balnus2019Avatar border
TS
balnus2019
Gaduh Anggaran Ajaib DKI Jakarta
Proses penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) DKI Jakarta untuk tahun 2020 gaduh. Pasalnya, banyak anggaran yang diajukan sejumlah dinas di lingkungan pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) dianggap aneh bin ajaib. Ajaibnya anggaran itu pertama kali dibongkar anggota DPRD DKI dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) William Aditya Sarana dalam akun Twitter-nya @willisarana pada Selasa, 29 Oktober 2019, pekan lalu.

William saat itu mengunggah cuitan, “Ditemukan anggaran aneh pembelian lem Aibon 82 miliar lebih oleh Dinas Pendidikan. Ternyata Dinas Pendidikan mensuplai 2 kaleng lem Aibon per murid setiap bulannya. Buat apa?”. Ia juga mengunggah foto rincian detail anggaran lem Aibon yang akan digunakan 37.500 siswa dalam kurun waktu 12 bulan dengan harga satuan Rp 184.000. Lem Aibon senilai Rp 82,8 miliar itu dianggarkan oleh Suku Dinas Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat untuk kegiatan operasional pendidikan Sekolah Dasar Negeri (SDN).

Rupanya, tak hanya anggaran anggaran lem Aibon yang aneh. PSI menemukan kejanggalan anggaran pengadaan ballpoint senilai Rp 124 miliar, anggaran kertas Rp 213 miliar, tinta printer 400 miliar, stabilo Rp 3 miliar, penghapus Rp 31 miliar dan kalkulator senilai Rp 31 miliar. Selain itu, ada anggaran senilai Rp 121 miliar untuk pengadaan 7.313 unit komputer. Lalu, server dan storage senilai Rp 66 miliar dari Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik. Ada lagi anggaran biaya influencer senilai Rp 5 miliar oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, serta anggaran jalur sepeda Rp 73 miliar.

Lalu anggaran community action plan (CAP) oleh Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman. Anggaran CAP ini merupakan dana pendampingan (konsultan) kepada 43 rukun warga (RW) di DKI Jakarta senilai Rp 10 miliar. Di mana setiap RW-nya akan menerima dana CAP itu sebesar Rp 600 juta. Juga ada anggaran perencanaan revitalisasi Margasatwa Ragunan senilai Rp 55 miliar oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta.
 
Sayangnya, keesokan harinya ketika laman apbd.jakarta.go.id dicek, sudah tak bisa diakses, bahkan menghilang. Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, pun buka suara. Ia menyatakan sistem anggaran di DKI Jakarta sudah digital, tapi tidak smart. Seharusnya bila sistemnya pintar bisa mengoreksi kesalahan dalam memasukkan data. Sehingga tidak akan muncul anggaran yang aneh. “Kalau smart system dia bisa melakukan pengecekan, verifikasi. Dia bisa menguji. Ini sistem digital, tapi masih mengandalkan manual,” kata Anies di Balaikota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu, 30 Oktober 2019.

Anies mengaku sudah mengecek satu per satu item anggaran tersebut sebelum disorot William dan PSI. Ia mengatakan sudah menemukan keanehan pada anggaran-anggaran itu sejak awal dan akan memperbaikinya. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini malah menyindir William dan PSI yang dianggap sebagai orang baru yang tengah mencari panggung. “Bedanya, saya tidak manggung. Bagi orang-orang baru, manggung. Ini adalah kesempatan beratraksi,” ucapnya.

Buntutnya, William dilaporkan oleh seorang warga bernama Sugianto ke Badan Kehormatan (BK) DPRD DKI Jakarta pada Senin, 4 November lalu. Ia dianggap melanggar kode etik dengan membocorkan dokumen kepada publik. Tak hanya itu, dua pejabat di Pemprov DKI Jakarta pun mundur, yaitu Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sri Mahendra dan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Parbud) Edy Junaedi sebagai akibat kisruh penyusunan anggaran DKI.

Sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta menyesalkan dan kecewa dengan sikap William yang dianggap terlalu terburu-buru mengungkapkan masalah anggaran yang dianggap ajaib bin aneh itu kepada publik. Padahal, DPRD masih melakukan pembahasan berbagai anggaran yang diusulkan Pemprov DKI itu dengan menyisiri berbagai macam item anggaran yang diusulkan sejumlah kantor dinas itu. Semua itu akan dibahas di semua komisi yang ada di DPRD DKI Jakarta.

“Jadi gini, kan KUA-PPAS itu dirumuskan oleh pemerintah daerah. Sebenarnya dari tahun ke tahun pasti kesisir yang seperti itu. Kalau dulu kami nggak pernah ngomong ke media. Ini kan genit aja dia (William) pakai ngomong ke media,” kata Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta asal Partai Gerindra, Muhammad Taufik kepada   di gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu, 6 November.

Menurut Taufik, Pemprov DKI mengajukan KUA-PPAS dari bulan Juli 2019 ke DPRD dengan nomor surat 579/-1.713.6 tentang Rancangan KUA-PPAS tahun anggaran 2020. DPRD sendiri baru membahas sejak bulan Oktober hingga November ini. Semua komisi yang ada di DPRD sendiri membahas anggaran yang diajukan secara terbuka untuk umum. Karenanya, data anggaran yang muncul dalam website Bappeda (apbn.jakarta.go.id) yang diambil William belum final.

“Jadi yang muncul di website Bapedda kemarin itu belum fix, mestinya di forum didiskusikan kalau mau fair, pasti kesisir itu. Jangan pada saat di forum resmi diam aja terus cerita-cerita ke media, ini yang menurut saya kurang elok, bukan salah, cuman kurang elok aja,” ucap Taufik lagi.

Sedangkan Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta, Iman Satria, mengakui adanya masalah transparansi pembahasan anggaran. Pasalnya, bahan data anggaran yang akan dibahas komisi bari diberikan satu menit menjelang rapat. “Jangankan pada saat rapat H-1 menit, kepala dinasnya datang, itu baru dibagikan. Memang kita tidak ada waktu mempelajari bahan tersebut secara detil, tapi kita beri kesempatan kepada mereka memaparkannya, sehingga kita bisa pelajari bersama,” kata Imam 

Namun, Iman menegaskan, komisinya yang membahas bidang kesejahteraan rakyat (Kesra) ini akan menguliti satu per satu item anggaran yang diajukan Pemprov DKI Jakarta itu. Anggota DPRD yang ada di Komisi E tidak akan menutup-nutupinya, karena memang rapat terbuka untuk umum. Karena itu sangat diharapkan semua anggota dewan, perwakilan pemerintah maupun masyarakat bisa mengikuti rapat dari awal sampai akhir sehingga hasilnya tidak akan memunculkan kegundahan lagi.

Imam menilai, motif William memang untuk menyerang, bukan untuk memperbaiki. Alasannya, anggota dewan yang dianggapnya sudah berada di dalam pagar tidak bisa berteriak di luar pagar lagi, apalagi William merupakan anggota Komisi E DPRD juga. “Kalau niat baik, dia mau memperbaiki, lewat orangnya dia lah dibunyiin, diskusi gitu. Jadi memang nggak usah ditanggapin, emang mau nyerang itu niatnya,” imbuh Imam.

William tak keberatan dilaporkan ke BK karena mengunggah rencana anggaran lem Aibon Rp 82,8 miliar. Dia mengaku siap dipanggil BK dan mempertaruhkan jabatannya. "Saya hadapi laporan ini dengan sebaik-baiknya, saya siap pertaruhkan jabatan untuk transparansi anggaran," ucap William kepada  , Selasa, 5 November 2019. Ia tidak merasa melanggar kode etik. Dia hanya mengaku melakukan fungsi legislator. "Saya menjalankan fungsi jabatan saya sebagai legislator untuk mengawasi eksekutif dan membuka anggaran ke publik. Transparansi harga mati buat saya," kata William.

Apa yang diungkapkan William juga dianggap wajar oleh Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, Aditya Perdana. Siapa pun anggota dewan dan apapun partai politiknya harus mengkritisi masalah anggaran. Sebab fungsi DPRD adalah melakukan pengawasan dalam pembentukan anggaran. Tapi yang perlu diperhatikan soal konteks e-budgeting yang pada prinsipnya untuk menegakkan transparansi dan akuntabilitas.


“Menurut saya item-item anggarannya ajaib ya dan menurut saya ya Pak Gurbenur sendiri juga nggak happy akan hal tersebut. Jadi di bawahnya juga masih adalah usaha-usaha untuk memasukan anggaran yang tidak sewajarnya seperti itu. Ya saya kira tidak hanya di Jakarta lah yang seperti itu,” ungkap Aditya saat dihubungi  , Kamis, 7 November.


Aditya menyatakan, ajaibnya anggaran dikaitkan dengan dugaan praktik mark up anggaran memang harus dibuktikan secara hukum. Namun, ia melihat masih banyak pegawai di kementerian atau instansi pemerintah lainnya yang mencari celah untuk mengambil keuntungan dari pengadaan barang dan jasa. Karena itu harus diteliti secara mendalam apakah ada hubungan para supplier barang dan jasa itu dengan pegawai di kementerian atau instansi pemerintah, juga dengan elit di DPRD sendiri.


“Nah, kalau mau lebih detil lagi di cek siapa sih pemilik supplier-supplier ini, jangan-jangan atau dugaan kita bersama suppliernya adalah elit-elit yang ada di DPRD juga, jadi ya uangnya muter disitu aja. Makanya PSI yang lantang menyuarakan hal tersebut dan yang lain diam, bisa jadi yang lain itu ada yang terganggu nih, tapi ini masih dugaan ya, dan perlu dibuktikan,” ujar Aditya.




Sumur



sebelahblogAvatar border
4iinchAvatar border
4iinch dan sebelahblog memberi reputasi
2
1.1K
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan