n4z1.v8Avatar border
TS
n4z1.v8
Kontroversi Tudingan Gatot Soal Polri Giring Opini Perusuh 22 Mei


Kontroversi Tudingan Gatot Soal Polri Giring Opini Perusuh 22 Mei


Gatot menganggap konferensi pers yang dilakukan Polri bertujuan untuk menggiring opini bahwa purnawirawan terlibat dalam kasus kerusuhan Mei maupun makar.

tirto.id - Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo angkat bicara soal aksi 21-22 Mei 2019 yang berujung ricuh dan menewaskan sembilan orang. Ada beberapa hal yang dia sampaikan dalam wawancara dengan TVOne tersebut, termasuk dugaan penggiringan opini oleh Polri, yang lantas memicu adu mulut antara beberapa pihak: ada yang membenarkan, ada pula yang menyanggah.

Sejauh ini ada tiga purnawirawan yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, dua di antara bekas tentara, satu polisi: mantan Kepala Staf Kostrad Kivlan Zen, dan eks Danjen Kopassus Soenarko. Kivlan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan makar, sementara Soenarko diduga melanggar aturan soal kepemilikan senjata api.

Gatot ragu kalau dua seniornya ini bersalah. Soal senjata Soenarko, Gatot bilang "hampir semua prajurit Kopassus dan Taipur punya senjata itu."

Kepala Sub Direktorat I, Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Kombes Pol Daddy Hartadi, mengatakan senjata yang menyerupai senapan jenis M4 Carbine itu adalah hasil sitaan dari kombatan GAM. Pada 2009, katanya, Soenarko meminta senjata itu diserahkan ke Heriansyah, orang kepercayaannya.

Pada 2011, saat Soenarko pensiun, senjata masih ada di tangan Heriansyah. Soenarko lantas memintanya membawa senjata itu ke Jakarta. Saat dikirim pada Mei 2019, senjata itu lantas disita polisi.

Daddy bilang Soenarko mengakui kalau itu memang senjatanya. Pun dengan Heriansyah. Senjata itu masih berfungsi dengan baik dan bisa "membinasakan makhluk hidup."

"Tidak mungkin seorang Pak Narko yang bekas Pangdam meninggalkannya [senjata] begitu saja. Pasti yang mengirim itu juga Satgas BAIS atau BIN," tuduh Gatot. "Pasti itu," tambahnya, meyakinkan pewawancara.

Kemudian soal dugaan makar yang dilekatkan kepada Kivlan. Gatot bilang, "enggak ada dalam kamusnya TNI itu makar. Tidak ada. Wong dia persenjataan lengkap dan terlatih. Gampang, tapi enggak ada [yang makar]," klaimnya.

"Bagi seorang patriot [tuduhan] itu menyakitkan sekali. Makar, kan, mengkhianati negara, padahal mereka mati-matian membela negara," ia menegaskan.

Penggiringan Opini?

Gatot lantas berkesimpulan bahwa terlepas dari fakta bahwa dua seniornya jadi tersangka, cara polisi menginformasikan itu ke pers tidak tepat. Gatot--secara implisit--mengatakan bahwa ada kecenderungan polisi menggiring opini.

"Dalam kasus ini perlu persatuan dan kesatuan. Jangan mendiskreditkan satu-satu institusi. Tersangka ya tidak masalah, kita buktikan dalam pengadilan. Tapi apakah purnawirawan semacam itu bisa melakukan makar dengan luar biasa? Hukumannya mati itu lho," katanya. "Jangan sampai opini publik menuduh purnawirawan TNI-lah yang jadi dalang, kemudian yang menembaki," tambahnya.

"Opini ini kan dibentuk. Ini yang harus diluruskan," ucap Gatot lagi.

Beberapa pihak sepakat dengan tudingan Gatot ini. Peneliti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Rivanlee, misalnya, mengatakan memang konferensi pers Polri pada Selasa, 11 Juni lalu, sangat tidak lengkap.

"Bias informasi tidak terjawab jelas dan ada upaya membentuk sentimen perusuh boleh dikerasin," kata Rivanlee di kantor Kontras, Jakarta Timur.

Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Andre Rosiade, juga mengatakan kalau aparat terlalu mendramatisir situasi soal keterlibatan para purnawirawan. Dia menyebut purnawirawan adalah orang-orang yang menjaga kedaulatan NKRI. Dia lantas melemparkan pertanyaan retoris saat dihubungi reporter Tirto, "apa mungkin tokoh-tokoh ini akan melakukan makar?"

"Harapan kami tuduhan-tuduhan itu tidak terbukti di pengadilan," tambahnya.

Dibela

Seperti banyak pernyataan-pernyataan politikus lain, apa yang disampaikan Gatot juga dibela beberapa pihak. Kepada reporter Tirto, juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Arya Sinulingga, mengatakan "Pak Gatot harusnya tahu proses investigasi tidak mungkin direkayasa."

"Itu fakta hukum saja yang dipaparkan. Jangan melihat mereka purnawirawan atau apa. Ini orang-orang," tambahnya. Dia juga menegaskan kalau Gatot semestinya tidak usah menafsirkan macam-macam usaha pengungkapan kasus oleh aparat.

Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra di Mabes Polri, Rabu (12/6/2019), menegaskan bahwa apa yang mereka lakukan semua berdasarkan fakta dan analisis. Pun dengan keterlibatan purnawirawan. Jika memang ada yang jadi tersangka, itu semata karena memang ada pembuktian ke arah sana.

"Apa yang sekarang menjadi hasil penyidikan, masih merupakan bagian hasil dari proses tadi. Jadi kalau ada pendapat menggiring opini, saya kira tidak tepat. Karena semua berdasarkan fakta hukum," ujar Asep.

Reporter: Felix Nathaniel , Adi Briantika &Bayu Septianto
Penulis: Rio Apinino
Editor: Jay Akbar
tirto.id

========

Menarik.
Sebelum melanjutkan, silakan baca bagian-bagian isi berita yang dibold. Terlalu sayang untuk dilewatkan sehingga karena banyaknya ucapan yang menarik, jadi banyak yang dibold.

Begini.
Jenderal Purn. Gatot bilang, "hampir semua prajurit Kopassus dan Taipur punya senjata itu."

Itu artinya ada senjata gelap dibawah penguasaan para prajurit Kopassus dan Taipur yang tidak teregistrasi. Ini kalau merujuk pada kata-kata Gatot Nurmantyo. Hampir semua. Artinya sebaguan besar. Mungkin kalau dihitung dengan persentase 100, bisa jadi 80% -90%. Bahaya? Oh ini tergantung dari sudut mana kita menilai. Prajurit Kopassus dan Taipur bukan anak kemarin sore yang doyan gagah-gagahan pamer senjata. Tapi kalau soal implikasinya, biarlah mereka yang berwenang menertibkan hal ini, dan itu tugas Denpom TNI.

Keyakinan Gatot Nurmantyo pada BAIS dan BIN, salah satunya ikut serta dalam proses pengiriman senjata yang masih berfungsi baik dan mematikan itu pun harus segera direspon oleh BAIS dan BIN agar tak menjadi bola liar yang akan disambar cepat oleh mereka yang suka menggiring opini dan mengadu domba antar institusi.

Pada bagian ini :

Kemudian soal dugaan makar yang dilekatkan kepada Kivlan. Gatot bilang, "enggak ada dalam kamusnya TNI itu makar. Tidak ada. Wong dia persenjataan lengkap dan terlatih. Gampang, tapi enggak ada [yang makar]," klaimnya.

"Bagi seorang patriot [tuduhan] itu menyakitkan sekali. Makar, kan, mengkhianati negara, padahal mereka mati-matian membela negara," ia menegaskan.

Gatot lupa bahwa Kivlan saat ini statusnya telah sama dengan dirinya yaitu menjadi orang sipil.
Berbeda dengan seorang Ulama. Saat dia menjadi ulama, maka sampai mati predikat itu menempel pada dirinya. Tapi seorang tentara, ketika predikat tentaranya berakhir, maka dia kembali fitrah menjadi sipil, mau tentara yang diberhentikan dengan hormat atau pensiun, sampai tentara yang dipecat karena berkhianat atau desertir. Dan seorang sipil, hak dan kewahibannya sama dengan sipil lain, begitu pula dalam hal penguasaan senjata, harus berijin.

Dalam hal Kivlan, nampaknya Gatot tidak bijaksana. Kenapa? Karena Gatot membawa-bawa institusi TNI untuk membela Kivlan. Padahal kalau mau jujur, banyak contoh tentara aktif yang terlibat dalam makar. Kasus pemberontakan PRRI/Permesta serta kasus pemberontakan PKI adalah bukti sahih adanya tentara aktif yang makar. Ini seharusnya bisa langsung menggugurkan klaim Gatot Nurmantyo. Apakah para tentara pemberontak PRRI/Permesta dan PKI adalah seorang patriot juga? Ya. Karena mereka turut berjuang merebut kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan.

Jadi pada dasarnya, pihak Kepolisian tidak menyeret institusi manapun juga. Hanya kebetulan semua tersangka adalah mereka yang pernah berjasa dalam pertahanan dan keamanan negeri ini. Dan mereka kebetulan Purnawirawan.

Masuk ke ucapan Kontras. Perusuh tidak boleh dikerasin? Hahaha.... Yang namanya perusuh pastinya membuat kerusakan. Dan kerusakan jika dibiarkan akan menimbulkan kerusakan lainnya. Adalah hak pihak keamanan negeri ini untuk menindak para perusuh. Ini brbeda dengan demo damai. Buktinya aksi di Monas dulu aman saja tanpa ada korban jiwa. Jadi seharusnya Kontras jika membuat statemen harus dipikirkan lagi, jangan asal.

Kalau BPN bertanya, "apakah tokoh-tokoh ini akan melakukan makar?" Pertanyaan ini sama andai konteksnya dibuat lain, "apakah anak-anak usia tanggung itu benar-benar ikutan demo anarkis?" Atau boleh juga dengan pertanyaan lain, "apakah pemuka agama itu benar-benar bersih?"

Intinya, fakta hukum. Kalau faktanya ada beberapa oknum yang ikut dalam carut marut kasus ini, tentunya banyak kemungkinan yang melatari. Entah dendam, bayang-bayang kedudukan, dan lain-lain.

Dan bicara oknum, dimanapun, apapun, siapapun, hal itu selalu ada.

Tapi kalau ikut kata-kata Gatot Nurmantyo, maka semua akan sama, tak ada yang salah.

TNI tak ada yang makar.
TNI tak ada yang main proyek.
POLRI tak ada yang menyimpan rekening gendut.
POLRI tak ada yang korupsi.
ASN tak ada yang berpihak.
Hakim semua jujur.
Ulama semua bersih lahir bathin.
Gubernur semua pintar mengelola APBD.
Anggota MPR DPR amanah membawa suara rakyat.
Anak BP Kaskus semua pintar.

Kalau ada yang tak benar dalam kesimpulan itu?
Itu oknum.
Dan oknum ini yang dihilangkan dari kosakata seorang Gatot Nurmantyo.

Ah, jadi ingat kata-kata Kivlan kalau uang Gatot Nurmantyo lebuh banyak dari uang Prabowo.
Darimana ya asalnya?

Diubah oleh KASKUS.HQ 13-06-2019 04:11
PRATAPSINGHAvatar border
bendolpeangAvatar border
tien212700Avatar border
tien212700 dan 75 lainnya memberi reputasi
70
23.8K
214
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan