petaniitukerenAvatar border
TS
petaniitukeren
Menumbuhkan Urban Farmiing di Indonesia
Halaman rumah, atap, bahkan balkon, hampir semua jenis ruang perkotaan dapat diubah menjadi zona pertanian mini. Penduduk Bumi akan mencapai 10 miliar orang. Lebih dari separuhnya akan tinggal di kota-kota. Kebutuhan nutrisi untuk milyaran orang di era perubahan iklim menjadi salah satu tantangan terbesar abad ini. Dalam kondisi ini urban farming atau pertanian perkotaan bisa membantu.


Dan kini, urban farming telah menjadi trend terutama di kota - kota besar dunia. Tinggal di tengah deretan bangunan beton, membuat penduduk kota merindukan alam.
Karena selain meningkatkan kualitas hidup dan menciptakan ikatan sosial dalam masyarakat, urban farming juga erpotensi meningkatkan perekonomian lokal dengan menciptakan lapangan kerja dan mendukung ketahanan pangan yang lebih besar.

Dari sisi kesehatan, urban farming membantu menurunkan suhu perkotaan dan tingkat polusinya  yang terus mengkhawatirkan. 

Sejumlah kota sibuk di dunia yang sudah memulai urban farming di antaranya HK Farm di Hong Kong. Didirikan Maret 2012, jaringan taman atap di sekitar Yau Ma Tei menjadi salah satu lingkungan tertua di Hong Kong yang sudah se abad lebih tidak melihat kegiatan pertanian. 

New York City punya Brooklyn Grange yang mengoperasikan perkebunan atap terbesar di dunia. Mereka menanam lebih dari 22 ton produk organik setiap tahunnya. Mereka juga mengelola lebih dari 30 sarang lebah madu di atas atap di seluruh kota. Semua dimulai pada 2010 dengan tujuan menciptakan model berkelanjutan untuk pertanian perkotaan, menghasilkan sayuran untuk masyarakat dan menjaga ekosistem.

Sawah di atap gedung barangkali hanya akan anda temukan di the Roppongi Hills Business and Shopping Complex di Tokyo. Di sini, orang bisa menanam padi. Di tempat lain di Tokyo, tumbuh semangka, tomat dan cabe. Mereka yang tergabung dalam komunitas ini dapat berpartisipas dalam penanaman hingga memasak bersama-sama hasil panennya. 

Potret Urban Farming Tanah Air

Bagamaimana dengan Indonesia? Sudahkah kota -- kota di tanah air mengadopsi semangat urban farming? Walau dijuluki negara agraris (sekaligus maritim?), kita tentu tak mau kalah. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) terus mengembangkan lahan pekarangan untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga.

Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan memulai program ini sejak 2010, dengan mengembangkan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Hingga kini KRPL telah tersebar di 18.000 desa di 34 provinsi.
Pengembangan pertanian dengan memanfaatkan pekarangan ini selain untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga, juga untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga.

Salah satu KRPL cukup pesat kemajuannya adalah yang dikembangkan Kelompok Wanita Tani (KWT) Mertanadi di desa Tiying Gading, Kecamatan Selemadeg Barat, Kabupaten Tabanan, Bali. Walaupun KWT ini baru dibentuk Maret 2018 lalu, namun perkembangannya cukup pesat.

"Dengan KRPL yang kami kembangkan, anggota kami mampu menghemat belanja pangan untuk rumah tangga sekitar 500 ribu rupiah setiap bulannya. Jika dihitung 30 anggota, kami bisa menghemat belanja sebesar 15 juta rupiah," ujar Ketua KWT Mertanadi Ni Nyoman Sukani yang ditemui di Kebun Kelompok, Rabu (5/9/2018).
KWT binaan Dinas Ketahanan Pangan Bali ini sudah melakukan panen sejak Mei sampai Agustus. Dari hasil penjualan sayuran maupun bibit tanaman, telah terkumpul sebesar 2,5 juta rupiah. Aneka tanaman yang diusahakan adalah cabe, tomat, terong, pare, labu siam, jahe, kacang panjang dan juga memelihara itik.

Kepala BKP, Agung Hendriadi yang berkunjung ke lokasi pun mendorong kegiatan tersebut untuk terus ditingkatkan. 
"Saya mengharapkan, keberhasilan KRPL ini tidak membuat cepat merasa puas, dan selesai sampai disini. Tapi terus dikembangkan dan berkelanjutan, sehingga benar-benar lestari," ujar Agung.
Menurut Agung, KRPL akan bisa berkelanjutan jika mendorong penghasilan bagi setiap anggota yang mengerjakan KRPL. 

"Kalau ada tambahan pendapatan, tentu terus semangat," tambah Agung.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan BKP Tri Agustin, selaku pembina KRPL, mengharapkan lahan usaha jenis tanaman dan anggotanya terus bertambah.
"Kalau sekarang anggotanya baru 30 orang, ke depannya saya harapkan sudah bertambah menjadi 40 orang dan terus bertambah. Begitu juga dengan lahan usaha dan jenis tanaman harus bertambah banyak," ujar Tri Agustin.


Selama ini, Kementan sudah memberikan bantuan Rp. 50 juta/KWT untuk pengembangan KRPL. Dana tersebut digunakan untuk pembangunan Kebun Bibit Desa, demplot, pengembangan pekarangan, pengembangan kebun sekolah, dan sosialisasi pengolahan pangan Beragam Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA).



Bantuan diberikan sebagai stimulan untuk memotivasi masyarakat memanfaatkan lahan pekarangan, di mana Indonesia memiliki potensi lahan pekarangan seluas 10,3 juta hektar.



Sudah saatnya memang urban farming terus didorong untuk menjadi bagian dari solusi masalah pangan. Turunnya jumlah petani, urbanisasi, dan keterbatasan lahan hingga kini jadi masalah serius dalam pemenuhan kebutuhan pangan. 



Lalu bagaimana dengan Jakarta, sebagai barometer kota - kota besar lain di Indonesia ? Dikutip dari tribunnews.com, Menteri Amran mendorong agar bantaran Banjir Kanal Timur dapat memasok sayuran warga ibukota. 

Amran turun ke bantaran sungai Banjir Kanal Timur, Jakarta Timur untuk memberikan bantuan bibit sayur-sayuran.

Bibit yang diberikan seperti cabai, bayam, terong, kangkung, dan tomat. Selain bibit tanaman mentan juga akan memberikan pompa air, alat semprot dan cultivator.


Amran mengatakan terdapat potensi lahan pertanian di bantaran sungai BKT sepanjang 25 kilometer atau 50 hektar, yang dapat dikelola menjadi Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL).

"Ini menarik, pinggir sungai dapat kita manfaatkan sebagai KRPL percontohan. Kita bikin bantaran ini cantik ditanami sayuran. Tahun lalu, ada 1.500 KRPL di berbagai daerah, tahun ini kita tingkatkan. Jika saja pinggir sungai ini penuh ditanami cabai, bisa suplai kebutuhan di Jakarta mencapai 40 sampai 50 persen," ujar Amran di BKT, Jakarta Timur, Sabtu (14/7/2018).

Keuntungan lain yang dapat dirasakan oleh masyarakat adalah mendapatkan pendapatan dari penanam sayuran dan pemda juga tidak perlu membersihkan pinggiran sungai.

Amran menyebutkan seluruh bantuan budidaya dan pendampingan diberikan secara percuma oleh Kementan.
Ini merupakan komitmen pemerintahan Jokowi-JK guna meningkatkan produksi dan stabilitas harga pangan.

"Inilah pemerintahan Jokowi-JK, semua kebutuhan petani diberikan gratis," ujar Amran.
Hal ini dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan pasokan sayur-sayuran khususnya cabai untuk masyatakat Ibukota DKI Jakarta.

Pasalnya, terjaminya kebutuhan di DKI Jakarta menjadi barometer stabilitas pasokan dan harga cabai nasional.

Menurut Mentan, bantaran sungai BKT memiliki potensi lahan yang cukup luas jika mendapatkan pengelolaan yang serius dan mampu meningkatkan pasokan sayuran dan pendapatan masyarakat di Jakarta.

"Kalau kita hitung, pinggir sungai ini 50 hektar, jika produksi 10 ton per ha, jadi nanti kita hasilkan cabai 500 ton. Ini akan menjadi percontohan, nanti akan masuk di daerah lain. Negara kita ini kaya, lahan tersedia banyak. Kita manfaatkan lahan dan air, kita tidak bakal kekurangan pangan, khususnya cabai, tidak mungkin kekurangan," katanya.

Amran menekankan saat ini pasokan dan harga sayur-sayuran khususnya cabai di DKI Jakarta sangat stabil.
Menurutnya dengan adanya KRPL pasokan cabai dan sayuran dapat meningkat.

"Sekarang cabai stabil, KRPL kita bangun, nanti makin stabil lagi. Kita dorong KRPL. KRPL bisa memenuhi pangan rumah tangga sendiri. Produksi ayam pun kami dorong sehingga bisa memenuhi protein dan tekan inflasi," katanya. (*)


anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
432
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan