Tragedi 9/11 (11 September 2001) dikenal sebagai peristiwa terorisme masa modern terbesar yang pernah terdokumentasikan. Ada 2977 korban tewas dan sekitar 6000 korban luka-luka. Peristiwa ini berawal dari pembajakan empat pesawat komersil oleh 19 orang dari kelompok Al-Qaeda yang dipimpin Osama Bin Laden. Empat pesawat yang dibajak terdiri dari American Airlines Flight 11 yang berisi lima teroris, United Airlines Flight 175 yang berisi lima teroris, American Airlines Flight 77 yang berisi lima teroris, dan United Airlines Flight 93 yang berisi empat teroris. Metode pembajakan yang dilakukan yaitu mengambil alih kokpit dengan cara membunuh pilot. Ancaman bom juga dilakukan agar para kru lain serta penumpang tidak melakukan perlawanan.

Dua diantaranya, American Airlines Flight 11 dan United Airlines Flight 175, menabrakkan diri ke dua Menara Gedung World Trade Center (WTC) di Kota New York. American Airlines Flight 11 menabrak Menara Utara pukul 8:46 a.m dan United Airlines Flight 175 menabrak Menara Selatan pukul 9:03 a.m, hanya berselang 17 menit saja.

Kejadian yang sangat tidak terduga ini membuat kepanikan di seluruh penjuru Kota New York. Banyak yang menjauh, banyak juga yang mendekat untuk merekam peristiwa yang nantinya akan selalu diingat dalam kenangan traumatis seluruh warga Amerika Serikat.

Orang-orang yang berada di dalam Gedung WTC berlarian keluar untuk mengevakuasi diri. Para petugas pemadam kebakaran dan polisi dikerahkan dalam jumlah besar untuk melakukan evakuasi massal. Namun ada satu hal lain dari peristiwa ini yang sangat tragis, yaitu nasib orang-orang yang terjebak di bagian atas menara gedung.

Kedua pesawat menabrak bagian tengah atas masing-masing menara gedung, lalu meledak dan membuat lubang yang dikenal dengan 'trap hole'. Lubang ini memiliki tinggi sekitar 3-5 tingkat dan luas hampir setengah dari keseluruhan lebar gedung. Akses seperti tangga atau lift untuk menuju ke bawah bagi orang-orang yang terjebak di lantai diatas 'trap hole' musnah tak tersisa karena tabrakan dan ledakan. Api yang mulai membesar membuat hawa seperti panas terbakar, asap hitam tebal membuat oksigen menipis dan membutakan jarak penglihatan. Orang-orang yang terjebak tersiksa rasa terbakar serta kesulitan bernafas, namun tetap berusaha menjadi jalan keluar. Sebagian besar dari mereka mulai menghancurkan kaca untuk mengambil udara segar. Dari sini, sebuah fenomena tragis akan terjadi : orang-orang mulai berpikiran untuk terjun.

'The Jumpers' pertama terlihat di salah satu jendela lantai 93 Menara Utara sekitar empat menit setelah pesawat pertama menabrak. Ia melompat begitu saja.

Kelly Reyher, salah satu dari sedikit orang yang selamat, mendeskripsikan fenomena 'The Jumpers'. Menurutnya, tidak semuanya jatuh karena melompat. Saat kejadian, ia sedang berada di lantai 100 Menara Selatan. Tiba-tiba saja terdengar suara ledakan hebat dari menara gedung seberang. Ledakan itu membuat lubang besar, kertas dan debu beterbangan. Orang-orang diatas lubang yang selamat dari ledakan mulai merangkak kebawah serta melewati pinggiran menara gedung. Namun karena asap tebal menganggu pernapasan dan penglihatan, orang-orang itu kehilangan keseimbangan lalu terjatuh.

Tidak ada harapan. Orang-orang terjebak ini hanya dihadapkan oleh pilihan antara mati terbakar, mati kehabisan napas, atau mati terjatuh dari menara gedung. Mereka memilih terjun karena instant deathlebih baik daripada siksaan mati terbakar atau kehabisan napas. Sungguh pilihan yang sangat pahit.

Bisa dibayangkan nasib orang-orang yang terjun dari menara gedung tersebut. Kecepatan jatuhnya diperkirakan mencapai 150 mph dengan waktu rata-rata 10 detik sampai mereka membentur dasar. Suara benturannya sangat keras terdengar. Ditambah, para korban yang terjun ini membentur semen dan aspal yang mana merupakan material padat. Dalam suatu wawancara langsung, seorang saksi mata mendeskripsikan kondisi mayat 'The Jumpers' seperti 'saus tomat muncrat'.

Ada beberapa cerita yang berhubungan dengan 'The Jumpers'. Jack Gentul, tidak bisa membayangkan bagaimana kondisi istrinya di momen terakhir. Alayne Gentul, istri Jack yang menjadi salah satu korban tewas, menjabat sebagai Wakil Presiden Direktur salah satu perusahaan investasi yang berkantor di Menara Selatan. Ketika pesawat menabrak, Alayne pergi ke lantai 97 untuk membantu evakuasi para karyawannya. Naas, ia malah terjebak disana. Alayne kemudian menelpon Jack. Ia berkata dirinya terjebak dan mulai mengalami sulit bernapas karena asap tebal masuk ke ruangannya. "Aku takut", kata Alayne dengan suaranya yang semakin melemah. Jack hanya mampu menenangkan, "Sayang, ini akan baik-baik saja, ini akan baik-baik saja, ini akan baik-baik saja, kamu pasti bisa turun kok". Ketika sambungan telepon terputus, Jack depresi berat karena tidak mampu melakukan apa-apa untuk istrinya. Mayat Alayne berhasil ditemukan lumayan jauh dari lokasi menara gedung yang telah roboh. Tubuhnya tidak utuh. Diduga kuat, ia melompat.

James Logozzo sedang berada di lantai 72 ketika pesawat kedua menabrak menara gedungnya, Menara Selatan. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri beberapa orang yang terjun melewatinya. Ketika ingin menengok kebawah dari kaca untuk melihat kondisi mereka, tiba-tiba seorang wanita terjun dari atas tepat didekatnya. Ia menjelaskan wajah wanita itu terlihat syok, namun tidak ada teriakan sama sekali.

Danny Suhr, seorang petugas pemadam kebakaran, tertimpa potongan badan bagian bawah yang terjatuh dari atas menara gedung. Kapten Petugas Pemadam Kebakaran New York, Paul Conlon, yang saat kejadian posisinya tidak jauh dari Danny menjelaskan "ketika ia tertimpa, benturannya sangat kuat hingga suaranya seperti 'meledak'". Danny langsung meninggal di tempat karena trauma kepala.

Total 'The Jumpers' diperkirakan sekitar 200 orang dihitung dari saksi mata serta dokumentasi. Sebagian mayat dari mereka tetap tidak teridentifikasi sampai sekarang karena telat dievakuasi dari tempat kejadian. Saat itu petugas pemadam kebakaran dan polisi hanya menutup mayat 'The Jumpers' dengan kain untuk sementara karena sibuk mengevakuasi korban selamat dari menara gedung. Tidak lama kemudian Menara Selatan rubuh, lalu disusul oleh Menara Utara yang juga rubuh. Mayat 'The Jumpers' akhirnya menyatu dengan material serta mayat-mayat yang tertimpa reruntuhan. Impactbeban yang sangat besar membuat tubuh mereka menjadi hampir mustahil dikenali.

Fenomena 'The Jumpers' sempat menjadi pembahasan tabu untuk waktu yang lama. Kepasrahan tragis para korban terjebak yang terjun membuat orang-orang menjadi sensitif untuk menceritakannya. Media yang menayangkan fenomena ini dituntut oleh para keluarga korban. Namun keikhlasan perlahan bangkit. Sejarah harus menceritakan apa yang sebenarnya terjadi walaupun itu adalah sebuah kisah yang traumatis.

TRIT LAINNYA