babygani86Avatar border
TS
babygani86
Menanti Satelit Multi Fungsi Satria, Penyelamat Internet Indonesia
Internet lelet? Sudah bukan zamannya lagi. Kencangnya arus informasi saat ini harus ditunjang dengan akses internet yang pantang berjalan pelan. OpenSignal, sebuah lembaga riset yang menganalisis kecepatan internet, melaporkan Indonesia menjadi negara dengan akses internet cukup payah. Jika dirata-rata, kecepatan internet di Indonesia hanya 3,0 Mbps saja.

Ini tentu harus menjadi perhatian serius. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sejak akhir 2017 mengupayakan adanya satelit multifungsi (SMF) yang dinamakan Satria. Sang Satria dirancang untuk memperbaiki kecepatan internet sekaligus melayani kawasan yang tidak terjangkau oleh layanan broadband.



Dengan banyaknya kebutuhan, melayani sampai 150.000 titik lokasi seperti sekolah, puskesmas, kantor desa, maka lokasi tersebut tidak punya pilihan lain, hanya bisa dengan satelit. Satria merupakan satelit dengan kapasitas tinggi atau biasa disebut High Throughput Satelitte (HTS). Kapasitasnya bisa sampai 150 Ghz atau 10 kali lebih besar dibandingkan dengan satelit Nusantara Satu. Dengan kapasitas sebesar itu, akan ada efisiensi harga bandwidth, meski juga harus mengeluarkan belanja modal yang tidak sedikit.



Selain bandwidth, efisiensi ini mencakup biaya satuan satelit konvensional yang bisa mencapai Rp18 juta per Mbps per bulan. Nah, jika Satria sudah beroperasi, biaya satelit bisa dihemat menjadi satu juta rupiah per Mbps per bulan. Artinya tiga kali lebih kecil dari biaya Nusantara Satu. Intinya selain memperoleh teknologi kita juga mendapatkan efisiensi harga.

Hingga awal tahun ini, proses tender untuk pembangunan Satria masih dalam tahap penawaran harga. Proses ini adalah rangkaian terakhir dari keseluruhan tender. Dengan skema kemitraan pemerintah dan badan usaha (KPBU), proyek ini menyisakan dua perusahaan yang lolos fase teknis dan administrasi, PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) dan PT iForte Solusi Infotek. Pemenangnya tadinya akan diumumkan pada akhir Maret 2019, namun diundur hingga akhir April.

Kedua perusahaan ini lolos dalam fase administrasi karena dinilai memiliki kemampuan finansial. Dengan skema KBPU, capital expenditure (capex) dikeluarkan oleh pihak swasta, sehingga memerlukan kemampuan modal yang kuat. Selain modal, perusahaan atau konsorsiumnya harus memiliki kemampuan teknis. Minimal memiliki pengalaman membuat dan mengoperasikan satelit. Sebab itu, perlu dibentuk konsorsium untuk menunjukkan kemampuan teknis dan finansial para peserta tender.



Namun tak diungkapkan nilai yang diajukan para peserta tender. Setidaknya, proyek SMF ini memerlukan belanja modal sebesar Rp8 triliun. Ini yang nantinya yang harus dipenuhi pihak swasta. Pemerintah akan melakukan pengembalian modal ini ketika roket sudah berada di orbit dan bisa digunakan dengan baik.

Pengembalian investasi SMF seperti mencicil rumah dengan down payment 0%. Jadi setelah rumahnya jadi, lalu kita tinggali baru kita nyicil setiap bulannya selama 15 tahun. Setelah itu asetnya baru jadi milik kita.

Di antara peserta konsorsium, PSN yang paling awal paling siap. Sebelum proyek ini ditenderkan, PSN memang sudah merencanakan pembuatan satelit yang spesifikasinya hampir serupa dengan Satria. Demi memenangkan tender pembuatan Satria, PSN sudah menyiapkan teknologi yang dapat melingkupi seluruh wilayah Indonesia. Teknologi pita frekuensi yang rencananya digunakan adalah Kurtz-above band atau Ka band di 20-30 Ghz dengan 100—120 spot beam dengan coverage sekitar 0,3 derajat. PSN akan menerapkan teknik multiple spot beam. Jadi beamnya kecil kecil untuk wilayah Indonesia akan menglingkupi kurang lebih 100-120 spot beam.

SMF yang akan dipersiapkan PSN memiliki kapasitas yang jauh lebih besar ketimbang Satelit Merah Putih milik Telkom yang berkapasitas 3,6 Gbps. SMF ini bisa lebih dari 150 Gbps. Jika dibandingkan dengan teknologi HTS yang dimiliki satelit Nusantara Satu, SMF memiliki coverage yang lebih luas. Kalau Nusantara 1 kan 8 spot beam, kalau ini nanti sampai 100-an spot beam.



Perhitungan keuntungan PSN mengikuti pagu anggaran yang telah ditetapkan pemerintah dengan skema public private partnership (PPP). Pemerintah akan membayar sewa Rp 1 ,6 triliun tiap tahun selama 15 tahun. Kalau pagu pemerintah sekitar Rp1,6 triliun tiap tahun sampai tahun ke-15. Setelah akhir tahun ke-15 semua barang aset yang PSN invest diserahkan ke pemerintah.


Spoiler for Referensi:


7
8.9K
75
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan