NovellaHikmiHas
TS
NovellaHikmiHas
Kembalinya Sang Mantan
Benarkah Mantan itu Terindah



Seperti biasa, pagi hari lepas shalat subuh, rentetan kegiatan harian harus segera terselesaikan. Tidak butuh waktu lama aku menyelesaikannya dengan cepat. Sudah terbiasa. Ritme gerak cepat yang aku buat lambat laun suami dan anak-anak dapat menyesuaikan.

Tentu saja hal itu tidak serta merta dapat terwujud. Bertahun-tahun aku doktrin anak-anak bahwa lepas subuh harus terbiasa menyelesaikan banyak hal dan larangan keras tidur setelahnya. Akhirnya kini mereka pun sudah terbiasa dengan jadwal yang kubuat.

Ketika usai menyelesaikan seluruh kewajiban pagi hari, kugeser layar ponselku kemudian kutekan logo sosmed berwarna hijau.

Mulanya aku hanya ingin mencari informasi apakah ada pemberitaan penting terkait urusan pekerjaan.

Hanya saja, pagi itu mataku tiba-tiba menangkap grup baru dari layar ponselku dan kudapati grup baru di dalamnya.

Ya..., grup alumni Ma' had Aly. Mulanya aku belum paham siapa yang membuatnya, karena aku tidak menyimpan pemilik nomor yang tertera di dalam grup.

Entah apa yang menyebabkannya, dadaku tiba-tiba berdegup dan bergetar meski sangat lembut, lantas tanpa diminta pikiran pun melayang pada 18 tahun silam.

Ma'had yang penuh kenangan indah namun juga menyisakan sesak di dada. Dengan otomatis aku pun teringat seseorang yang pernah mengisi dan menghiasi hati, ia yang berniat menggenapkan agamaku.

Pikiranku tiba-tiba tertarik mundur delapan belas tahun silam. Pasca kelulusan Ma'had Aly, lelaki cerdas dari kota apel itu datang ke rumah menemui kedua orang tuaku, berniat untuk menjadikanku penyempurna agamanya.

Ukhty, hari jum'at esok, izinkan ana datang ke rumah orang tua anti.

Ana ingin menanyakan sesuatu tentang anti kepada orang tua anti.


Pesan itu ia tuliskan pada selembar kertas dan diselipkan pada sebuah kitab bercover biru.

Datanglah ia dengan salah seorang kawannya orang Sumatra ke rumah orang tuaku di kota tahu. Ia pun menyampaikan niatannya itu kepada lelaki pertamaku. Ternyata, ayah dan ibuku menyerahkan keputusannya kepadaku.

Jawaban itu seolah memberikan angin segar untuk kami berdua. Kami menyimpulkan orang tuaku tidak mempermasalahkan tentang niatannya itu.

Harapan indahnya hari-hari yang akan datang menghiasi hidupku. Ia pun berharap demikian.

Selang beberapa pekan sepulangnya dari rumah orang tuaku, ia memperoleh kabar dari negeri piramida yang dinanti-nanti, bahwa ia diterima di Universitas Al Azhar Kairo, Mesir.

Ponselku bergetar di jam istirahat siang. Lelaki dengan kelopak mata yang membuat matanya terkesan sipit itu sudah hafal jam istirahat kerjaku.

Kuraih ponsel hitam di meja kerjaku, tampak namanya muncul di layar ponselku. Segera kubuka pesan SMS nya.

Assalamuaalaikum, Ukhty. Ada kabar baik ukhty. Kabar yang selama ini ana nanti-nanti.

Alhamdulillah, alhamdulillah. Ana diterima kuliah di Mesir


Seketika saja, tanganku bergetar. Entah, rasa apa sebenarnya yang singgah di dada ini. Bahagiakah atau khawatirkah. Sepertinya bercampur ke dua rasa yang bertolak belakang itu.

Belum juga aku membalas SMS yang dikirimkannya, kembali ponsel digenggamanku itu kembali bergetar. Rupanya SMS darinya kembali dikirimkan untukku.

Ukhty, kalau menurut ana, daripada akan timbul fitnah, kalau ana punya ide untuk nikah secara agama saja terlebih dahulu.

Karena tidak mungkin ana menikah dan berstatus menikah diperbolehkan tetap memperoleh beasiswa pendidikan di Mesir yang selama ini ana nanti-nanti.

Tidak hanya ana yang menantinya ukhty, tetapi ibu ana juga orang yang sangat berharap besar kepada ana dengan berpendidikan tinggi tanpa biaya ini.


Sekian menit aku terdiam, makan siang yang masih tersisa di kotak makanku, tiba-tiba terasa tidak enak, mengikuti rasa kacaunya hatiku. Selera makanku tiba-tiba hilang disebabkan pesan SMS nya.

Akhirnya aku pun memutuskan untuk menjawab pesan SMS nya. Karena aku tidak ingin permasalahan ini tidak kunjung usai bahkan akan berlanjut.

Waalaikumussalam warahmatullah.

Bagaimana kalau antum datang saja langsung ke rumah ana dan menemui ke dua orang tua ana saja bagaimana sebaiknya menurut mereka.


Esok harinya ia berangkat ke kota tahu dimana orang tuaku tinggal. Ketika menemui kedua orang tuaku, ia sampaikan niatnya untuk menikah secara agama saja terlebih dahulu. Karena kedua orang tuanya berharap besar kepadanya supaya mendahulukan pendidikannya.

Orang tuaku, terutama ayah tidak sepakat akan usulnya itu. Ayah ingin menikahkanku seperti pernikahan pada umumnya. Ia pun akhirnya tidak dapat berbuat apa-apa.

Dua hari sebelum keberangkatannya, ia sampaikan padaku, bahwa ia membebaskan ku. Maksudnya terserah aku mau menunggunya hingga lulus kuliahnya, ataukah akan meninggalkannya ketika ada orang lain yang datang untuk menikahiku.

Satu tahun berlalu, ia berada di negeri piramida. Tidak ada tanda-tanda akan kelanjutan hubungan kami. Hingga suatu hari, murobbiku menanyakan kepadaku, akan kesiapanku jika ada yang ingin menikahiku.

Dengan bermodal istikharah, kusampaikan pada murobbiku bahwa aku siap. Tidak lama dari hari itu, akupun ta'aruf dengan seorang lelaki yang direkomendasikan murobbiku.

Kemudian, setelah beberapa hari dari proses ta'aruf keluarga dari lelaki itu datang kerumah orang tuaku untuk mengkhitbah ku.

Dari pertemuan itu disepakati hari pernikahan kami sebulan kemudian.

Datanglah hari pernikahan kami, beberapa hari sebelum pernikahan kami, aku harus menyebarkan undangan kepada orang-orang yang kukenal.

Ternyata kebetulan di bulan itu, lelaki yang pernah singgah dihatiku liburan semester. Kabar itu kuterima dari adik perempuannya, kebetulan berada pada satu grup kajian.

Aku meminta tolong adikku untuk menyampaikan undangan pernikahanku.

Menurut cerita adikku, ia tidak akan menghadiri undangan pernikahanku. Katanya percuma datang, paling-paling tidak dapat melihatku.

Semenjak pernikahanku itu, aku tidak pernah lagi mendengar kabar tentangnya. Akan tetapi namanya masih terukir di hati.

Namun pagi ini, setelah 18 tahun berlalu. Rasa yang telah dengan paksa kukubur, kembali hadir. Sesak meliputi dadaku, teringat SMS terakhirnya di kala itu.

Setiap kali ia ikut berkomentar ataupun nimbrung pada percakapan di grup, rasanya ingin sekali menyapanya. Akan tetapi jemari ini masih 'tak sanggup merangkai huruf demi huruf nenjadi kalimat sapa untuknya. emoticon-Turut Berduka

The End

Sumber; Opini pribadi
Sumber Gambar; Pinterest
Diubah oleh NovellaHikmiHas 31-10-2021 03:05
nona212caturarywibowobukhorigan
bukhorigan dan 22 lainnya memberi reputasi
21
5.7K
111
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan