Pemilu 2019 menyisakan kisah yang menarik. Berdasarkan hasil quick count dan real count sementara oleh KPU, Jokowi-Ma'ruf unggul dibandingkan Prabowo-Sandi pada Pilpres 2019. Namun kubu Prabowo-Sandi memiliki pendapat tersendiri yang menurut mereka benar. Mereka meyakini bahwa quick count dan real count yang selama ini beredar merupakan rekayasa semata. Menurut kubu Prabowo-Sandi, justru merekalah yang menang dengan raihan suara mencapai 62 persen.




Khusus untuk Prabowo, sebenarnya klaim kemenangan seperti ini bukanlah hal baru. Pada pilpres 2014 Prabowo juga melakukan hal serupa. Bahkan saat itu Prabowo seolah mendapatkan angin segar. Pasalnya TV One yang merupakan salah satu stasiun tv nasional turut menampilkan quick count yang memenangkan Prabowo. Hanya saja pada pemilu 2014 kubu Prabowo tampak lebih legowo dalam menerima kekalahan.




Berbeda dengan pemilu 2019. Pihak Prabowo tampak menantang keras kekalahan yang mereka alami. Bahkan menyuarakan kalau mereka akan mendorong terjadinya people power. Sebenarnya people power bukanlah hal yang baru di Indonesia. Pada 1998 lalu pernah terjadi people power di Indonesia yang menyebabkan runtuhnya rezim Soeharto.

Hal yang menjadi pertanyaan besar adalah, apa tujuan dari people power yang disuarakan oleh kubu Prabowo? Apakah sekedar aksi damai yang menuntut keadilan pemerintah dengan melaksanakan pemilu ulang, atau aksi seperti 1998 silam yang berniat untuk merebut kekuasaan dari rezim Jokowi? Apapun niat mereka, tentu saja people power semacam ini sama sekali tidak dibutuhkan. Pasalnya pemilu yang diselenggarakan baru-baru ini sudah demokratis dan transparan. Jadi tidak ada alasan lagi untuk menentang pemilu yang sudah terselenggara.




Pertanyaan lainnya, apakah ajakan people power yang disuarakan kubu Prabowo mendapat dukungan rakyat? Bagi rakyat yang mendukung Prabowo, besar kemungkinan setuju dengan ajakan people power tersebut. Namun belum tentu bagi mayoritas rakyat Indonesia. Sebab kalau memang terjadi kecurangan pada pemilu, harusnya mayoritas rakyat Indonesia mendukung ajakan people power tersebut. Ini karena adanya anggapan Jokowi menang berkat kecurangan. Jadi kalau kita memakai logika kubu Prabowo, harusnya mayoritas rakyat Indonesia mendukung mereka karena mereka meyakini kemenangan sebenarnya adalah milik Prabowo.

Namun bila kita perhatikan, rakyat Indonesia tampak adem ayem saja dengan ajakan people power tersebut. Termasuk para mahasiswa yang pada 1998 lalu menjadi salah satu ujung tombak gerakan people power. Bahkan pihak Prabowo sendiri tampak tidak sehati. Menurut Ferdinand Hutahean yang merupakan juru bicara BPN (Badan Pemenangan Nasional) Prabowo-Sandi, Prabowo menginginkan aksi people power yang damai yang tidak melanggar konstitusi. Hal berbeda justru diutarakan oleh Amien Rais selaku dewan pengarah BPN. Dia menginginkan aksi people power seperti tahun 1998 silam dengan menggulingkan pemerintahan sah.




Entah kenapa justru Amien Rais yang tampak lebih menggebu dibandingkan Prabowo. Saya sendiri juga tidak begitu tahu kepentingan apa yang dia usung. Kalau ada diantara teman-teman yang tahu banyak tentang kepentingan Amien Rais, mari kita diskusikan di sini. Namun yang pasti upaya Amien Rais untuk melakukan people power tampaknya hanya akan menjadi hisapan jempol belaka. Jangankan dukungan dari rakyat, dukungan dari PAN saja tidak bulat terhadap Amien Rais dalam upaya aksi people power tersebut. Seperti yang kita tahu, PAN merupakan partai politik tempat Amien Rais bernaung.

Referensi :
https://nasional.kompas.com/read/201...lum-berkembang
https://www.merdeka.com/politik/ferd...ple-power.html
https://finance.detik.com/bursa-dan-...trategi-bisnis
https://pilpres.tempo.co/read/120424...ja-tak-mungkin