Hi! Welcome to my new thread.

Masih dengan aku sang Bidadari Alai Timur, Galuh Banjar dari bumi Barabai.

Bicara tentang tradisi, adat istiadat kebiasaan orang-orang tua terdahulu, gak akan ada habisnya untuk dikulik. Apalagi ini tanah Indonesia, Gals. Beragam corak budayanya dan di sini aku akan bahas tradisi buka puasa dengan cendol pada puasa Arafah, hari ini tadi, di mana? Ya di kampungku lah, heee.

Sumber

Malam sebelumnya (Jumat malam alias malam Sabtu), setiap 1 minggu sekali ada ceramah agama di Masjid kampungku. Oleh Tuan Guru dijelaskan bahwa tradisi mencendol itu boleh dilaksanakan boleh tidak. Tidak ada sangkut pautnya dengan orang yang melaksanakan wukuf di Padang Arafah. Jangan jadikan tradisi ini menjadi sesuatu yang membebani karena tidak ada tuntunannya dalam agama Islam.

Jadi gini lo, Guys. Katanya leluhur dulu, kalau orang di kampung ini bikin cendol bareng para warga, maka warga kampung lainnya yang sedang wukuf akan merasa sejuk. Entah kenapa seperti itu ceritanya, gak ada jawaban lebih lanjut secara gamblang dari para Tetuha saat aku tanya. Ya sudahlah ya. Lagian tradisi ini gak ada salahnya juga dilakukan asal bukan karena hal yang dimaksud di atas tadi.

Bersama-sama mengaduk cendol di kawah (wajan besar) adalah hal yang positif dilakukan. Lalu membagi-baginya ke semua penghuni kampung merupakan kebiasaan yang baik, mempererat jalinan silaturahmi antarmasyarakat kampungku. Emmm tapi yang kami buat tadi bukan untuk satu kampung, cuma satu RT, tepung beras yang dipakai hanya 1 liter. Plus cendol sagu (cendol putih) bawaan sepupu cukuplah buat menjamu satu RT, assyiikk. Alhamdulillah.



Cendol yang kami buat bebas pengawet dan pewarna buatan. Tepung berasnya pun asli dari beras yang ditumbuk atau di masin(pakai alat seperti mesin untuk menjadikan tepung), jadi bukan yang sudah kemasan itu, rasanya beda loh. Pewarna terbuat dari daun pandan yang ditutuk (tumbuk) di lesung batu, diperas airnya melalui saringan. Ditambah bubuk daun katu yang sudah diolah sebelumnya (daun katu dijemur sampai kering lalu ditumbuk hingga menjadi bubuk siap pakai). Warna yang dihasilkan sungguh sangat cantik, hijaunya nampak mewah. Menetes air liurku membayangkan betapa segarnya cendol ini.

Aku pikir mencetaknya menggunakan alat cetak yang dari pabrik macam alat penggiling daging gitu. Ternyata oh ternyata hanya pakai nyiru yang tengahnya berlubang jarang-jarang segi empat, ulala. Manual dan natural serta enak. Alami sejak proses hingga hasil. Hasil cetaknya mirip kue kering akar pinang jadinya, haaa.:goyang



Cendol dicetak selagi panas, cetaknya langsung jatuh ke dalam air di baskom yang sudah disiapkan. Setelah selesai bisa segera diadon menjadi minuman lezat. Ambil secukupnya, tata dalam gelas cantik, tuang santan (santannya diperah menggunakan air masak, kasih garam sedikit saja), lalu tuang juruhatau kuah gula merah (kalau suka bisa pakai gula merah jahe), dan es batu kotak-kotak. Potret dulu sebelum dihidangkan. Eh ingat karena ini puasa Arafah, saat sirine Maghrib aja ya minumnya.

Sekarang sudah malam. Perutku Alhamdulillah sudang full minum cendol, adem nyaman. Dapat kabar di grup keluarga Padang Arafah sedang hujan. Saat kami mengaduk cendol tadi pun di WAG dapat berita sejuk dari sana. Apa betul karena membuat cendol? Aku pikir gak lah. Semua karena takdir Allah SWT.

Spoiler for Jejak:

Spoiler for Jejak:

Kalau di tempat kalian bagaimana? Sharedi komen tradisi yang ada di daerahmu, ya.:ayoindonesia

Ingat beri cendol, hi hi. Klik rate, lalu subcribe, and comment, OK. Thanks.

I like U, gansis kaskus.


Selamat Idul Adha 1440 H.


BACA👇
Senandung Senja
Kuliner Sederhana dengan Rasa Mewah
Mimpi-mimpi Sang Buruh Aksara
10 Menu Rumahan Bulan Ramadhan, Nomor 9 dan 10 Favorit Orang Kalimantan
Sukun, Menu Diet Pas untuk Kamu yang Menghindari Nasi dan Ingin Awet Cantik
Pupur Basah, Rahasia Langkarnya Galuh Banjar
Entah Fakta atau Mitos, Urang Banjar Percaya Hal Tidak Masuk Akal Ini!


Barabai, Kab. Hulu Sungai Tengah

Sabtu, 10 Agustus 2019
09 Dzulhijjah 1440 H


Rin'S
Bidadari Alai Timur
Galuh Banjar