sonja6006Avatar border
TS
sonja6006
Akad Dalam Angan
Akad Dalam Angan




Setiap gadis pasti memiliki angan akan hari akadnya. Setiap gadis pasti menginginkan kesempurnaan momen saat akadnya berlangsung. Setiap gadis pasti menginginkan sang ayahlah yang menikahkan dirinya dengan lelaki yang dia pilih. Ini adalah kisah seorang gadis...dengan angan akadnya
.

Arif mengenal Sena kurang-lebih selama dua tahun. Kesan pertamanya tentang gadis ini; judes, jutek, dan kaku. Biasanya, Arif sulit sekali mengingat wajah seseorang, apalagi yang ditemuinya secara random. Kebanyakan orang yang tanpa sengaja dia temui akan segera menghilang dari ingatannya yang kebetulan tercipta sempit.

Tapi dia berbeda.

Perjumpaan pertama terjadi di sebuah kafe tepat di seberang sebuah universitas di Yogyakarta. Malam itu Arif beserta beberapa orang temannya tengah hang out menghabiskan malam dengan satu set kartu remi, berbungkus-bungkus rokok, dan bergelas-gelas minuman tanpa alkohol. Bukan dia tidak bisa minum, tapi kafe itu adalah kafe mahasiswa yang melarang keras peredaran alkohol di lingkungan kafe.

Ropin adalah tumbal yang menuliskan menu pesanan. Tentu saja pesanannya tidak hanya satu macam. Tapi satu orang bisa bermacam-macam. Setelah melewati perdebatan tentang menu makanan dan minuman untuk menani kegiatan mereka, Ropin memanggil pelayan kafe untuk melayani mejanya. Sialnya, saat itu kafe sedang ramai. Sialnya lagi, pelayan kafe yang bertugas hanya bertiga. Satu diantara mereka terlihat bingung dan canggung, satu terlihat biasa saja, satunya lagi terlihat sangat sibuk, berbicara cepat sekali, sesekali menunjuk-nunjuk memberi arahan pada si canggung, Ropin berani taruhan pelayan itu sedekali menekan suaranya nyaris membentak pada si canggung.

Melihat kesibukan ketiga pegawai iru, dan terlebih merasa kasihan pasa si sibuk, Ropin akhirnya berjalan menuju meja kasir untuk mengembalikan buku menu dan menyampaikan pesanannya. Disana ada si canggung dan si sibuk yang tengah mengutak-atik mesin kasir. Saat si canggung hendak menerima menu dari Ropin, tiba-tiba si sibuk langsung menyambar buku tersebut, dengan senyuman tersungging di wajahnya.

"Maaf ya kak, kita lama merespon. Lagi agak sibuk," kata si sibuk. Tangannya memberi isyarat pada si canggung untuk mengantarkan pesanan yang sudah jadi ke meja-meja.

"Iya, gakpapa mbak." kata Ropin masih terkejut. Dia tidak sempat melihat si sibuk selesai dengan mesin kasirnya, dan tiba-tiba gadis itu sudah menyambar menu dari tangannya. Dia punya tangan gurita ya? Pikir Ropin.

"Saya cek dulu ya. Pesanannya..." si Sibuk mengulang kembali pesanan yang Ropin tulis, tentu dengan beberapa coretan akibat berubah-ubahnya pesanan teman-temannya di meja sana.

"Oke, ditunggu agak lama gakpapa ya kak? Ini masih banyak antrian pesanan lainnya." Ujar si Sibuk masih berusaha ramah, padahal kerutan kekesalan jelas sekali terlihat di wajahnya. Ropin kembali ke mejanya setelah mengangguk mengiyakan kalimat si sibuk tadi.

"Kok lama, Pin?" Tanya Bobby saat Ropin kembali ke meja setelah mereka selesai putaran pertama permainan.

"Mbak nya sibuk. Judes." katanya menyulut sebatang rokok.

Mendengar kalimat Ropin, tanpa dikehendakinya, kedua mata Arif langsung menangkap sosok yang berbicara cepat dari balik bar kafe malam itu.

****************

Berjam-jam lamanya mereka bermain remi. Bergelas-gelas minuman yang di pesan, berpiring-piring snack yang mereka telan untuk menemani malam mereka.

Jarum jam menunjukkan pukul 03.48 pagi. Hampir menjelang adzan subuh. Permainan mereka sudah berakhir sejak setengah jam lalu, para tamu kafe sudah bubar, beberapa lampu sudah dimatikan. Tapi rasanya mereka enggan sekali beranjak. Tidak ada lagi suara musik mengalun dari speaker, hanya ada suara pelayan yang sedang bersih-bersih, dan suara print bilm dari mesin kasir. Di balik mesin kasir iti nampak si sibuk yang mengerutkan dahi menghitung pendapatan. Melihat gadis itu, muncul niat jahil Arif untuk mengganggunya.

"Mbak, masih bisa pesan nggak?" Tanya Arif. Bukan Arif tidak tahu bahwa saat ini dudah jauh dari jam kerja kafe. Tapi balasan tang dia dapat justru membuatnya semakin ingin melancarkan aksinya.

"Sudah tutup mas." Jawab si sibuk. Tanpa senyum. Tanpa raut wajah ramah. Hanya serupa lirikan tajam dari sudut matanya sebelum kembali tenggelam dalam catat-mencatatnya.

Arif mati-matian menahan cengirannya. Hilang sama sekali sikap ramahnya saat tadi mengantarkan pesanan dan menawarkan pesanan ulang. Yang dilihatnya saat ini sama sekali berbeda dengan yang tadi. Sambil mengulum senyum, Arif kembali ke mejanya. Benaknya masih dipenuhi pikiran untuk kembali menjahili si sibuk ini.

Pukul empat lewat lima menit, Dimas mengajak mereka untuk pulang. Tapi Arif menahan mereka untuk duduk sepuluh menit lagi. Dalam hatinya dia taruhan, dalam sepuluh menit si judes akan selesai dengan perhitungannya, dan dia akan menghampiri mereka untuk segera angkat kaki dari kafe.

Maka mereka menghabiskan waktu dengan handphone masing-masing. Arif pun demikian. Tapi yang dia lihat bukanlah update instastory atau kegiatan absurd lainnya. Dia mengamati jam. Menit menit berlalu sambil sesekali dia mengamati si sibuk. Pada empat lewat lima dia selesai menghitung.

Sekarang dia sedang merapikan mejanya.

Sekarang dia bicara pada karyawan daput. Sepertinya memastikan semua pekerjaan telah selesai. Dari tempat duduknya Arif dapat melihat karyawan dapur mengangguk sambil memberi isyarat menatap pada mejanya. Pertanda untuk mengusir mereka dari kafe.

Sekarang si sibuk menghela nafas. Sedetik kemudian dia berbalik dan menghampiri mereka. Arif mendadak sibuk dengan handphone nya.

"Permisi kak, mohon maaf. Kami sudah tutup, silahkan keluar karna kami mau pulang." Katanya setengah tersenyum, tapi bersikap sopan sekali. Berbeda lagi dengan saat dia di meja kasir tadi.

"Yuk lah. Udah diusir kita." Kata Bobby sambil berdiri. Sekilas Arif menangkap guratan tidak senang di wajahnya.

Kemudian Dimas nyeletuk, "Mbaknya senyum dong. Jangan serem serem mukanya, mbak." katanya sambil tertawa.

Dalam hati Arif mendukung Dimas. Bahkan berjanji akan membelikan sebungkus rokok jika gadis ini tersenyum.

Dan Arif harus menepati janjinya. Karna gafis itu benar-benar tersenyum. Bukan senyuman profesional seperti tadi saat dia bekerja. Tapi senyuman selayaknya seorang kawan.

Dan sialnya, Arif tidak bisa melupakan senyum itu. Yah, setidaknya dia punya tempat yang akan dia kunjungi sepulangnya dari ekspedisi ke jawa timur dua bulan lagi.

Bersambung



––––––––––

Para pembaca yang budiman, ane ucapin selamat menikmati sebuah cerita dari ane emoticon-Maluemoticon-Malu

Semoga berkenan memberi masukan dan komentar, dan gak ketinggalan rate serta cendolnya gan emoticon-Ngakakemoticon-Ngakak

Happy Reading~~ 😘😘😘
Diubah oleh sonja6006 19-08-2018 17:39
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
924
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan