robbola
TS
robbola
murid baru terakhir di hati

“La,,, Lala,, bangun. udah jam tujuh.” Teriak ibu dari balik pintu.

Auto lompat dari tempat tidur, menarik handuk dan cepat menuju kamar mandi. “Aku sudah bangun, bu..”

Aku Lala. Gadis berusia empat belas tahun yang sedang duduk dibangku kelas dua sekolah menengah pertama. Aku cukup terkenal disekolah, selain karena cantik aku juga ketua kelas dan berprestasi.

“Ibu..” teriakku sesaat setelah mandi dan menyadari Ibu membohongiku lagi.

Ibu selalu seperti itu. Membangunkanku sejak jam lima dan mengatakan sudah jam tujuh. Dan anehnya aku selalu masuk dalam perangkapnya. Malaikat itu benar-benar hebat.

“Anak gadis ngak boleh bangun didahului matahari. Maafkan Ibu, ya..”

“Baiklah.” Aku sengaja mematikan semua alarm saat sedang datang bulan. Ya, agar bisa tidur sedikit lebih lama. Tapi kalau ngak halangan, aku bangun awal pagi kok.

Mengenakan seragam kebanggaan dan keluar menemui Ibu yang sedang sibuk menyiapkan sarapan pagi. “Selamat pagi, Bu.” Sapaku saat tiba di meja makan.

“Pagi, sayang. Petugas upacarakan?” tanya ibu.

Walah,, aku sampai lupa. Hari ini, hari senin dan aku ditugaskan menjadi pembawa bendera. Harus cepat berangkat agar bisa berlatih dulu.

“Makasih ya, bu. Sudah membangunkanku dan sekarang mengingatkanku.”

“Sama-sama.”

“Ayah dimana, bu?”

“Ayahmu sudah berangkat lebih awal. Katanya ada yang mau diurus.”

“Oke. Aku juga berangkat ya, bu.” Meraih tangan malaikatku dan mencium punggung tangannya. “Assalamu’alaikum, Bu.”

“Wa’alaikumussalam warahmatullah. Fii amanillah.”

Jarak rumah kesekolah tidak begitu jauh, dan aku memilih berjalan kaki. Sekalian olahraga pagi. Ayahku pebisnis, ibuku seorag ibu rumah tangga yang baik. Aku anak tungga. Jadi, perhatian orang tua sepenuhnya hanya untukku.

***

Upacara selesai. Menunggu guru dikelas sembari membaca buku menjadi hal yang selalu aku lakukan. Itu lebih baik dibanding harus duduk bersama teman-teman dan menceritakan teman yang lainnya.

“Lala, kamu dipanggil wali kelas. Beliau menunggu di ruangannya.” Ucap salah satu temanku. Mungkin dia perintahkan Ibu Sarma.

“Oke. Terimakasih.” Menjawab dan memberi senyuman untuknya.

Cantik, berprestasi dan dipercayakan menjadi ketua kelas, tidak membuatku sombong. Semua wanita cantik, semua orang berprestasi pada bidangnya masing-masing. Saat ini Allah sedang mempercayakan aku yang berada diurutan nomor satu itu.

Mengetuk pintu dan memberi salam meski pintunya sedikit terbuka. Terdengar jawaban salam dari dalam dan mempersilahkanku masuk. Dengan hati-hati aku mendorong daun pintu itu.

Mataku langsung tertuju pada seorang pria tampan nan gagah yang berada didepan meja Ibu Sarma. Dia melempar senyum padaku. Jantungku menjadi tidak karuan. Jangan senyum padaku, aku mohon. Kau terlalu mempesona, aku bisa pingsan disini karena senyuman itu.

“Ibu memanggil saya, bu?” tanyaku hati-hati.

“Iya. Ini Rangga, murid baru disekolah kita.”

Aku melirik kearahnya. Lagi-lagi dia tersenyum ramah padaku. Wajahnya yang tampan, dengan tubuh yang tinggi semampai, hidung lancip bagaikan pisau, berkulih putih bening sebening embun dipagi hari, bibir tipis bak triplek, lengkap dengan cacat dipipi yang menambah manis senyumannya, maksudanya lesung pipi. Heheheh,,

“Diantar ke kelas dan berikan dia tempat duduk.”

“Baik, bu.”

Kamipun keluar pria tampan itu mengekor dibelakangku. Semoga aja, cowok beriman. Jangan nakal ya pleasee,,, kalau tampan, pintar dan ngak nakal ‘kan, luar biasa. Siapa tahu ‘kan minat sama aku. ‘kan masih siapa tahu, belum ada yang tahu.

Dia berjalan dengan begitu gagah. Aku jadi minder berjalan bersamanya, dia terlalu tinggi. Sementara aku, satu meter kotor.

Saat tiba dikelas, aku mempersilahkannya memperkenalkan diri. Aku menggantikan Ibu Sarma, karena beliau ada urusan lain. Memberikannya tempat duduk yang berada disampingku. Kebetulan kosong, dari pada diisi tas terus. Kalau ada cowok tampan yang isi, kenapa ngak. Iyakan?

***

Pria itu terlalu cool. Seminggu berada dikelas ini, namun tak pernah aku dengar dia berbicara banyak pada orang lain. Suaranya hanya akan terdengar saat pembelajaran berlangsung.

Pria ini benar-benar mengganggu imanku. Aku sudah mabuk kepayang dibuatnya sejak pertama kali melihatnya. Apakah dia merasakannya? Aku harap tidak.

Mungkin inilah yang terbaik. Cukup diam dan jangan berbicara padaku. Aku tak yakin mampu berkomunikasi dengan baik padanya.

Pembelajaran berlangsung dia terlihat begitu fokus. Maafkan aku yang kadang kalah dengan godaan setan dan mencuri-curi pandang padanya.

Tapi aku cukup sadar. Mana mau dia sama aku yang satu meter kotor ini? sementara dia? sangat tinggi bak tiang listrik. Egois banget sih. Ini pasti karena ambil jatah double waktu pembagian tinggi.

***

Benda pipihku Cumiik. Ada panggilan masuk. Namun nomornya tak dikenal. Malas dijawab. Kalau dua kali atau tiga kali baru aku jawab, itu artinya penting.

Oke, ini yang ketiga. Menggeser tombol hijau dan tersambung. “Assakamu’alaikum, Ukhty.” Terdengar suara pria yang asing diseberang.

Tapi, cieee dipanggil ukhty. “Wa’alaikumussalam warahmatullah. Maaf siapa, ya?” tanyaku hati-hati.

“Aku, Rangga.” Jawabnya

Bukkk, jantungku seperti terpukul dan ingin keluar. Ini serius?

“Maaf Rangga siapa, ya?” sok-sok bertanya. Sok kalem gitu.

“Murid pindahan, teman sekelasmu dan yang duduk disebelahmu.”

Widihhh, lengkap ya. Ini memperkenalkan diri atau emosi! “Iya, Ada apa?”

“Boleh pinjam buku matematika anti?”

Jangankan buku, hati juga boleh. Mau diambil apalagi. Boleh banget gan.

“Oh,, iya boleh. Besok aku bawakan.”

“Oke, terimakasih. Assalamu’alaikum.” Sambungan terputus.

“Wa’alaikumussalam warahmatullah Cogan.” Lirihku dengan memeluk benda pipih itu.

***

Setelah malam itu tak ada lagi percakapan antar kami berdua. Semua berjalan normal, dia juga terlihat tidak tertarik denganku. Saat mengembalikan bukupun tak ada kata istimewa yang terucap. Hanya ucapan terimakasih. Datar banget tuh cowok. Untungnya ganteng, kalau ngak? Sudah aku kutuk dia.

Dia datanng dan menggeser posisiku menjadi nomor satu. Membuatku membencinya. Berani sekali merebut posisiku. Oke, bendera perang aku kibarkan. Semenjak itu, aku tak pernah lagi mau melihatnya. Kami menjadi lawan dalam memperebutkan posisi nomor satu. Tapi, dia hebat. Bisa merebut posisiku meski dia murid baru.

Setiap semesternnya kami selalu bergantian posisi. Kadang dia diatas, kadang dia dibawahku. Pertempuran itu menjadi sengit saat menuju penglulusan. Siapa yang akan keluar sebagai pemenangnya. Dan alhamdulillah, akulah pemenangnnya. Aku lulusan terbaik dari sekolahku dan dia berada satu tingkat dibawahku. Perbedaannya sangat tipis. Hanya 0,08. Tak perlu berapa, yang pasti aku pemenangnya.

Dia mungkin marah dan tak mengucapkan apapun padaku saat perpisahan.

Melanjutkan pendidikan kejenjang selanjutnya. Kami terpisah, aku tak tahu dia melanjutkan pendidikannya dimana. Satu hal yang pasti, dia sangat berkesan dihati.

***

Melanjutkan ke sekolah menengah atas dan menyelesaikan hingga study S2. Menggapai cita-citaku menjadi pebisnis hebat seperti ayah. Semua telah tercapai, usiaku yang sudah memasuki dua puluh empat membuatku merasa ada yang kurang dalam hidup. Teman-teman seumuran denganku sudah menikah dan bahkan ada yang sudah menimang anak. Aku terlalu fokus pada cita-cita hingga lupa dengan cinta.

Pagi itu aku ada urusan bisnis diluar rumah dan aku berangkat sejak pagi. Saat jam makan siang, gawaiku Cumiik. Ada telfon dari Ibu. Tumben ibu menelfon siang begini.

“Assalamu’alaikum, Bu.” Sapaku saat menyambungkan panggilan.

“Wa’alaikumussalam warahmatullah. Masih sibuk? Bisa pulang sekarang?” ucapan ibu terdengar tergesa-gesa.

“Ada apa, Bu? Ibu baik-baik saja ‘kan?” tanyaku khawatir.

“Ibu baik-baik saja. Cepat pulang, ya?”

“Iya, bu.”

Panggilan ditutup. Aku bergegas pulang. Melajukan mobil dengan kecepatan diatas rata-rata. Saat tiba didepan rumah, ada mobil putih lain. Dan bukan milik ayah. Apa ayah membeli mobil baru? Agh, tidak mungkin.

Dengan cepat aku masuk ke rumah. Dan betapa terkejutnya aku. Disitu ada pria yang samar-samar diingatan. Dia melempar senyum. Aku seperti mengenal senyum itu. Menatapnya dengan sedikit mengecilkan mataku, mencoba mengingat siapa pria yang sedang duduk dengan posisi diapit oleh wanita dan pria berusia senja.

Ayah memintaku duduk disebelahnya. Pria itu memperkenalkan dirinya dan menyampaikan niat baiknya.

“Jadi, aku ingin melamar putri bapak.”

Mataku terbelalak. Apa? Ini bukan mimpikan? Ini seriuskan? Dia bener Rangga lawanku di SMP dulu?

Dia makin tampan saja. Dulu dia terlihat tidak tertarik denganku. Tapi, lihat sekarang. dia melamarku. Pesonaku melekat dihatinya dan tak mau lepas. Aduh, jadi malu tapi mau. Mau banget.

“Lala..” panggil ibu dengan tangan melambai didepan wajahku.

“Gimana?” tanya Ayah.

Tanpa banyak bicara, aku menatapnya dan mengangguk “Mau. Mau banget.”

Ibu mencubit perutku. Membuatku sadar, ya ampun.. kenapa tidak bisa anggun sedikit sih. Diam dulu bentar biar dia deg deg gimanaa gitu. Malu-maluin aja. Tapi udah terjadi biarlah ya.. yang penting nikah. Sama pangeran ganteng pula. Aduhh,, kamu memang yang terbaik.

#End..
husnamutiaindrag057sitinur200
sitinur200 dan 4 lainnya memberi reputasi
5
1.1K
1
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan