noldeforestasiAvatar border
TS
noldeforestasi
Terorisme Yang Sesungguhnya Adalah … Mati Lampu


Mati lampu di Indonesia? Sudah biasa.. Mati lampu di Jakarta? Hmm.. Masih sering terjadi sepanjang ingatan saya. Tapi mati lampu sampai berjam-jam, bahkan nyaris seharian?? Ini baru luar biasa bikin kesal!

Coba tunjuk, siapa di antara kita yang tidak naik pitam dengan apa yang baru saja berlangsung kemarin! Sedang enak istirahat di hari Minggu yang tenang, tiba-tiba aliran listrik padam.

Awalnya saya kira mati lampu biasa. Tahunya ketika saya cek group-group Whatsapp, satu per satu terman-teman absen sehingga terkuaklah informasi bahwa tidak hanya wilayah Tangerang Selatan yang mati lampu. Kawan-kawan yang di Jakarta pun mengalami hal yang sama. Bahkan juga yang tinggal di wilayah Bogor.

Makin beranjak ke sore hari, kawan di Bandung pun laporan merasakan situasi yang serupa. Akhirnya baru ketahuan, ternyata hampir separuh Pulau Jawa padam. Dan yang sulit diterima logika adalah waktu padam yang terlampau panjang, bahkan hingga belasan jam di wilayah tertentu.

Di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD), Tangsel, tempat saya tinggal, listrik baru menyala kembali sekitar pukul 22.10 WIB. Sementara di beberapa kawasan seperti Ciledug dan Bintaro Jaya, listrik sudah kembali mengalir sekitar satu jam sebelumnya.

Informasi penyebab blackout alias mati total pun berseliweran di sana-sini. Hingga saat ini, apa yang sesungguhnya terjadi masih dalam investigasi pihak PLN dan Polri.

Memang kita semua sudah mendengar jawaban Plt Direktur Utama PLN Sripeni Inten Cahyani soal kronologi mati listrik massal, ketika disambangi Presiden Jokowi (Jokowi). Namun, apakah ada unsur kelalaian, kesengajaan, sabotase atau sejenisnya, masih harus kita tunggu sama-sama hasil investigasinya.

Terlepas dari itu semua, peristiwa blackout kemarin sungguh lampu ini memperlihatkan kepada kita betapa rentannya sistem kelistrikan nasional. Terlihat jelas tingginya resiko sistem kelistrikan berbasis pembangkit besar (fosil, nuklir maupun panas bumi) dan sangat mudahnya sistem itu lumpuh atau dilumpuhkan, sengaja atau tidak.



Jika kita berandai-andai sejenak menyamakan kejadian semalam dan tadi pagi dengan gangguan terhadap stabilitas dan keamanan negara, maka sah-sah saja jika skala blackout semalam disejajarkan dengan serangan terorisme masif yang mampu melumpuhkan banyak sendi dalam masyarakat.

Bayangkan saja, listrik mati berjam-jam berakibat pada sangat sulitnya mengakses sinyal seluler maupun internet. Mayoritas jaringan ATM offline, lampu lalu-lintas tampak mati di berbagai titik. Akibatnya, banyak terlihat kemacetan dimana-mana.

Moda transportasi Kereta commuter line (KRL) dan MRT (mass rapid transit) paling terdampak hingga pelayanan dihentikan sementara karena menggunakan tenaga listrik. Sementara moda Transjakarta sekalipun masih beroperasi, tampak antrian penumpang mengular dimana-mana. Belum lagi kegiatan ekonomi yang butuh listrik dan komunikasi digital langsung slowing down atau melambat.

Mungkin yang masih berjalan aktif dan normal adalah aktivitas di mall, pusat perbelanjaan, hotel maupun apartemen yang memiliki pasokan tenaga listrik cadangan. Tetapi sekiranya kita ambil titik ekstrim dari kejadian ini, ambil satu contoh, ketahan dan keamanan, jika saja negera lain tahu apa yang terjadi, mudah sekali melumpuhkan Republik Indonesia!

Komunikasi sangatlah sulit kemarin malam. Bahkan jauh lebih sulit ketimbang sewaktu Menkominfo Rudi Antara membatasi penggunaan media sosial seperti Whatsapp, Instagram dan Facebook, sehubungan dengan kejadian 22 Mei 2019 lalu.

Tanpa kita sadari, inilah terorisme yang sesungguhnya! Di kala listrik yang merupakan kebutuhan utama manusia modern tiada, sendi-sendi kehidupan msayarakat akan goyah. Elektrisasi, informasi, telekomunikasi, finansial, transportasi, dan lainnya, yang ujung-ujungnya akan mengganggu stabilitas keamanan nasional.

Dan kalau sudah mengancam stabilitas nasional, seharusnya pejabat yang bertanggungjawab mundur. Di Taiwan misalnya, Menteri Bidang Perekonomian Taiwan Lee Chih-kun mengundurkan diri setelah terjadi malfungsi pada pembangkit listrik tenaga gas alam mereka 15 Agustus 2017 lalu. Akibatnya, jutaan rumah tangga mengalami pemadaman listrik di tengah gelombang panas yang tengah melanda negara tersebut.



Atau Menteri Ekonomi Korea Selatan, Choi Joong-Kyung, yang mengundurkan diri pada 15 September 2011 lalu, karena merasa bertanggung jawab atas terjadinya pemadaman listrik yang menimbulkan kemarahan masyarakat

Kalau di Indonesia, siapa yang bakal mundur?? Ada juga kita dipaksa menelan permintaan maaf seperti yang sudah-sudah. Maklum, negara santun...


Acuan:

Intip Reaksi Pejabat Dunia Saat Mati Listrik: Mohon Maaf Hingga Mundur

Petaka Mati Lampu se-Jawa 2019, Listrik RI Rapuh Salah Siapa

Diubah oleh noldeforestasi 06-08-2019 01:43
0
2.5K
25
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan