gilbertagung
TS
gilbertagung
Pertelevisian Indonesia, Bagian II : Gelombang Televisi Swasta (1988 - 1998)



Pada bagian pertama yang dipublikasikan pada 5 Agustus lalu, saya telah membahas pertelevisian Indonesia pada periode monopoli negara (TVRI). Bagian ini akan membahas kemunculan stasiun televisi swasta di Indonesia masa Orde Baru yang dimulai pada 1988 sampai tahun 1998.

Klik gambar untuk menuju sumber gambar

Kemunculan RCTI

Pada 1986, pemerintah menerapkan kebijakan langit terbuka atau open sky policydengan Keputusan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi No. Km/49/PL.104/MPPT-86 tanggal 20 Agustus 1986. Dengan kebijakan ini, masyarakat diperbolehkan memakai antena parabola untuk menangkap siaran televisi selain TVRI. Kebijakan ini menjadi pondasi awal bagi industri televisi swasta Indonesia.
Pada 21 Agustus 1987, Bambang Trihatmojo, Peter Sondakh, dan Peter Gontha mendirikan stasiun televisi swasta pertama di Republik Indonesia, Rajawali Citra Televisi Indonesia atau RCTI di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Izin siaran RCTI diperoleh pada 1 Januari 1987. Kompleksnya mulai dibangun pada 23 Juni 1988 dan siaran percobaan dimulai pada 13 November 1988 dan menjadi siaran televisi swasta pertama di Indonesia. Siaran percobaan dapat disaksikan oleh semua pemilik televisi di Jakarta sampai 20 November 1988 dan setelahnya, mereka diharapkan memasang dekoder agar dapat menonton RCTI yang digratiskan dari iuran bulanan sampai Maret 1989, cukup membayar untuk dekodernya saja. RCTI memulai siaran resmi setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 24 Agustus 1989, bertepatan dengan 27 tahun sejak TVRI memulai siaran perdana. Pada mulanya, hanya mereka yang memiliki dekoder saja yang dapat menyaksikan siaran RCTI. Untuk memperoleh dekoder, masyarakat pada waktu itu dikenakan harga Rp131.000 (setara dengan Rp1.697.452 pada 2018 disesuaikan dengan inflasi) dan iuran bulanan sebesar Rp15.000 - Rp30.000 (setara Rp194.365 - Rp388.730 pada 2018 disesuaikan dengan inflasi).

Televisi Swasta Bermekaran

Tepat setahun berselang, 24 Agustus 1990, muncullah sebuah stasiun televisi lokal di Surabaya, Surabaya Central Televisi atau SCTV. Kini, kepanjangannya berubah menjadi Surya Citra Televisi. SCTV merelai acara yang disiarkan RCTI Jakarta pada masa awal berdirinya sebelum mulai menyiarkan acaranya sendiri. Pendirinya antara lain Sudwikatmono (Pengusaha pendiri jaringan bioskop 21), Mohammad Noer (Gubernur Jawa Timur periode 1967 - 1976), dan Henry Pribadi. Pada tanggal yang sama, RCTI mulai dapat dinikmati pemirsa Jakarta dengan antena biasa, tanpa lagi memerlukan dekoder. Demikian pula dengan SCTV yang semula juga akan menggunakan dekoder. Pada awal 1991, RCTI mulai bersiaran dengan sistem suara stereo Zweiton yang hanya bisa dinikmati dengan televisi yang mendukung sistem suara stereo. Pada Mei 1991, RCTI memulai siaran lokal di Bandung. Antara Juli 1991 dan Agustus 1993, penduduk di kota selain Jakarta, Bandung, dan Surabaya harus menggunakan parabola untuk menangkap siaran RCTI lewat Satelit Palapa.
23 Januari 1991, putri sulung Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana atau lebih dikenal sebagai Mbak Tutut, memulai siaran Televisi Pendidikan Indonesia (TPI). Televisi ini menggunakan frekuensi siaran TVRI dan bersiaran melalui Studio 12 TVRI Pusat pada awal masa siaran. Ini dimungkinkan karena TVRI pada masa itu hanya bersiaran mulai pukul 16.00 WIB sehingga TPI bisa menggunakan frekuensi milik TVRI untuk bersiaran di pagi hari (pukul 06.00 WIB sampai 10.00 WIB pada awalnya). Karena hal ini pula, siaran TPI dapat disaksikan di seluruh wilayah Indonesia yang sudah terjangkau siaran TVRI. Dengan demikian, TPI merupakan stasiun televisi swasta pertama di Indonesia yang melakukan siaran nasional. Stasiun televisi ini, sesuai dengan namanya, menfokuskan diri pada siaran pendidikan pada masa awal pendiriannya, meski pada akhirnya televisi ini lebih terkenal dengan acara bernuansa dangdut dan India. Pada 10 November 1992, TPI menambah jam siarannya dengan bersiaran di malam hari antara pukul 16.00 - 21.00 WIB. Saat itu, siaran paginya sudah berlangsung dari pukul 05.30 - 13.30 WIB.
1 Januari 1993, Grup Bakrie mendirikan Andalas Televisi (ANteve) di Bandar Lampung. ANteve mendapatkan izin siaran nasional dari Menteri Penerangan, Harmoko, melalui Keputusan Menteri Penerangan Republik Indonesia nomor 04A/1993 pada 18 Januari 1993 dan pindah ke Jakarta secara gradual. Siaran nasional dimulai sejak 28 Januari 1993. Acara pertama yang mereka produksi sendiri adalah peliputan Sidang Umum MPR / DPR tahun 1993 pada 1 - 11 Maret 1993 yang mengukuhkan Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia untuk kali keenam. 1 Maret 1993 pun ditetapkan sebagai hari lahir televisi ini. Televisi ini pada awalnya menargetkan pasar anak muda dengan merelai siaran MTV Asia namun kemudian berkembang menjadi semua umur. Ketika itu, MTV Asia memiliki beberapa Video Jockey (VJ) andalan dari Indonesia seperti Nadya Hutagalung, Jamie Aditya, dan Sarah Sechan.
RCTI dan SCTV yang lebih dulu beroperasi baru resmi mulai bersiaran secara nasional pada 24 Agustus 1993. Siarannya mulai dari pukul 06.30 sampai 01.30, kecuali hari Sabtu sampai pukul 02.30. Keesokan harinya, SCTV sudah tak lagi merelai acara RCTI seperti yang dilakukannya dalam 3 tahun pertama kecuali acara berita yang baru mulai diproduksi sendiri pada 1996.
Dengan siaran nasional ini, praktik sistem siaran berjaringan yang sebelumnya digunakan televisi swasta praktis telah terhenti. Maka, RCTI Bandung dan SCTV Denpasar berhenti bersiaran dan penduduk di dua kota tersebut memperoleh siaran RCTI / SCTV yang disiarkan dari studio di Jakarta dan diterima melalui stasiun transmisi di kota masing-masing.
Kehadiran empat stasiun televisi swasta di atas membuat Grup Salim ikut terjun ke bisnis ini dengan mendirikan PT Indosiar Visual Mandiri. Indosiar memulai siaran secara resmi pada 11 Januari 1995. Stasiun televisi yang bermarkas di Jalan Damai nomor 11, Daan Mogot, Jakarta Barat ini semula akan mulai bersiaran pada Februari 1994 namun mereka baru memulai siaran percobaan pada November 1994. Televisi ini menggunakan teknologi yang canggih untuk masanya, termasuk penggunaan sistem suara NICAM.
Mungkin Anda bertanya mengapa logo Indosiar mirip dengan TVB Hong Kong. Itu karena stasiun televisi milik Liem Sioe Liong atau Sudono Salim (kala itu) tersebut memang menjalin kerjasama dengan stasiun televisi asal Hong Kong tersebut pada awal pendiriannya sehingga tak heran banyak drama Hong Kong yang sebelumnya tayang di TVB ditayangkan di Indosiar.

Teleteks yang Gagal Populer

Pada 1990-an, beberapa stasiun televisi menyediakan fitur teleteks yang dapat mengirimkan berbagai informasi dalam bentuk teks kepada pemirsanya seperti informasi harga saham, prediksi cuaca, kurs mata uang, berita, dan sebagainya. Teleteks, yang telah ada di Eropa sejak 1970-an, tergolong teknologi yang baru di Indonesia kala itu. RCTI mulai menyediakannya pada April 1994 dan TVRI menyusul pada Agustus 1994. Sayangnya, teknologi ini tak terlalu populer di Indonesia karena hanya pesawat televisi tertentu yang dapat memperolehnya, informasi yang hanya relevan untuk sebagian kecil pemirsa, dan informasi yang sedikit mengenai teleteks di masyarakat. Kini, pesawat televisi modern pun masih ada yang dilengkapi teleteks. Indikatornya adalah adanya tombol "Text" di remote control.

Iuran Televisi

Seperti pada tahun 1980-an, pemilik televisi pada era 1990-an masih harus membayar iuran televisi secara bulanan. Besarnya iuran bergantung pada jumlah, ukuran, dan warna siaran televisi. Iuran akan ditagih setiap bulan oleh petugas dari Yayasan TVRI dan sebagai bukti pembayaran, meterai iuran televisi akan dipasang pada buku iuran televisi.
Selain dari iuran masyarakat, TVRI juga mendapatkan pendanaan dari pemerintah dan stasiun televisi swasta. Pada masa itu, setiap stasiun televisi swasta menyetor 12,5% dari pendapatan iklannya kepada TVRI yang sampai kala itu masih belum diizinkan untuk beriklan. Dasar hukum bagi penarikan iuran ini adalah Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 46 tahun 1990 tanggal 13 September 1990 dan Keputusan Menteri Penerangan Republik Indonesia nomor 111 / 1993.

Relai Acara Berita

Sumber : Sanggar Cerita
Sejak 1988, semua stasiun televisi swasta juga wajib merelai acara berita TVRI : Berita Nasional pada pukul 19.00 WIB, Dunia dalam Berita pada pukul 21.00 WIB, dan Berita Terakhir pada dini hari. Penayangan Dunia dalam Berita terkadang membuat acara yang sedang ditayangkan oleh stasiun televisi swasta harus dihentikan terlebih dahulu dan dilanjutkan pada pukul 21.30 WIB setelah acara tersebut selesai. Kadang, bila masih disambung Laporan Khusus selepas Dunia dalam Berita, acara yang sebelumnya dipotong atau dijadwalkan untuk ditayangkan pada slot waktu tersebut akhirnya tak diteruskan / ditayangkan sama sekali, ataupun hanya ditayangkan sebagian. Kebijakan ini berlangsung hingga 13 Oktober 2000.
Komik karya Nana Naung ini menggambarkan bagaimana tayangan relai berita menjadi hal yang kurang menyenangkan bagi penggemar film di televisi kala itu.


Booming Sinetron

Pada awal 1990-an, perfilman Indonesia mulai memasuki masa suram. Produksi film nasional turun drastis dari 118 judul pada 1991 menjadi 12 judul pada 1992. Bahkan, Festival Film Indonesia harus vakum dari 1993 hingga 2003.
Ini pun membuat para pekerja industri film ramai-ramai bermigrasi ke televisi swasta yang masa itu mulai menayangkan sinetron. Maka tak heran, sinetron era ini memiliki kualitas sinematografi seperti film bioskop. Nama yang paling mendominasi sinetron di era ini adalah Raam Punjabi. Di industri perfilman, ia adalah produser Parkit Film. Di industri sinetron, ia adalah produser Multivision Plus.
Sinetron yang banyak digemari masyarakat kala itu antara lain Gara-gara, Halimun, Siti Nurbaya, Noktah Merah Perkimpoian, Sengsara Membawa Nikmat, Bella Vista, Si Doel Anak Sekolahan, Keluarga Cemara, dan Abad 21. Kala itu, sinetron ditayangkan setiap pekan, kecuali sinetron khusus Ramadan yang tayang setiap hari.
Memasuki paruh kedua 1990-an, sinetron komedi dengan tokoh utama makhluk halus menjadi tren. Muncullah tayangan semacam Jin dan Jun (1996) dan Tuyul dan Mbak Yul (1997).

Kuis yang Masih Memikat

Pada era monopoli TVRI, Ani Sumadi dan kemudian muridnya, Helmy Yahya, menjadi orang di belakang suksesnya kuis yang tayang di televisi milik pemerintah tersebut. Di era televisi swasta, kuis masih menjadi andalan untuk menjaring iklan.
TVRI memiliki kuis Gita Remaja yang dibawakan oleh Tantowi Yahya antara Juli 1989 dan Juli 1994. RCTI punya kuis Apa Ini Apa Itu, Tak Tik Boom yang dipandu Dede Yusuf, dan Kata Berkait yang dibawakan Nico Siahaan. TPI yang identik dengan acara bernuansa dangdut punya Kuis Dangdut yang dibawakan Jaja Miharja dan tayang dari 1994 hingga 2006 dan Kuis Benyamin yang dibawakan oleh Benyamin Sueb. Anteve mengadaptasi acara Family Feud dari Amerika Serikat menjadi Famili 100 yang dibawakan dengan apik oleh Sony Tulung dan narator Sony Setiawan.

Serial Asing Menyerbu

Era pertelevisian swasta juga masih diwarnai dengan maraknya serial asing, yang sudah menyemarakkan ruang keluarga di Indonesia sejak 1970-an. Serial asing tersebut datang dari berbagai negara antara lain Amerika Serikat, Jepang, Hong Kong, India, Australia, Meksiko, bahkan negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Thailand, Filipina, dan Singapura. Dari Amerika Serikat, ada serial MacGyver yang sangat digandrungi remaja, cerita polisi dalam kehidupan remaja 21 Jump Street, dan serial legendaris Friends. Dari Meksiko, kerap disebut telenovela, ada Marimar, Maria Mercedes, dan masih banyak lagi. Dari Negeri Matahari Terbit, ada Tokyo Love Story dan serial tokusatsu seperti Kamen Rider. Dari negeri India, ada serial Mahabharata klasik. Dari Australia, ada serial populer TVRI akhir 1980-an, Return to Eden. Serial Hong Kong didominasi cerita klasik dan dipelopori Indosiar lewat Return of the Condor Heroes.
Serial asing ini menjadi pilihan stasiun televisi karena biaya untuk membeli lisensi serial impor ini lebih murah dibandingkan memproduksi acara sendiri dan acara-acara ini menuai kesuksesan dan ketenaran di kalangan pemirsa sehingga menjadi primadona bagi pemasang iklan. Sebagai contoh, lisensi penayangan MacGyver, ditayangkan saban Jumat malam, dibeli RCTI seharga US$3.000 per episode pada 1992.

Tayangan Sepakbola

Dengan hadirnya televisi swasta, tayangan olahraga, khususnya sepakbola, menjadi lebih beragam. Setiap televisi berlomba-lomba memanjakan penonton dengan tayangan liga-liga elite benua Eropa. TVRI milik pemerintah menyiarkan Bundesliga Jerman. RCTI menyiarkan Serie A (Liga Italia) juga Liga Champions UEFA. SCTV menyiarkan English Premier League (Liga Inggris). Sementara ANTV menyiarkan La Liga (Liga Spanyol).
Turnamen Piala Dunia kala itu sudah ditayangkan secara penuh dan langsung, berkat teknologi satelit. Piala Dunia 1990 ditayangkan oleh RCTI. Edisi 1994 ditayangkan serentak oleh TVRI, RCTI, dan SCTV dan Piala Dunia 1998 ditayangkan oleh keenam stasiun televisi (TVRI, RCTI, SCTV, Anteve, dan Indosiar).

Siaran Televisi Asing

Tak hanya siaran TVRI dan televisi swasta nasional, siaran televisi asing juga dapat dinikmati masyarakat Indonesia. Lewat antena parabola, masyarakat dapat menangkap siaran TV3 Malaysia juga siaran televisi dari berbagai negara seperti Jepang dan Prancis. Semua ini terjadi berkat kebijakan open sky policy pada 1986 seperti yang telah disinggung sebelumnya.
Bagi yang tinggal di timur Sumatera atau wilayah Kalimantan dekat perbatasan dengan Malaysia, antena besar yang dipasang tinggi sudah cukup untuk menangkap siaran dari Singapura dan Malaysia.
Selain menggunakan antena parabola dan antena besar, siaran televisi asing juga didapat melalui televisi berlangganan. Indovision yang mulai beroperasi pada 1994 menjadi operator televisi berlangganan pertama di Indonesia.

Serial Anime

Dekade 1990-an juga menjadi saat tayangan anime menjadi hal yang jamak muncul di televisi, khususnya pada hari Minggu di pagi hari.
Kebanyakan anime di dekade ini tayang di RCTI. Dimulai dari serial anime legendaris, Doraemon yang sejak 4 November 1990 selalu setia menyambangi pemirsa kanak-kanak pada hari Minggu pukul 08.00 WIB. Selain Doraemon, anime yang pernah tayang di televisi Indonesia era 1990-an antara lain sebagai berikut.

Magic Knight Rayneath, salah satu anime fantasi isekai era 1990-an, tayang di RCTI pada 1996.

Sailor Moon, tayang di Indosiar sekitar tahun 1995.

Candy Candy, tayang di RCTI sekitar 1994.
Mengenai perkembangan tayangan anime di televisi Indonesia akan dibahas lebih lanjut dalam thread terpisah.

Tonggak Hukum Penyiaran

29 September 1997 menjadi tanggal bersejarah dalam dunia pertelevisian Indonesia. Pada hari tersebut, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran yang menjadi dasar hukum bagi industri pertelevisian Indonesia disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Undang-undang ini antara lain mengatur soal jenis siaran televisi, sumber pendanaan bagi lembaga penyiaran pemerintah (TVRI), keharusan mengutamakan acara produksi dalam negeri, dan lain-lain. Undang-undang ini hanya bertahan selama 5 tahun. Dinamika politik di tahun-tahun berikutnya membuat UU ini tak sesuai perkembangan zaman dan direvisi pada 2002.


Demikian bagian kedua dari thread pertelevisian Indonesia. Bagian ketiga akan membahas mengenai perkembangan pertelevisian di era Reformasi mulai dari gelombang televisi swasta jilid kedua dan proses migrasi ke televisi digital yang masih berlangsung. Terima kasih telah membaca dan semoga hari Anda menyenangkan.
Diubah oleh gilbertagung 31-08-2019 09:45
landakizationjagogkritikalvario2012
vario2012 dan 18 lainnya memberi reputasi
19
35.3K
230
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan