markandesAvatar border
TS
markandes
Kelelawar Raksasa Gunung Salak
Misteri Kelelawar Raksasa

Pesawat berguncang hebat, para penumpang berteriak panik. Tak kusangka pesawat Sukhoi superjet 100 yang kutumpangi dalam rangka penerbangan demonstrasi kini berubah haluan menuju gerbang kematian. Setelah pilot mengumumkan akan melakukan pendaratan darurat, suara tabrakan segera memenuhi badan pesawat, disusul ledakan dari arah depan. Dahan-dahan pohon menyeruak masuk, sempat kurasakan dedaunan dan dahan-dahan menyobek kulit sebelum goncangan besar membuat kepalaku terbentur lalu semuanya gelap.

***

"Dit, Radit! Bangun, Dit."

Tangisan seorang wanita sayup-sayup terdengar memanggil namaku. Ah, syukurlah aku masih hidup. Segera kubuka mata yang langsung disuguhi pemandangan menyeramkan, istilah kapal pecah benar-benar nyata di sini. Aku tercengang melihat badan kapal yang telah terkoyak habis, api membara dari depan dan sayap pesawat, banyak penumpang yang tertusuk dahan pohon, darahnya membasahi kursi-kursi. Tangisan wanita kembali menyadarkanku bahwa bukan hanya aku yang selamat di sini.

"Sarah!"

Kulihat sarah di kursi belakang, tangan kanannya tertimpa pecahan badan pesawat. Saat kulangkahkan kaki untuk menolongnya, sontak aku meringis menyadari kakiku yang tak bisa bergerak karena sebuah patahan dahan pohon menembus pahaku.

Aku berteriak selendang mungkin saat kucabut dahan itu, meninggalkan lubang daging segar yang tak henti-hentinya mengalirkan darah.

"Sarah, tahan sebentar!" titahku sebelum mencabut patahan badan pesawat yang menancap di lengan kanannya. Sekali lagi aku tergelak saat melihat lengannya telah terpisah. Patahan badan pesawat itu memotong lengannya.

Kami berdua keluar menuju hutan rimba setelah sebelumnya tidak menemukan persediaan medis untuk luka berat seperti ini.

Dengan tertatih, kudekati api yang masih berkobar sambil membawa kayu yang berserakan. Tak ada jalan lain lagi, kalau aku ingin menghentikan pendarahan ini harus kulakukan cara satu-satunya meskipun akan sakit sekali. Menempelkan luka ini di besi panas!

***

"Kita di mana?"

Tanyaku pada Sarah setelah keadaan sudah sedikit tenang. Sisa lengannya kini telah berhenti berdarah, begitupun pahaku setelah menempelkannya ke besi panas.

"Gunung Salak, Bogor. Aduh, gimana nih, Dit? Cuma kita berdua yang selamet!" Sarah mulai risau, yah ia memang selalu risau.

Kami berdua adalah wartawan salah satu stasiun televisi swasta yang diundang dalam penerbangan demonstrasi pesawat Sukhoi superjet 100 dari bandara Halim Perdanakusuma-Pelabuhan Ratu-Halim Perdanakusuma. Tak terkalahkan olehku bahwa penerbangan liter kedua ini akan berakhir tragis, padahal penerbangan liter pertama berjalan mulus tanpa hambatan.

"Kita cuma bisa nunggu bantuan, mungkin sekitar tiga hari lagi mereka dateng. Mending kita cari makan, gua lapar nih," ucapku pada gadis berkuncir kuda itu, semoga saja ia bisa lebih tenang.

Hari sudah petang, suara binatang penunggu hutan sangat berisik di sini. Tidak ada jalan setapak sama sekali, aku harus menembus semak belukar dan akar pohon besar dengab kaki pincang untuk mencari buah-buahan.
Seringkali kutemukan kucing hutan yang menggeram saat kami kebetulan berpapasan, atau ular yang diam di dahan pohon, dan entah hewan apa lagi yang menghuni hutan gunung ini. Semoga saja aku tak bertemu macan.

"Ahool! Ahool!"

Kutengok kanan kiri mencari sumber suara itu.

"Suara apa itu, Dit?"

Sarah menggenggam tanganku erat, aku sendiri hanya bisa menelan salib berisi ketakutan.

"Ahool! Ahool!"

Suara itu semakin dekat, kugenggam sebilah pisau yang kudapat dari dapur pesawat. Bersiap-siap dengan kemungkinan terburuk yang akan terjadi.

Bayangan hitam berkelebat di balik pepohonan, terbang sambil mengeluarkan bunyi "Ahool!" berkali-kali. Cahaya senja yang tertutup rimbun dedaunan, juga kabut gunung yang mulai menebal membuat makhluk itu tak dapat terlihat jelas. Hingga bayangan hitam itu hinggap tepat di dahan pohon di atas kepalaku, membuat Lututku langsung tak berisi. Mulut pun tercekat tak bisa berkata kata.

Seekor kelelawar raksasa hinggap terbalik di dahan itu, ukuran badannya sebesar anak 10 tahun. Kepalanya berbulu cokelat seperti kepala monyet, matanya merah menyeramkan seakan berisi kebencian.

"Sarah, jangan teria—"

"Aaaaaahhhhh!!" Gadis itu malah menjerit sambil berlari ke belakang. Kelelawar raksasa itu sontak berteriak "Ahool! Ahool!" lalu mengejar Sarah. Saat kelelawar terbang, kuperkirakan lebar sayapnya sekitar tiga meter! Belum pernah aku melihat kelelawar seperti ini.

Akh, sial!

Aku berlari mengejar Sarah dengan kaki pincang, kulihat kelelawar itu mencenkeram pundak Sarah dengan kakinya lalu memakan kepala gadis itu sedikit demi sedikit. Aku terduduk lemas sambil melihat darah bermuncratan dari kepala gadis itu, sementara di kelelawar raksasa melahap mangsa di depannya dengan lahap sambil mengeluarkan bunyi berdecit.

Kelelawar itu berhenti sejenak lalu mengeluarkan bunyi "Ahool!" dengan nada panjang berkali-kali. Tak lama kemudian kepakan sayap terdengar memenuhi sela sudut pepohonan. Dari balik bayang-bayang dedaunan, kulihat kelelawar yang sama sedang mendekat, jantungku berdebar sekaligus hampa melihat kelelawar raksasa datang berbondong-bondong. Mata merah mereka menatap tajam ke arah mayat Sarah, juga ke arahku.

Tamat.

*Cerita hanya sekadar fiktif belaka
Diubah oleh markandes 28-10-2020 03:32
indrag057Avatar border
lumut66Avatar border
tien212700Avatar border
tien212700 dan 13 lainnya memberi reputasi
10
3.5K
18
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan