FootballStoryAvatar border
TS
FootballStory
Rekam Jejak AC Milan, Dari Bahan Tawaan Hingga Performa Lumayan

Saat musim lalu, dirasa sudah waktunya Milanisti membiarkan klub yang dicintainya ngalor ngidul ora danta. Banyak pandit yang menganalisis dimana letak kesalahan AC Milan hingga bisa sampai titik kekacauan. Berbagai sudut pandang telah diungkapkan dan dianalisis mulai dari miss-manajemen, kualitas pemain, kualitas pelatih, dan faktor-faktor lainnya, semuanya dirasa masuk akal sebagai sebab rusaknya mental dan kualitas klub sebesar AC Milan. Milanisti sudah harus benar-benar menerima kenyataan betapa tak bisa diharapkannya I Rossoneri saat itu. Sudah berapa kali Milanisti menikmati kalimat "Era Baru AC Milan"? dan yang sudah-sudah adalah berakhir dengan jalan yang sama.

Hingga musim lalu AC Milan masih mencari momen untuk menyadari apa yang salah dalam internal klub. Menghamburkan biaya 200 jt euro pada 2017/18 jelas hanya menjadi hedonisme yang dilakukan Yonghong Li. Tidak perlu diperdebatkan, hanya sedikit pemain yang masih nongkrong di skuat utama saat ini.

Segala cara telah dicoba oleh manajemen Milan. Menunjuk Gattuso yang memiliki mental keras pada pemain tapi kurang dalam kemampuan taktis, memilih Giampaolo yang punya kelebihan dari segi taktik tapi bermasalah dalam situasi ruang ganti, sekarang giliran Milan dilatih oleh lulusan Converciano, ialah Pioli yang dikenal punya kemampuan penanganan ruang ganti yang baik serta cukup soal taktikal. Beberapa musim ke belakang, Milan sangat mudah kehilangan pemain. Dirasa wajar, karena bermain di tim yang sedang bermasalah tentu tak mudah untuk adaptasi.

Dampaknya, banyak pemain yang sebenarnya pas untuk Milan tapi "terpaksa" hengkang dengan harga yang terbilang murah, seperti Carlos Bacca, Mattia De Sciglio, Juraj Kucka, sampai Manuel Locatelli. Akibatnya, dulu Milan mengandalkan pemain sekelas Shevchenko, Ronaldinho dan Andrea Pirlo, sedangkan kala itu hanya sebatas Rafael Leao, Suso dan Samu Castillejo. Tentu masih ingat momen hengkangnya Cutrone yang berdampak pada ketajaman Milan musim lalu. Ketika Krzysztof Piatek mengalami kebuntuan, Cutrone bisa diandalkan. Nyatanya kebuntuan terus mengikuti permainan Milan, karena Piatek tak sesuai yang diharapkan semua pecandu sepakbola, yang sering muncul menjadi juru selamat justru Theo Hernandez, seorang pemain belakang.

Manajemen Milan terus berusaha keras mencari cara agar tidak mudah berganti susunan starting eleven setiap musimnya. Namun selama finansial masih bergejolak, setiap pelatih Milan harus siap dengan segala risiko. Setiap Milanisti semestinya harus mewajarkan situasi itu. Kita semua juga harus yakin akan tiba masa di mana Milan tak lagi jadi bahan tawaan. Milanisti mesti harus mampu bertahan dari semua provokasi pendukung rival.

Setelah mati suri, Milan kini perlahan bangkit dan tampak sangat kompak dengan peningkatan di berbagai aspek.

Sayangnya, belum ada lagi unsur dan sensasi Liga Champions di San Siro sejak musim 2013/14. Sangat pelik jika melihat fakta bahwa Milan merupakan tim dengan gelar UCL terbanyak kedua di bawah Real Madrid. Jangankan hingga kompetisi Eropa, Milan bahkan belum mampu untuk kembali bersaing di kompetisi domestik. Juventus masih menjadi raja dengan raihan sembilan gelar beruntun.

Perubahan Dimulai dari Atas
Perusahaan investasi asal Amerika, Elliott Management Corporation mengambil alih kepemilikan Milan dari pebisnis Cina, Li Yonghong. Elliott membenahi keuangan Milan yang bermasalah dan sempat melanggar aturan Financial Fair Play (FFP). Dana sebesar €50 juta dikeluarkan perusahaan milik Paul Singer itu untuk memperbaiki kondisi finansial klub.

Elliot juga menggarap ulang jajaran direksi Milan. Salah satu yang paling mencolok adalah ditunjuknya Ivan Gazidis sebagai CEO. Sebelumnya, ia memegang jabatan serupa di Arsenal selama 10 tahun.

Masuknya legenda klub Paolo Maldini sebagai direktur teknik pada Juni 2019. Jabatan ini membuat ia memiliki pengaruh terhadap Milan baik di dalam dan luar lapangan.

Selain itu ada nama Geoffrey Moncada yang ditunjuk sebagai kepala pemandu bakat Milan setelah sebelumnya bekerja enam tahun untuk AS Monaco. Moncada terbukti sukses menemukan berbagai bakat yang akhirnya dipoles oleh Monaco, termasuk berkembangnya Kylian Mbappe.

Kepiawaian Pioli

Setelah Milan terdampar di urutan 13 dengan hanya mengoleksi 9 poin dari 7 laga, Stefano Pioli kemudian ditunjuk sebagai pelatih sementara dengan Ralf Rangnick dicanangkan mengambil alih pada akhir musim.

Namun secara mengejutkan Gazidis perlahan memberi kepercayaan penuh pada Pioli usai Milan tak terkalahkan di semua kompetisi usai jeda pandemi. Pioli mampu mengubah gaya bermain Milan dengan Bayern Munchen sebagai kiblat. Pioli mengakui hal tersebut, yang kita semua tau bahwa permainan Bayern sangat intens dan agresif. Pioli mengaplikasikan nya untuk menekan lawan di area yang tinggi dengan sepakbola menyerang ditambah pemain cepat dan berbakat.

Pioli membawa Milan tampil dengan formasi 4-2-3-1 menerapkan high pressing dengan orientasi pemain untuk merebut bola di area yang tinggi. 4 komponen serangan akan disupport oleh Franck Kessie dan Ismael Bennacer untuk pressing gelandang lawan yang turun menjemput bola.

Ketika menyerang, Milan memiliki banyak alternatif. Mereka bisa membangun serangan dari bawah dengan dua bek tengah Simon Kjaer atau Alessio Romagnoli. Namun jika lawan menekan dengan intens, Milan memiliki opsi untuk bermain langsung ke depan tanpa membangun serangan dari bawah, dengan Zlatan Ibrahimovic sebagai target.

Pioli juga memberi kebebasan bagi pemain untuk bergerak keluar dari posisi, tidak hanya Calhanoglu sebagai pemain nomor 10 yang bebas mengeksplor berbagai sisi lapangan. Ibra terlihat sering turun sehingga sayap Milan kerap masuk mengisi area sentral. Area sayap kemudian diback up oleh fullback Hernandez dan Davide Calabria. Meski begitu, Ibrahimovic tetap bisa menjadi bagian akhir dari serangan.

Efek Zlatan

Performa Milan memang mulai naik usai pemain Swedia ini masuk pada bursa transfer musim dingin lalu.

Ibrahimovic adalah seorang pemain kelas dunia, tapi sulit dipercaya ia bisa memberi perubahan sebesar itu untuk sebuah klub. Dengan usianya yang menginjak 39 tahun, kontribusinya untuk Milan bukan hanya sekedar performa saat pertandingan, tapi mental juara yang ia punya memberi suntikan moral bagi pemain-pemain muda di pertandingan maupun latihan.

Ibrahimovic sembari membina pemain muda yang melakukan kesalahan saat latihan. Menurut Hernandez, Dia menuntut banyak dari pemain muda saat latihan dan pertandingan, dia juga paham cara membina usia muda di Milan. Dia mendukung dan membantu para pemain muda AC Milan.

Semua tim Serie-A mesti waspada, karena Milan mulai berbenah dari berbagai aspek. Sembari Elliot dan Gazidis mengelola Milan di ruang manajemen, Pioli mulai meracik tim berkualitas di lapangan dengan bantuan Ibrahimovic yang menjadi pemain senior. Hingga pekan ketujuh, Milan sukses mengunci kemenangan di lima laga dan memuncaki klasemen sementara Serie A. Jika mampu tampil konsisten, pernyataan Ibrahimovic tentang Scudetto yang bakal jadi milik Milan bukan hal mustahil.

---------------------------------

emoticon-Rate 5 Staremoticon-Shakehand2emoticon-Cendol Ganemoticon-Jempol
Diubah oleh FootballStory 12-11-2020 12:46
tien212700Avatar border
LemonJrAvatar border
hydenistaAvatar border
hydenista dan 34 lainnya memberi reputasi
33
6K
82
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan