BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
DPR Aceh siapkan hukuman cambuk untuk pemburu satwa

Jerat satwa yang ditemukan oleh tim Patroli BKSDA Aceh ditampilkan dalam konferensi pers di Kantor BKSDA Aceh di Banda Aceh, Jumat (4/10/2019).
DPR Aceh sedang menyiapkan qanun (UU) untuk menghukum para pemburu yang kedapatan menyiksa satwa liar. Qanun Pengelolaan Satwa Liar itu disahkan DPR Aceh periode 2014-2019 pada Jumat (24/9/2019) dan kini memasuki tahap sosialisasi untuk berlaku mulai 2020.

Qanun yang memuat 16 bab dan 42 pasal tersebut mengatur hukuman cambuk bagi pemburu hingga mekanisme penggunaan senjata api bagi kepolisian hutan. Qanun tersebut juga mengatur soal pengendalian konflik satwa liar yang selama ini kerap terjadi di Aceh.

Mantan Ketua Komisi II DPR Aceh periode 2014-2019, Nurzahri, mengatakan qanun tersebut lahir setelah banyak dorongan dari aktivis lingkungan dan lembaga pro-lingkungan atas maraknya kasus kejahatan terhadap satwa liar.

"Dorongan (pengesahan qanun) karena tingginya kasus kejahatan satwa yang terjadi di Aceh yang sampai hari ini belum ada penanganan secara khusus dari aparatur," kata Nurzahri yang menjadi inisiator perumusan qanun itu kepada jurnalis di Banda Aceh, Aceh, Senin (7/10).

Menurut dia, qanun tersebut turut mengatur penetapan jenis satwa liar untuk dilindungi. Satwa ini, sebut Nurzahri, adalah yang secara nasional belum dilindungi, tetapi populasi di Aceh sudah menipis dan sudah waktunya untuk dilindungi.

"Untuk jenis satwanya itu melalui Peraturan Gubernur (Pergub), yang diatur dalam qanun hanya mekanisme penetapan. Jadi tidak bisa kita tetapkan jenis satwa apa saja yang dilindungi, tetapi harus melalui proses penelitian dan kajian akademis. Sehingga benar-benar dapat dipertanggungjawabkan," tutur dia.

Dalam urusan penggunaan senjata api oleh polisi hutan, qanun ingin ada rasa takut dari para pemburu. Nurzahri beranggapan selama ini pemburu atau pelaku kejahatan satwa tidak takut karena polisi hutan tidak punya alat untuk menertibkan mereka.

"Dengan menggunakan senjata api saat patroli, polisi hutan diharapkan dapat menertibkan para pelaku kejahatan," ujarnya.

Meski begitu,kata Nurzahri, qanun hanya menyebutkan kepolisian hutan dapat menggunakan senjata api. Mekanisme penggunaan senjata api itu, lanjutnya, harus merujuk ke Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api dan Peraturan Kepolisian Republik Indonesia.

"Tentunya nanti teknis harus ada aturan khusus melalui Pergub dan berkoordinasi dengan aparat kepolisian," kata Nurzahri.

Soal hukuman cambuk, qanun itu membaginya ke dalam tiga kategori. Pertama, pelaku kejahatan terhadap satwa liar yang dilindungi secara nasional seperti harimau, badak, dan gajah.

Pelanggar jenis ini akan diberi sanksi sesuai ketetapan yang diatur UU Konservasi dan ditambah hukuman 100 kali cambukan atau jumlah maksimal.

Kedua, pelaku kejahatan untuk jenis satwa yang dilindungi di Aceh. Lantaran tidak ada UU nasional yang mengatur hukumannya, maka hanya dihukum cambuk saja.

Sedangkan kategori ketiga, yaitu hukuman cambuk bagi pejabat berwenang dalam mengelola satwa. Karena kelalaiannya terjadi kejahatan atau kematian terhadap satwa.

Ketentuan cambuk ini diatur dalam Bab XIIII Ketentuan Pidana, Pasal 36. Jumlah hukuman cambuk mulai dari 60 hingga 100 kali.
Memperkuat perlindungan satwa
Kasus kekerasan terhadap satwa liar di Aceh disebut makin marak dalam beberapa tahun terakhir. Petugas sering menemukan jerat satwa yang dipasang pemburu di tengah hutan. Selain itu, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh mencatat sejumlah kasus perdagangan satwa liar di Tanah Seulanga.

Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo, menuturkan keberadaan qanun tersebut bakal menguatkan pengelolaan satwa dan habitatnya. Apalagi qanun itu mengatur manajemen habitat satwa yang berada di luar kawasan konservasi.

"Sehingga nanti, para pemangku kepentingan punya pegangan apa yang harus dilakukan di wilayah otoritasnya dalam rangka pengelolaan satwa, termasuk penanggulangan konflik," kata Sapto kepada Beritagar.id, Senin (7/10).

Sapto pun berharap hukuman tambahan berupa cambuk bisa memperkuat perlindungan satwa liar. Karena menurutnya, selama ini pelaku kejahatan terhadap satwa tidak jera meski sudah dihukum nyaris maksimal.

"Karena masih saja pelaku tindak pidana kejahatan terhadap satwa liar terus berulang. Mudah-mudahan dengan adanya jinayat (cambuk), bisa membuat jera," ujar dia.

Menurut catatan BKSDA Aceh sepanjang tahun 2019, petugas patroli menemukan 178 jerat diamankan dari beberapa lokasi di hutan Aceh. Selain itu, terdapat 205 jerat yang diserahkan oleh pemburu kepada petugas patroli.

Selain perburuan, kasus perdagangan satwa juga marak di Aceh. Tahun 2018 BKSDA mencatat 10 kasus jual-beli satwa liar. Sementara hingga September 2019, perdagangan satwa mencapai 6 kasus.

Perburuan dengan pemasangan jerat diduga buntut dari konflik satwa liar dengan manusia, terutama gajah. Misalnya, tahun 2016, terdapat sebanyak 44 kasus konflik gajah dan manusia.

Angka ini meningkat menjadi 103 kasus pada tahun 2017. Sementara 2018 konflik gajah dan manusia menurun jadi 71 kasus.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...-pemburu-satwa

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Tafsir liar amandemen UUD 45

- Tersangka persekusi terhadap relawan Jokowi jadi 11 orang

- Pelaku penembakan mahasiswa di Kendari belum terungkap

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
199
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan