BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Ancaman sanksi baru dari AS semakin goyahkan Turki

Presiden AS Donald Trump (kiri) bertemu dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (kanan) di kantor pusat NATO, Brussel Belgia (11/7/2018).
Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS), Steven Mnuchin, mengatakan bahwa Presiden Donald Trump siap menerapkan lebih banyak lagi sanksi terhadap Turki, jika pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan tidak kunjung membebaskan pendeta asal AS, Andrew Brunson, sebagai tahanan rumah.

Mnuchin mengeluarkan pernyataan itu dalam rapat kabinet dengan presiden yang dihadiri para wartawan.

“Kami telah memberlakukan sanksi terhadap beberapa anggota kabinet mereka,” ujar Mnuchin dilansir dari CNN, Minggu (19/8/2018).

Ia menambahkan bahwa akan ada sanksi-sanksi lagi yang rencananya diberlakukan jika Turki tidak segera membebaskan Brunson. Pendeta Gereja Presbyterian itu menjadi pusat ketegangan yang terjadi antara AS dan Turki yang berlangsung selama tiga pekan terakhir.

Brunson dituduh terlibat dalam Pergerakan Gulen, kelompok yang dituduh bertanggung jawab atas upaya kudeta terhadap Erdogan.

Merespons ancaman sanksi tambahan yang dikeluarkan oleh AS tersebut, nilai mata uang Turki, lira, semakin terperosok hingga 5 persen terhadap dolar AS dan menurunkan nilai pasar modal hingga 1 persen pada penutupan perdagangan Jumat (17/8).

Potensi resesi ekonomi Turki pun mulai dibaca oleh lembaga rating kredit internasional, Standard & Poor's (S&P). Lembaga yang berbasis di New York tersebut, memutuskan untuk memangkas peringkat utang Turki menjadi 'junk' , atau sampah, karena gejolak mata uang dan ekonomi yang melanda negara tersebut belakangan ini.

Selain itu, pemangkasan peringkat utang juga dilakukan karena lembaga pemeringkat tersebut memperkirakan gejolak mata uang Turki masih berlangsung hingga tahun depan.

Di samping itu, S&P juga memperkirakan bahwa dalam beberapa waktu ke depan, ekonomi Turki masih akan mendapat tekanan hebat. Selain dari lira, tekanan mereka perkirakan juga akan datang dari inflasi.

"Kebijakan mereka (Turki) masih terbatas, peringkat mencerminkan ekspektasi kami bahwa volatilitas ekstrim lira akan merusak ekonomi Turki sampai paling tidak tahun depan. Kami masih memperkirakan Turki mengalami resesi ekonomi," ungkap S&P dalam sebuah pernyataan resmi yang dikutip dari Reuters, Minggu (19/8).

Menyusul S&P, lembaga pemeringkat Moody's Investors Service juga menurunkan peringkat utang negara Turki menjadi Ba3 dari sebelumnya Ba2, yang menunjukkan institusi publik Turki yang melemah dan terkait dengan kemungkinan pembuatan kebijakan lebih lanjut oleh pemerintahnya.

Pada saat bersamaan, prospek (outlook) untuk peringkat utang tersebut ditetapkan pada negatif, yang berarti peringkat Ba3 dapat turun lagi dalam rentang enam bulan ke depan.

Peringkat Ba3 merupakan tiga level di bawah peringkat layak investasi (investment grade) yaitu Baa3 (atau dalam metode pemeringkatan Fitch Ratings dan Standard&Poor's setara BBB-). Peringkat di bawah layak investasi juga berarti spekulatif dan kualitasnya jelek (junk).

Penurunan peringkat dilakukan Moody's di tengah krisis mata uang yang menghapus 40 persen nilai lira terhadap dolar AS tahun ini.

Namun Erdogan tidak tinggal diam. Ia menyatakan siap meladeni semua pihak yang mempermainkan ekonomi Turki.

Pernyataan tersebut ia sampaikan sehari setelah sejumlah lembaga pemeringkat memutuskan untuk memangkas peringkat utang Turki ke level sampah.

Erdogan menyatakan bahwa dirinya tidak akan menyerah dengan permainan tersebut.

"Sekarang semua orang mencoba mengancam kami melalui ekonomi, suku bunga, nilai tukar, investasi dan inflasi, dan kami katakan Turki telah melihat permainan mereka, dan menantang mereka," katanya seperti dikutip dari Reuters.

Dalam satu minggu terakhir, nilai lira terus menurun hingga 7,2 lira per dolar pada Senin (13/8), dan memberikan tekanan terhadap pasar uang negara-negara berkembang (emerging market), termasuk Indonesia.

Gejolak kurs sempat mereda pada Kamis (16/8), usai pemimpin Qatar, Syeikh Tamim bin Hamad Al Than, terbang ke Turki untuk memberikan dukungan kepada Ankara untuk pulih dari krisis ekonomi. Dilaporkan oleh Aljazeera, saat bertemu dengan Erdogan, Al Thani menjanjikan investasi di Turki sebesar 15 miliar dolar, setara Rp219 triliun.

Jatuhnya lira di pasar keuangan telah menimbulkan keraguan tentang investasi di Turki. Imbal hasil obligasi 10 tahun Turki telah meningkat tajam, hingga lebih dari 20 persen. Kenaikan imbal hasil tersebut mengindikasikan kekhawatiran investor yang ingin tingkat pengembalian lebih tinggi seiring dengan meningkatnya risiko.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...goyahkan-turki

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Obat-obatan, selimut, dan sanitasi yang ideal

- Dana bansos melonjak dua kali lipat pada tahun politik

- Kenapa Ahok bisa bebas murni pada Januari 2019

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
19.7K
130
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan