lawjusticenewsAvatar border
TS
lawjusticenews
Krisis Kemanusiaan dan Konflik di Nduga Dinilai Karena Program Nawacita Jokowi


Jakarta, law-justice.co - Krisis kemanusiaan yang terjadi di Kabupaten Nduga tidak terlepas dari program Nawacita Presiden Joko Widodo yang terlalu ingin mendorong investasi, demikian kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se-Indonesia atau AMPTPI, Yanuarius Lagowan.

Lagowan menilai, cara melihat Jokowi yang terlalu mendewakan investasi membuat Jokowi lebih memilih pendekatan keamanan ketimbang pendekatan dialog untuk menyelesaikan masalah Papua.

Baca juga : Mantan Menteri Era Soeharto, Cosmas Batubara Telah Berpulang

“Pembangunan Nawacita [dilakukan] untuk mengamankan investasi di Tanah Papua. [Hal itu dilakukan] dengan membangun kawasan industri, pembangkit listrik, dan sebagainya,” kata Yanuarius Lagowan, Selasa (6/8/2019).

Melansir dari Jubi.co.id, Lagowan menyatakan visi dan misi Jokowi untuk menarik investasi masuk ke Indonesia itu tidak cocok diterapkan di Papua. Lagowan menegaskan, krisis kemanusiaan yang terjadi di Nduga bukan semata-mata terjadi karena pembangunan. Menurutnya, krisis kemanusiaan itu terjadi karena Negara terus menggunakan  aparat keamanan untuk mengamankan investasi di Papua.

Baca juga : FPI Ingin Bahas Khilafah, Kemendagri: Syaratnya Lengkap Dulu!

Lagowan menyatakan kebijakan Negara yang terus menerus menggunakan pendekatan keamanan untuk mengamankan investasi di Papua telah menimbulkan trauma mendalam di kalangan masyarakat asli Papua. Oleh karena itu, Lagowan menolak pernyataan sepihak Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih, Letkol CPL Eko Daryanto yang menyatakan masyarakat Kabupaten Nduga berpindah ke kabupaten tetangga karena bermigrasi.

“Kami tidak sepakat dengan pernyataan Kodam yang mengatakan masyarakat Nduga bermigrasi. Mereka itu jelas-jelas mengungsi karena trauma atas kelakukan aparat keamanan di Nduga,”katanya.

Baca juga : Waspada Mafia Properti Mengincar Anda, Ini Modusnya

Lagowan mengatakan jika orang melakukan migrasi, mereka berpindah dari tempat tinggalnya untuk menetap di wilayah lain. Dalam konteks krisis kemanusiaan di Nduga, ribuan warga sipil Nduga mengungsi untuk menghindari konflik bersenjata antara pasukan gabungan TNI/Polri dan kelompok bersenjata yang dipimpin Egianus Kogoya.

“Masyarakat Nduga  keluar [meninggalkan] kampung mereka karena ada operasi yang dilakukan oleh aparat kemanan. Ketika Nduga aman, mereka akan kembali. Jadi, mereka tidak bermigrasi, mereka mengungsi,” kata Lagowan menegaskan.

Ia juga mengkritik pemerintah pusat yang menyalurkan bantuan bagi para pengungsi melalui aparat keamanan. Kebijakan pemerintah pusat itu dinilai mengabaikan rasa trauma mendalam para pengungsi terhadap keberadaan TNI maupun Polri. “Kementerian [Sosial] memberikan bantuan kepada masyarakat, tetapi bantuan itu diserahkan bersama dengan [personil] TNI/Polri. Itu [seperti] pencitraan [bagi TNI/Polri], dan itu semua agenda besar Nawacita Jokowi,” kata Logowan.

Lagowan menegaskan AMPTPI tetap menuntut Pemerintah Indonesia segera menarik pasukan organik dan non-organik dari Kabupaten Nduga, Papua. AMPTPI juga meminta pemerintah pusat  menghentikan semua pembangunan fasilitas TNI dan Polri di Papua, dan menolak rencana pembangunan Markas Komando Brimob di Wamena, Kabupaten Jayawijaya. “Setelah mereka [TNI/Polri] ditarik, masyarakat Nduga harus dikembalikan ke kampung halaman mereka, agar mereka bisa beraktivitas seperti biasa,” katanya.

Tokoh asal Nduga, Samuel Tabuni mengatakan upaya pemulangan para pengungsi Nduga harus  diutamakan, melampuai kepentingan lainnya. “Kami sudah berjuang melalui semua tahapan dan mekanisme diplomasi. Mulai dari permintaan Bupati Nduga kepada Presiden Jokowi di Jayapura, hingga pernyataan Gubernur Papua bersama para pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Papua  yang meminta konflik bersenjata di Nduga diakhiri, dan tuntutan penarikan pasukan non organik dari wilayah Nduga,” kata Tabuni.

Tabuni mengatakan, sejumlah pihak juga telah bertemu dengan meminta dukungan para tokoh senior Papua, termasuk Freddy Numberi dan Yorrys Raweyai. “Kami [juga] duduk bersama dengan pimpinan lembaga tinggi negara  di Jakarta. Apapaun hasilnya, kami akan terus berjuang dan bersuara untuk warga kami, sampai ada ruang yang aman dan damai bagi warga kami. Mereka adalah wajah pemerintah Nduga dan Papua. Mereka adalah harga diri dan wajah kami, orang Papua,” katanya.


Sumber Artikel: Law-Justice.co
muhamad.hanif.2Avatar border
wiryAvatar border
wiry dan muhamad.hanif.2 memberi reputasi
0
1.4K
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan