kaniarfAvatar border
TS
kaniarf
Tak Seperti yang “Terlihat”


Guncangan mobil yang melaju di jalan berlubang membuat seluruh isi perutku rasanya ingin keluar. Namun, sebagai pria sejati, tentu saja aku harus menahan gengsi. Apa jadinya jika si gondrong yang sudah terlihat garang ini muntah? Bisa jadi bahan ledekan yang tak berujung nantinya.

“Gimana ini? Berhenti di sini dulu ya? Tanya kabarnya Ucup.” Dimas yang saat ini berada di balik kemudi bertanya padaku dan Wawan.

“Gak usahlah, langsung tancap gas aja. Dia kan naik motor, siapa tau malah udah sampai duluan.” Wawan yang duduk di kursi depan sepertinya tidak ingin membuang waktu untuk segera sampai tujuan.

“Justru itu, gue pengennya tanya dulu. Gimana kalau dia gak jadi datang? Kalau memang dia berhalangan, kita masih bisa putar balik sekarang.” Meskipun Wawan menyatakan keberatannya, Dimas tetap saja menurunkan kecepatan kendaraan, bersiap untuk menepi.

“Aku sih setuju kita berhenti dulu dan tanya kabar Ucup. Sekalian Dimas bisa istirahat sebentar ngelurusin kaki. Perjalanan kita masih lumayan panjang, kan?” kataku berusaha bijak. Sejujurnya, aku juga menginginkan kendara ini berhenti sebentar untuk menghilangkan mual yang rasanya sudah tak bisa kutahan lagi.

Karena kalah suara, Wawan terpaksa setuju agar perjalanan ini tertunda sebentar. Aku bergerak cepat keluar dari mobil begitu kendaraan terparkir sempurna di pinggir jalan. Kuhirup udara pedesaan yang segar itu sedalam-dalamnya. Syukurlah itu cukup ampuh menyembuhkan mabuk darat yang kuderita.


Sumber: Super Adventure

Sementara aku sibuk memulihkan keadaan, Dimas tampaknya sedang berusaha menghubungi Ucup dengan ponselnya.

“Gak diangkat, nih. Gimana ya?” Dimas meminta pendapatku dan Wawan yang sedang asyik bersandar di kap mobil.

“Ya pasti anak itu lagi bawa motor. Benar kataku, kan? Sebaiknya kita gak usah berhenti. Buang-buang waktu!” Wawan masih tampak kesal.

“Yakin nih Ucup jadi jalan? Kemarin kan dia masih belum pasti nyusul atau nggak.” Raut wajah Dimas tampak cemas dan khawatir.

Aku sebenarnya tahu kenapa Dimas sekhawatir ini, kekhawatiran yang sama dengan yang aku rasakan. Tapi sepertinya Wawan yang ingin sekali mencicipi pendakian di Gunung Sumbing tidak lagi memikirkan hal lain selain tetap pergi. Dimas kemudian menatap ke arahku, mencoba meminta pendapat tanpa bertanya. Sesungguhnya aku juga ragu melanjutkan perjalanan ini. Tapi, aku juga tak ingin mengecewakan Wawan. 

“Hmm, yaudah kita lanjut aja. Kalau Ucup benar berangkat tapi kitanya yang malah batal, kan kasian juga dia. Kalaupun Ucup tidak datang, pasti nanti kita ketemu kelompok lain di sana. Kita bisa ikut gabung sama mereka, kan?” Akhirnya saran itulah yang aku pikir bisa memuaskan semua pihak dan saran itu pun diterima.

***

Pada akhirnya, Ucup tidak datang. Kami baru mendapat kabar setelah sampai di pintu masuk pendakian. Saat itulah aku dilanda keraguan untuk melanjutkan pendakian ini dan sepertinya Dimas pun merasakan hal yang sama. Hanya Wawan yang justru terlihat kegirangan.

Aku dan Dimas sempat mengajak Wawan berdiskusi dan mempertimbangkan untuk membatalkan pendakian ini. Tentu saja Wawan menolak. Pria itu merasa sudah datang jauh-jauh, sayang sekali kalau batal hanya karena Ucup tidak ikut. Memang ini semua karena Ucup, tapi bukan karena kami tidak enak mendaki tanpa Ucup. Ini karena jumlah kami yang sekarang ganjil.


Sumber: Tribunnews

Ya, ada larangan mengenai jumlah pendaki yang ganjil. Setiap gunung memang punya aturannya sendiri, begitu pula dengan Gunung Sumbing. Aku bukannya sangat percaya mitos. Tapi, menghargai aturan yang berlaku rasanya tak rugi juga. Toh, untuk keselamatan bersama, kenapa tidak? Tapi, tampaknya Wawan sudah tak mau tahu hal lain selain tetap mendaki. Aku dan Dimas akhirnya menyerah dengan sikap keras kepala Wawan yang mulai menyebalkan ini.

Tentu saja kami tidak nekat naik dengan jumlah ganjil, apalagi kelompok kami adalah kelompok kecil. Beruntung kami bertemu dengan kelompok pendaki lainnya. Jumlah mereka 11 orang. Kupikir pas sekali. Mereka pasti juga membutuhkan kami untuk menggenapkan jumlah kelompoknya.

“Boleh kami bergabung dengan kelompok kalian? Kami cuma kelompok kecil, rasanya akan lebih menyenangkan kalau ramai.” Dimas meminta izin pada ketua kelompok yang kami ketahui bernama Deddy. Beruntung, mereka mengizinkan kami bergabung dengan senang hati.

***

Perjalanan pendakian bisa dibilang cukup lancar. Kami bertiga banyak mendengar cerita pengalaman Deddy, sementara dengan yang lainnya kami tidak bicara banyak. Kami tak mencoba mendekatkan diri dengan semua anggota. Selain karena canggung, kami juga tak mau dinilai sok akrab. Jadi, kami hanya bicara jika ditanya. Hingga tak terasa, hari semakin gelap. Kami pun akhirnya memutuskan berkemah dan melanjutkan perjalanan pada keesokan paginya.

Malam itu, setelah makan malam seadanya, kami pun duduk melingkari api unggun. Jumlah kami lengkap 14 orang. Kegiatan malam itu kami isi dengan bernyanyi bersama diiringi petikan gitar. Suara tawa dan suasana akrab pun tercipta. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Sebagai orang yang membuka obrolan saat itu, sampai sekarang, aku masih dirundung penyesalan.


Sumber: Pixabay

“Gak nyangka kita bisa ikut rombongan kalian yang ternyata seru. Makasih loh udah dibolehin gabung,” kataku membuka obrolan.

“Jangan gitu mas, kita juga happykok jadi makin rame. Ya kan guys?” Deddy tertawa, diiringi sorak sorai semua anggota yang setuju.

“Kalau gak ada kalian bersebelas, dua teman saya ini mungkin sudah memilih membatalkan pendakian.” Wawan cengengesan, diikuti dengan tawa renyahku dan Dimas.

Namun, hanya kami bertiga yang tertawa. Wajah teman-teman lain yang tadinya ceria tampak pucat dan tegang. Ada yang saling berpandangan, ada pula yang membuat gestureseperti menggigil. Keheningan tercipta beberapa saat, membuat kami bertiga kebingungan.

Apa kami sudah salah bicara? pikirku.

“Jangan panik. Kita berdo’a saja untuk keselamatan bersama,” akhirnya Deddy buka suara dan meminta semuanya berdo’a. Meskipun kebingungan, kami hanya bisa mengangguk setuju. “berdo’a, mulai!”

Kami semua menundukkan kepala dan memejamkan mata untuk berdo’a. Saat itulah aku mendengar suara lengkingan tawa yang menusuk telinga hingga membuat bulu kudukku berdiri. Jujur saja aku tak ingin membuka mata. Kurapalkan do’a yang kuhapal sebanyak mungkin. Aku juga mendengar beberapa orang melantunkan do’a sekeras-kerasnya. Aku tahu ada yang tidak beres.

Rasa penasaran kurasakan lebih besar dari rasa takutku. Perlahan, aku membuka mata untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi. Saat itulah aku melihat sosok mengerikan. Wajahnya seperti membusuk dengan mata merah menyala dan seringai yang menyeramkan. Semakin kencang do’a kami, semakin sosok itu juga melengkingkan suaranya.

“AYAT KURSI!” Deddy berteriak keras, memberi kode agar kami membaca do’a yang sama. Kami pun dengan patuh merapalkan do’a itu sekeras-kerasnya. Perlahan, sosok tersebut pun menghilang entah kemana, meninggalkan kami semua yang kebingungan dan ketakutan.

***

Tak ada yang membicarakan insiden itu hingga kami semua berhasil turun dengan selamat. Insiden itu benar-benar mengubah suasana hangat yang sudah tercipta kembali dingin. Kami tak lagi saling bicara dan tidak lagi menikmati perjalanan kami. Aku juga merasa kelompok Deddy seperti menjaga jarak dengan kami bertiga.

Jujur saja aku, Wawan dan Dimas penasaran, ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi di satu sisi, kami juga tak ingin memulai obrolan lebih dulu. Kami juga menyadari mereka seolah merahasiakan sesuatu dan sepertinya memang berniat tak membicarakannya sampai waktu berpamitan tiba.

Deddy akhirnya bercerita mengenai apa yang terjadi tepat saat kami akan pulang. Katanya, sedari awal jumlah kelompok pendakian tak pernah genap. Tentu saja aku, Dimas dan Wawan kebingungan. Deddy yang menyadari kebingungan kami akhirnya menjelaskan lebih rinci.

“Saya dan anggota lain cukup terkejut saat kalian mengatakan pada kami bahwa kami telah membuat kelompok pendakian ini jadi genap.” katanya.

“Bagaimana mungkin? Jelas kalian bersebelas yang menolong kami bertiga, kan?” Dimas belum mengerti.

“Di situlah keanehannya. Asal kalian tau, kelompok kami hanya terdiri dari 10 orang, bukan sebelas. Dari awal kelompok kami sudah genap karena kami tahu ada aturan tak boleh mendaki dengan jumlah ganjil. Ini ada foto keberangkatan kami dari basecampsebagai bukti.” Deddy menunjukkan foto yang memang hanya ada 10 orang di sana dan mereka mengambil foto dengan memanfaatkan timer.

Saat itulah aku merasakan tubuhku merinding. Jadi, sebenarnya siapa anggota kelompok kesebelas yang kami lihat?

“Tunggu, kalau kalian memang sudah genap, kenapa kalian mengizinkan kami yang berjumlah ganjil ini bergabung? Bukankah akan merugikan kalian?” Tak tahan, aku pun ikut bertanya.

“Hmm, sebenarnya aku dan anggota lain melihat kalian sudah genap jumlahnya. Di mata kami, kalian ini berempat, bukan bertiga. Dari awal, bukankah kalian tak pernah bicara soal jumlah yang ganjil? Kalian hanya meminta bergabung karena kelompok kalian adalah kelompok kecil.” Pengakuan Deddy semakin membuat bulu kudukku meremang. Itu artinya makhluk itu telah menipu mata kami semua.

“Apa sekarang kami masih terlihat berempat?” Dengan suara gemetar, Wawan memberanikan diri untuk bertanya.

Deddy tidak menjawab, pria itu justru balik bertanya. “Itulah yang juga ingin saya tanyakan, meskipun saya sendiri tidak yakin ingin tahu jawabannya. Apakah kami juga masih terlihat bersebelas?”

Dengan takut-takut, aku melirik ke arah gerombolan kelompok Deddy yang kini menunggu ketua kelompoknya selesai bicara dengan kami. Kurasakan darah ditubuhku berhenti mengalir. Keheningan yang tercipta semakin membuat suasananya tidak enak.

“Berdo’alah sepanjang perjalanan dan jangan lupa berwudhu saat sudah sampai.” Hanya itulah kalimat terakhir yang diucapkan Deddy sebelum kemudian kami benar-benar berpisah dengan pertanyaan yang kami pun tak ingin tahu jawabannya.

 

[SELESAI]

emoticon-terimakasihemoticon-Rate 5 Staremoticon-Cendol Ganemoticon-welcome

 

Quote:


sebelahblogAvatar border
infinitesoulAvatar border
zafinsyurgaAvatar border
zafinsyurga dan 6 lainnya memberi reputasi
7
3.6K
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan