diasyazizahAvatar border
TS
diasyazizah
Untuk Menjawab Pertanyaan "Kok Bisa Nggak Linier?"
Curahan Hati Part #1
Seperti layaknya orang biasa, saya juga ingin lekas lulus dan bekerja di bidang yang linier dengan background pendidikan. Udah kuliah lama banget, siapa sih yang nggak pengen manfaatin ijazahnya buat kerja?. Namun, tampaknya jalan rezeki mengatakan lain.
Setelah sidang (belum menerima ijazah) saya langsung dipaksa terjun di dunia bisnis oleh kedua orang tua. Awalnya saya menolak, sebab merasa ini bukan jalan yang saya mau. Nggak passion lah. Namun, saya tidak tega untuk benar-benar menolak tawaran itu karena waktu itu orangtua saya bisa dikatakan beneran hampir gulung tikar. Tidak ada satupun karyawan yang tersisa untuk meneruskan bisnis keluarga. Oke, saya terima dengan niat membantu, toh ijazah juga belum keluar.

Mungkin karena awalnya sudah terpaksa. Setiap hari saya merasa sangat terbeban. Banyak sekali jobdesc yang harus saya lakukan, mulai dari recruitment karyawan, mencari klient hingga menerima komplain dari pihak yang sudah bekerjasama. Jika teman saya yang lain mulai resah mencari pekerjaan, saat itu justru saya ingin segera lepas dari pekerjaan ini. Saya merasa tidak bisa, karena tidak punya ilmu untuk menjalankan kembali bisnis ini. Akhirnya saya menyerah, saya kembalikan tanggung jawab tersebut ke orang tua saya, tapi alhamdulillah saat itu kami sudah punya beberapa karyawan.

Tak lama setelah resign, saya mencoba peruntungan bekerja di bidang yang memang sesuai dengan latar belakang pendidikan saya yaitu menjadi guru. Waktu itu saya mengajar di sekolah swasta tingkat akhir dan di salah satu lembaga bimbingan belajar. Pekerjaan tersebut membuat saya nyaman, tak banyak tantangan yang berarti. Hingga pada satu titik saya terjebak dalam zona nyaman, tak ingin lebih lama terjebak di zona nyaman. Akhirnya saya memutuskan untuk resign dengan niat ingin merantau ke kota besar untuk menambah pengalaman.



Hari-hari kembali saya jalani sebagai pengangguran. Kali ini benar-benar berstatus pengangguran, bukan lagi mahasiswa akhir yang menunggu wisuda. Status ini membuat saya merasa useless dan malu. Aih-alih mencari pekerjaan sesuai ijazah, yang terpenting bagi saya saat itu adalah kembali mendapat pekerjaan di bidang apapun itu. Keadaan ini menjadi lebih parah sebab pandemi covid-19. Sejak ada pandemi ini, bisnis keluarga kami tutup total, sudah tak ada harapan lagi. Sebagai anak pertama, tentu saya tak ingin menambah beban orang tua terutama masalah finansial.

Jobstreet, instagram loker, glassdoor, linkedIn dan beberapa platform yang menyediakan lowongan pekerjaan coba saya apply satu persatu. Setidaknya ada 3-5 lowongan yang saya apply setiap hari. Di minggu ke dua masa pencarian kerja, akhirnya ada satu Cv yang menghubungi saya. Singkat cerita saya langsung ke tahap wawancara dan alhamdulillah lolos.

Ekspetasi saya di hari pertama kerja di tempat tersebut sangat membosankan. Bayangan saya kerja jadi admin online itu jobdescnya flat, kerjaanya hanya membalas chat dari pelanggan. Namun hal itu terbantahkan ketika pak boss memanggil saya ke ruang atas untuk melakukan brifing. Ternyata pekerjaan saya adalah digital marketing, ada target klient dan juga harus mengajukan strategi marketing. Lalu lengkaplah penderitaan saya ketika pak bos bilang “saat ini anda menjalani training 3 bulan, sebelum training selesai tidak diizinkan resign, bagaimana mbak sanggup atau tidak?”. Dengan mantap saya katakana “sanggup pak” bukan karena emang beneran sanggup tapi butuh duit. Urusan marketing bisa? Jelas tidak, dari sekian kualifikasi sebenranya saya hanya memenuhi di bagian bisa copywriting. Tentang dari mana keahlian ini berasal? Jawabanya dari kelas online skill academy by ruang guru, dan juga praktik dengan bisnisnya teman saya.

Awal menjalani pekerjaan ini sangatlah sulit. Siapa yang mau bangun rumah pas pandemi gini? Keluar rumah aja nggak boleh, karyawan banyak yang kena PHK, bisnis gulung tikar. Yaa tapi harus dapat klient. Dari kejadian itu saya banyak belajar tentang marketing dari pak boss sendiri. Kebetulan pak boss ini termasuk pribadi yang super duper baik kuadrat. Saya sering ditawarin pakai tools optimalisasi macam virol, trilo dan yang lain. Dengan catatan tools tersebut beneran mampu efektif untuk meningkatkan penjualan. Meski begitu, saya tetap merasa sangat kesulitan. Hampir setiap hari saya bekerja tanpa semangat, ingin cepat-cepat mengakhiri masa training.

Hingga bulan empat tiba, status saya bukan lagi karyawan training. Seperti tidak percaya saya bisa bertahan sejauh ini. Hal ini bisa terjadi karena lingkungan kerja saya yang sangat suportif (baik dari bos maupun sesama karyawan). Selain itu, tanpa sadar saya tertarik dengan bidang ini. Ada beberapa kelas online tentang digital marketing yang rela saya bayar untuk meningkatkan skill. Yang semula bekerja hanya untuk mencari uang dan bertahan hanya untuk menghabiskan masa training. Kini bergeser jadi sesuatu yang ingin saya jalani seumur hidup.

Keputusan untuk menekuni dunia marketing terbentuk saat saya bergabung dalam sebuah grup telegram tentang kepenulisan. Suatu hari, grup tersebut berbagi materi tentang pemasaran buku. Mengapa pemasaran ini penting? Bukankah saat menerbitkan buku harus diniatkan untuk sharing ilmu bukan untuk profit pribadi semata? Lantas kenapa harus memikirkan pemasaran agar buku yang terjual banyak? – ujar saya dalam hati. Kemudian saya lanjutkan lagi voice record tersebut setelah menjedanya sesaat. Kebetulan banget, pertanyaan dalam hati saya tadi terjawab kali ini. Benar bahwa tujuan penulis adalah ingin berbagi pemikiranya lewat tulisan, jadi penulis pasti senang kalau bukunya tersebar merata di seluruh penjuru negri, bukan?. Nah, untuk bisa tersebar ke seluruh penjuru negri maka dibutuhkan seni marketing. Hal tersebut sama dengan semakin banyak yang membeli maka semakin banyak yang membaca. Dan semakin banyak yang membaca, maka artinya semakin luas pesan penulis tersampaikan.

Belajar dari hal di atas, saya sadar bahwa mungkin terkadang marketing bukan hanya soal profit dalam bentuk uang. Ilmu ini dapat membantu seseorang menyebarkan kebaikan. Dengan demikian saya korelasikan ilmu marketing ke hal lain misalnya tentang seseorang yang merasa keahlianya kurang dihargai oleh lingkungan sekitar. Tak jarang orang seperti itu justru mencap dirinya lah yang tidak layak untuk lingkunganya, padahal mungkin lingkunganya lah yang tidak tepat. Seperti salah satu ilustrasi gambar yang saya temukan.
“ada seseorang yang menukarkan koin langka ke pedagang biasa, yang dia dapat hanyalah penolakan sebab koin tersebut sudah tak bisa digunakan untuk transaksi jual beli di masa kini, tapi ketika koin tersebut ditukar ke kolektor barang antik, yang ia dapatkan justru nominal besar yang tak terduga sebelumnya”.
Hal tersebut menujukan bahwa tak ada hal yang tak berharga, tugas kita hanyalah mencari wadah yang tepat. Sekali lagi hal tersebutlah yang mematapkan saya untuk menekuni ilmu marketing, walau sebenarnya sangat pesimis bisa sukses dalam bidang satu ini.
Tentang mengapa saya pesimis, tentunya bukan sekedar rasa takut yang tidak dilandasi fakta. Ada pemikiran panjang di baliknya.

Inshallah bakalan saya share cerita lagi minggu depan.
Kenapa sih share” gini? Narsis amat
Gak ada teman curhat ya?

Tujuan saya share ini adalah curhat, dan kenapa curhatnya gak ke temen aja karena saya ingin keresahan ini dibaca lebih banyak orang.
Jauh dalam hati saya ingin meginspirasi, tapi saya juga sadar. Diri saya belum pantas disebut inspirator, banyak tokoh di luar sana yang lebih layak meyandang predikat itu.
Saya hanya ingin menjadi teman untuk teman-teman yang mungkin memiliki keresahan yang sama.
Ini lho ada saya.
Kamu nggak sendirian.


Mungkin sekian dulu cuhat saya kali ini hehe.
Maaf kalau masih rancu nyusun kalimatnya
See u guys!





aripmaulanaAvatar border
tien212700Avatar border
CahayahalimahAvatar border
Cahayahalimah dan 4 lainnya memberi reputasi
5
662
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan