Tidak terasa pesta demokrasi lima tahun sekali sudah di depan mata, masa-masa kampanye sudah terasa dari beberapa waktu sebelumnya, hingar bingar perpolitikan mencuat di kehidupan masayarakat. Ada yang sudah mulai menyuarakan dukungannya terhadap salah satu calon, namun ada juga yang masih melihat dan menimbang untuk memilih siapa di Pemilu 2019 nanti, bagi yang dari awal sudah tidak tertarik dengan calon saat ini, mungkin berpikiran untuk lebih memilih Golput. Golput sebuah istilah yang tidak asing menjelang pemilihan umum seperti ini, Golput juga sebuah hal wajar, karena ada satu dua alasan yang menyebabkan pemilih untuk Golput, bahkan dari era pemerintahan Soekarno dulu sudah ada Golput, dari era Soekarno hingga sekarang, presentase Golput malah cenderung meningkat, lebih jelasnya mari kita bahas lebih lanjut di bawah, dan bagaimana Golput di Pemilu 2019 nanti.
Sebelum membahas mengenai data-data Golput dari era Soekarno hingga Jokowi, mari mengetahui seluk beluk dari Golput. Golput atau Golongan Putih, pada awalnya sebuah gerakan protes yang di lakukan oleh para Mahasiswa dan Pemuda, gerakan ini muncul pada 3 Juni 1971, tepat sebulan sebelum pemilihan umum pertama di era Orde Baru di selenggarakan, tokoh yang terkenal dalam gerakan Golput salah satunya adalah Arief Budiman. Gerakan Golput lahir karena para mahasiswa dan pemuda merasa politik yang terjadi saat itu sangatlah tidak demokratis, sama sekali tidak mewakili suara rakyat. Kemudian dari mana datangnya dari penamaan Golput (Golongan Putih)? Kita tahu, Pemilihan Umum pertama pada era Orde Baru, partai yang mengikuti hanya ada tiga, Golkar, PDIP, dan PPP, pada saat itu tata cara pemilihannya dengan cara mencoblos, tata cara mencoblos yang benar dengan mencoblos pada bagian warna bendera partai, tapi karena adanya rasa ketidak percayaan dengan pemilu saat itu, para mahasiswa dan pemuda membuat gerakan untuk mencoblos bagian putih, di luar bagian gambar bendera.
Kemudian mari bahas data-data yang ada, Pemilu di selenggarakan pertama pada tahun 1955, pada saat itu persentase pemilih golput sebesar 8,6%, kemudian lima tahun setelahnya pada pemilu 1971 persentase pemilih golput menurun, dari sebelumnya 8,6%, pada saat itu turun menjadi 3,4%, setelah tahun itu, persentase pemilih golput terhitung sangat rendah, dikisaran angka yang sama, pemilu 1977 pemilih golput sebesar 3,5%, pemilu 1982 persentase pemilih golput di angka yang sama 3,5%, terakhir pada pemilu 1987 persentase pemilih golput sebesar 3,6%, setelah pemilu 1987 persentase pemilih golput menjadi naik, pada pemilu tahun 1992 persentase pemilih golput sebesar 4,9%, lima tahun berselang di pemilu 1997 persentase pemilih golput naik lagi menjadi 6,4%.
Pemilu 1999
Pada pemilu pertama di era Orde Baru ini, yang menjadi cikal bakal munculnya gerakan Golput (Golongan Putih), malah memberikan sebuah kejutan, dimana persentase pemilih golput pada saat itu hanya sebesar 7,3%, masih lebih kecil dari persentase pemilih golput di pemilu pertama di tahun 1955, bukan hanya itu saja, total pemilih yang berpartisipasi pada pemilu 1999 persentasenya sebesar 92,6%. Logikannya di saat gerakan golput mencuat, harusnya persentase pemilih golput menjadi tinggi, ini malah terbilang rendah.
Pemilu 2004
Di tahun 2004 ini, menjadi sebuah era baru dalam sejarah pemilihan umum, karena pada pemilu 2004, bukan hanya memilih presiden, tapi juga memilih legislatif, masyarakat di berikan suara untuk memilih siapa saja mereka yang akan mewakilkan aspirasinya di bangku legislatif. Apakah di pemilu 2004 ini membuat masyarakat sebagai pemilih merasa lebih bersemangat untuk ikut berkonstribusi? Nyatanya tidak demikian, untuk pileg (Pemilihan Legislatif) persentase pemilih golputnya sebesar 15,9% dengan persentase total pemilih yang ikut berpartisipasi sebesar 84,1, kemudian pada pilpresnya (Pemilihan Presiden) persentase pemilih golput sebesar 21,8% dengan persentase total pemilih yang berpartisipasi sebanyak 78,2%, karena pada pilpres pertama belum bisa menemukan siapa presiden yang terpilih, maka di lakukan pilpres putaran kedua, dengan persentase pemilih golput sebanyak 23,4% dengan persentase total pemilih yang berpartisipasi sebesar 76,6%. Betapa mengejutkannya, pada pemilu 2004 ini, rakyat lebih di berikan suara, untuk memilih Presiden dan Legislatif, tapi angka pemilih golputnya bisa 2-3 kali lipat dari pemilu era orde baru, pemilih yang ikut berpartisipasi juga tambah berkurang.
Pemilu 2009
Setelah pemilu tahun 2004, pemilu di 2009 ini juga memilih presiden dan legislatif, persentase banyaknya pemilih golput di pemilu 2009 ini untuk pileg sebesar 29,1% dengan persentase total pemilih yang berpartisipasi sebanyak 70,9%, pada pilpresnya persentase pemilih golput sebesar 28,3% dengan persentase total pemilih yang ikut berpartisipasi sebanyak 71,1%.
Pemilu 2014
Sama seperti pemilu sebelum-sebelumnya, persentase pemilih golput terbilang banyak, pada pemilu 2014, persentase pemilih golput pada pileg sebesar 28% dengan persentase total pemilih yang ikut berpartisipasi sebanyak 72%, kemudian pada pilpres persentase pemilih golput sebesar 30,42% dengan persentase total pemilih yang ikut berpartisipasi sebanyak 69,58%.
Jika dilihat dari data-data yang ada, persentase pemilih golput terbanyak saat pemilihan presiden, paling banyak di pemilu 2014 diana persentasenya sebesar 30,42%, dengan persentase pemilih yang berpartisipasi sebanyak 69,58%, sedangkan pada pemilihan legislatifnya yang terbanyak pemilih golputnya ada di pemilu 2009, dengan persentase pemilih golput sebesar 29,1% dengan persentase total pemilih yang ikut berpartisipasi sebanyak 70,9%.
Apakah pada pemilu 2019 nanti, pemilih golput akan cenderung berkurang? sepertinya akan bertambah, penyebabnya libur panjang, pemilu 2019 akan berlangsung pada 17 April dan tanggal itu di tetapkan sebagai hari libur, kemudian pada tanggal 19 April ada libur Paskah, jadi tanggal 18 April hari kejepit, di tambah lagi tanggal 19 April libur paskah jatuh pada hari Jum'at, kebanyak pekerja libur di hari sabtu dan minggu, jadi dari tanggal 19 hingga 21 April jadi hari libur panjang, dan akan lebih panjang jika sejak dari 17 April melakukan libur, karena tanggal 18 April hari kejepit, seringnya lebih memilih untuk bolos. Godaan untuk mementingkan melakukan liburan panjang dari pada mengikuti pemilu 2019, agaknya lebih besar, mumpung ada waktu libur panjang, jadi meluangkan waktu sejenak.
Namun jangan sampai melakukan hal itu, karena Golput itu tidak baik, negera ini kedepannya akan seperti apa di tentukan oleh pemilu 2019 nanti, dan kita di beri tanggung jawab untuk memutuskan nasib negara kita tercinta ini, bagi yang merasa lebih memilih untuk liburan, sempatkanlah meberikan suara di TPS terdekat, karena TPS juga sudah buka sejak pagi, baru setelah memilih berangkat liburan. Bagi yang berencana sejak awal untuk golput, karena merasa tidak cocok dengan calon yang ada, cobalah untuk melihat kembali para calon ini, carilah sisi baiknya, jangan melihat sisi buruknya, yang ada akan terus berpikir negatif jika seperti itu, siapa tahu dengan sedikit agak terbuka, bisa memberikan sebuah pilihan. Walau secara teori, golput itu adalah hak setiap pribadi, namun golput juga tidak baik untuk kemajuan bangsa, suara kita sangatlah penting dalam pemilu. Mari berpartisipasi di Pemilu 2019, nasib bangsa di mulai dari sini.