Cerita ini hanya fiktif belaka. Sudah fiktif ngawur amburadul pula. Jadi jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, maka percayalah, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan. Suweer deh, suwer terkewer-kewer.

Kalau ada yang merasa sama itu ente saja ke-ge-er-an. Kalaupun ada unsur kesengajaan dikit-dikit, ya mohon dimaklumi.

Prolog



Mbah Rocky termangu-mangu menatap awan di langit yang gelap. Desa Mutanto baru saja selesai mengadakan pemilihan kepala desa beberapa bulan yang lalu, dan jagoan yang diusung Mah Rocky gagal maju menjadi pemenang, hanya selisih 10 persen lebih sedikit (kira-kira lebihnya 1 persen gitulah).

Tapi bukan itu yang membuat Mbah Rocky galau saat ini, yang membuat Mbah Rocky galau, calon kepala desa yang dia pilih saat ini justru merapat ke pihak lawan.

Mbah Rocky pun merasa dihianati. Barusan siang tadi dia mendatangi orang yang dulu dia dukung. Dengan rasa geram dan pidato berapi-api, dia mengingatkan kembali Ki Auwowo akan semangat perjuangan mereka yang dulu. Siapa nyana, dia justru diusir pergi dari rumah Ki Auwowo.

Perlahan Mbah Rocky mendesah, lalu perlahan memasuki bilik kamarnya.

Tanpa sengaja, matanya tertuju pada kitab sakti peninggalan nenek moyangnya. Kabarnya dahulu menjadi pedoman hidup bagi penghuni Desa Mutanto, ketika desa ini masih bernama Desa Menungso. Entah sejak kapan, Desa Menungso berubah nama jadi Desa Mutanto, konon Desa Menungso berubah nama sejak banyak penduduknya yang bermutasi jadi cebong dan kampret.

Saat berkampanye dulu, dia pernah mengatakan buku pedoman itu  hanyalah karya fiksi.

Namun dalam kegalauannya Mbah Rocky berusaha mencari ketenangan dari wejangan dari masa lampau itu. Selembar demi selembar dia buka dan baca.

Mbah Rocky begitu terhanyut dalam bacaan-nya, sehingga dia tidak sadar ketika muncul beberapa sosok berbaju hitam mengintai rumahnya dalam lindungan gelapnya malam.