sindonews.comAvatar border
TS
MOD
sindonews.com
Demokrat Berharap Distribusi Kursi Pimpinan MPR Merata


JAKARTA - Partai Demokrat yang menjadi salah satu partai politik (parpol) pendukung Paslon 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno hingga kini belum menentukan sikap politiknya. Apakah akan menjadi parpol oposisi atau bergabung dengan parpol Koalisi Indonesia Kerja (KIK) pendukung Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.

Dalam perebutan kursi pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Demokrat pun belum mengambil sikap dalam penentuan paket pimpinan MPR mendatang. "Jadi kalau kita bicara paketnya, saya melihat ini terlalu dini karena koalisi saja pun belum ditentukan," ujar Anggota Fraksi Demokrat MPR Muljadi dalam Diskusi Empat Pilar dengan tema "Menjaga Politik Kebangsaan, Layakkah Semua Fraksi di Kursi Pimpinan MPR?" di Media Center Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/7/2019).

Muljadi mengatakan bahwa keputusan langkah politik Demokrat ke depan akan ditentukan melalui rapat Majelis Tinggi Partai bersama para Ketua DPD se-Indonesia. Rencananya, pada Kamis (11/7/2019) mendatang, Demokrat akan menggelar rapat Majelis Tinggi Partai.

Baca Juga:

Kendati begitu, Muljadi memiliki pandangan sebaiknya kursi pimpinan MPR dibagi secara merata kepada parpol yang belum mendapatkan kursi pimpinan di DPR. "Sebaiknya fungsi kekuasaan ini didistribusikan secara lebih merata. Saya tentu lebih cenderung berpendapat, sebaiknya yang sudah mendapat kursi di DPR, tentu memperioritaskan yang belum di MPR," paparnya.

Sebab, dalam tatanan politik ini tidak ada yang baku. Apalagi, susunan pimpinan MPR tidak diatur dalam UU MD3 layaknya kursi pimpinan DPR. "Enggak ada ketentuan-ketentuan yang mengatur lima pimpinan anggota MPR itu terdiri dari partai apa aja," katanya.

Dia memiliki gambaran jika kursi Ketua DPR menjadi jatah PDIP yang berhaluan nasionalis maka sebaiknya untuk kursi pimpinan MPR diambilkan dari parpol yang berhaluan religius. "Bahkan bisa juga yang lebih bagus lagi nasional, religius, itu bisa lebih bagus lagi, ini kan tidak menutup kemunkinan," paparnya.

Dikatakan Muljadi, praktik distribusi pimpinan yang merata itu pernah dilakukan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2009-2014. Pada saat itu, Demokrat rela memberikan kursi pimpinan MPR kepada Taufiq Kiemas dari PDIP. Padahal, Megawati Soekarnoputri merupakan rival politik SBY pada Pilpres 2009.

"Itu bagian dari mendistribusikan fungsi kekuasaan," tuturnya.

Langkah ini juga merupakan wujud dari prinsip kegotongroyongan. "Kita tahu tugas pimpinan itu sangat banyak sekali, tidak mungkin dirangkap oleh satu partai. Apalagi kalau (kursi) pimpinan dan memang belum pernah terjadi (satu parpol pegang dua kursi ketua DPR dan MPR," katanya.

Menurut Muljadi, persoalan kursi pimpinan MPR atau alat kelengkapan dewan lainnya seperti kursi ketua fraksi, ketua badan anggaran, dan lainnya merupakan persoalan-persoalan yang sangat politis. "Bagaimana keinginan-keinginan masing-masing partai dan terjadilah di sana negosiasi antar partai supaya tidak terjadi kegaduhan kan? Itu sebetulnya, pragmatisnya itu," urainya.

Pertanyaannya, apakah parpol di luar koalisi pemerintah layak mendapatkan jatah kursi pimpinan atau unsur pimpinan MPR? Muljadi mengatakan bahwa hal itu sangat layak.

"Seluruh partai dan siapapun sebagai anggota punya hak-hak dasar untuk menjadi pimpinan MPR. Persoalannya teori ini selalu tidak tidak nyambung dengan praktik yang ada di lapangannya dan pada akhirnya tetap terjadilah negosiasi antar kekuasaan, antara pimpinan partai," paparnya.


Sumber : https://nasional.sindonews.com/read/...ata-1562646468

---

Kumpulan Berita Terkait :

- Komnas Perempuan Berharap Amnesti Baiq Nuril Dikabulkan Presiden

- Jokowi Tegur Beberapa Menterinya Dianggap Sinyal Kuat Reshuffle Kabinet

- E-Rekap Siap Berlaku pada Pilkada 2020

0
311
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan