal tank, serta memiliki kemampuan semi-stealth, serta bisa membawa banyak senjata. Namun dari sisi tenaga, satu mesin tunggal milik Viper masih terlihat lebih bertenaga dari dua mesin Super Hornet.

Entah F-16 Viper atau bisa jadi F/A-18 Super Hornet, tentu kita berharap salah satu diantara keduanya bisa mendarat di Bumi Pertiwi. Kalau agan dan sista sendiri bagaimana melihat penawaran Amerika ini, vote F-16 Viper atau F/A-18 Super Hornet ? Jangan lupa nanti berkomentar dibawah.

TS ucapkan terimakasih untuk agan dan sista yang sudah membaca thread ini dari awal sampai akhir. Jangan lupa untuk rate 5, cendol, serta share jika agan dan sista menyukai tulisan ini. Sampai jumpa lagi di pembahasan alutsista selanjutnya. Enjoy Kaskus emoticon-Angkat Beer


Referensi: 1.2.3.4.5.6.7
Ilustrasi: google image, boeing.com, lockheedmartin.com, jetphotos.com, indomiliter.com
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 10 suara
Menurut agan Indonesia harus beli yang mana ?
F- 16 Viper
80%
F/A-18 Super Hornet
20%
Diubah oleh si.matamalaikat 29-11-2020 12:03
pakdhe.blangkon1strolandtien212700
tien212700 dan 37 lainnya memberi reputasi
38
10.4K
143
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan