londo.046Avatar border
TS
londo.046
Kearifan Lokal Itu Jangan Sampai Hilang


Liga 1 musim 2019 sudah dimulai. Laga pembuka antara PSS melawan Arema sudah digelar rabu kemarin. Dalam laga pembuka tersebut, kearifan lokal Indonesia terlihat dengan jelas dan nyata. Kearifan yang mungkin hari ini hanya ada di Indonesia. Mau sampai kapan kearifan lokal tersebut dipelihara? Apakah kita memang sangat suka menjaga hal-hal yang sudah melekat sebagai budaya dalam masyarakat, sehingga tidak rela kearifan itu hilang?

Kearifan lokal itu jangan sampai hilang, begitu satire dari salah satu pentolan suporter senior yang sudah malang melintang dalam dunia persuporteran Indonesia. Mulai dari Bejo Sugiantoro bujang, sampai Rahmad Irianto, anaknya Bejo main di Liga 1, kearifan lokal itu selalu ada dan tetap terjaga. Apa saja sih kearifan lokal yang beliau maksud?



Pertama, bentrok antar suporter. Di belahan dunia lain, memang masih ada hal seperti ini, tapi jumlahnya tidak banyak dan biasanya terjadi di luar stadion. Kalau di Indonesia? Tahu sendiri kan apa yang terjadi saat laga pembuka Liga 1 kemarin? Selain disuguhkan ketangguhan Super Elang Jawa dalam membantai Singa khentir, kita juga disuguhkan kearifan lokal berupa bentrok antar dua suporter di sekitar menit ke-30.

Banyak versi cerita yang beredar di luar sana, tapi semua salah bonek #eh. Iya bonek yang sedang away ke Bali harus salah. Kalau tidak salah, pokoknya dibuat salah. Fakta kok, siapa yang rusuh, siapa yang disalahkan. Ini juga kearifan lokal yang biasanya menjadi satu dengan rusuh. Pokoknya kalau rusuh, salah BONEK! Mau dipelihara yang seperti ini sam?



Kedua, suka memelihara kontroversi. Sudah tahu bagaimana kualitas pengadil lapangan Indonesia kayak apa. Sudah tahu penyulut rusuh adalah keputusan wasit yang kadang 'ajaib'  seperti pinalty gaib di menit 90. Atau pembiaran terhadap pelanggaran keras. Eh, PSSI menolak menggunakan Video Assistant Referee (VAR). Kata salah satu Lord di PSSI, VAR hanya akan membuat sepakbola seperti permainan Play Station.

Bagi sang suporter tua dan saya, VAR itu menghambat sang lord untuk mengatur pertandingan. Kalau semua keputusan wasit bener, gimana mau memberikan penalty gaib saat "anaknya" butuh hasil yang dia inginkan? Padahal jelas, VAR membuat pertandingan menjadi lebih sehat dan adil. Tidak perlu melihat kompetisi Eropa deh, Thailand, dan Vietnam saja sudah mengaplikasi VAR kok. Indonesia? Mungkin nanti nunggu para lord mati. Kalau masih hidup, ya mari lestarikan kearifan lokal ini.



Terakhir, budaya pengangkatan anak emas kepada klub yang berlaga. Karena Liga baru berjalan satu laga, belum terlihat apakah kearifan lokal yang satu ini masih terpelihara atau tidak. Musim lalu sih, begitu mencolok dan terlihat jelas. Mulai dari jumlah denda yang dibayarkan oleh klub yang berbeda untuk pelanggaran yang sama. Sampai dengan hukuman unik untuk anak asuh yang bikin rusuh. Unik dalam konteks lebih ringan tentu saja.

Well, kearifan lokal yang saya tulis di atas ada dan nyata dari musim ke musim. Bagi suporter yang ingin menikmati indahnya sepakbola dan berharap prestasi yang bisa dibanggakan, hal di atas jelas harus diberangus secepatnya. Tapi bagi mereka, para mafia, para lord yang hidup dari PSSI, kearifan lokal tersebut harus tetap ada. Kenapa? Silahkan pikirkan sendiri. Kalau rusuh, ujungnya apa.. Hehehehe.. Salam Damai.



Merdeka!!


Sumber Gambar : sini, sini, sini
arisentrisAvatar border
Virtuoso08Avatar border
hutomoabdi12Avatar border
hutomoabdi12 dan 16 lainnya memberi reputasi
17
9.4K
83
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan