BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Para terpidana korupsi yang dicabut hak politiknya

Terdakwa kasus suap pemberian izin lokasi perkebunan di Kutai Kartanegara Rita Widyasari menutup wajahnya seusai menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (6/7/2018).
Pencabutan hak politik dan penyitaan aset terhadap para pejabat yang terjerat korupsi menjadi tambahan hukuman agar menimbulkan efek jera. Vonis tambahan berupa pencabutan hak politik pun muncul karena banyak ada eks terpidana korupsi yang berlatar belakang pejabat publik kembali bangkit dan eksis di dunianya.

Pencabutan hak politik terbaru dialami Bupati Kutai Kertanegara nonaktif, Rita Widyasari lewat vonis Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (6/7/2018). Rita divonis 10 tahun penjara dan Rp600 juta. Hukuman tambahannya berupa penyitaan aset dan pencabutan hak politik.

Rita bukan orang pertama yang menjalani vonis tambahan berupa pencabutan hak politik. Sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta mencabut hak politik mantan Ketua DPR dan Ketua Umur Partai Golkar, Setya Novanto pada April 2018 lalu.

Sepanjang 2018 ini, terpidana korupsi yang mendapat tambahan pidana berupa pencabutan hak politik adalah mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam; serta mantan Gubernur Bengkulu , Ridwan Mukti.

Pencabutan hak politik menjadi pidana tambahan bagi terpidana korupsi sejak 2013. Marak eks terpidana korupsi yang berlatar belakang pejabat publik kembali bangkit dan eksis di dunianya memunculkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik.

Berdasarkan laporan ICW, sampai 2016 terdapat dari 576 vonis kasus korupsi dan ada tujuh vonis yang menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik.

Terpidana korupsi pertama yang dicabut hak politiknya adalah mantan Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian RI Irjen Djoko Susilo. Pencabutan hak politik Djoko diputuskan pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Desember 2013. Kemudian pada tingkat kasasi, pencabutan hak politik Djoko tersebut diperkuat.

Terpidana korupsi korupsi yang dicabut hak politiknya adalah mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Luthfi Hasan Ishaaq; mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, dan dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

Dasar hukum pencabutan hak politik tersebut terdapat pada Pasal 10 KUHP. Demikian pula Pasal 18 UU Tipikor Ayat 1 mengenai pidana tambahan, bisa berupa pencabutan seluruh atau sebagian hak tertentu.

Hak-hak yang bisa dicabut sesuai Pasal 35 Ayat (1) KUHP, adalah: (i) Hak memegang jabatan tertentu; (ii) Hak memasuki angkatan bersenjata; (iii) Hak memilih dan dipilih; (iv) Hak menjadi penasihat, hak menjadi wali pengawas, pengampu atau pengawas atas orang yang bukan anak sendiri; (v) Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwakilan atau pengampu atas anak sendiri; dan (vi) Hak menjalankan pekerjaan tertentu.

Hukuman tambahan lebih dimaksudkan mencegah seseorang menyalahgunakan hak tersebut, agar kejahatan serupa tidak terulang lagi. Terpidana korupsi pun hingga saat ini masih didominasi pejabat dari eksekutif, legislatif, serta yudikatif seperti tergambar melalui Lokadata Beritagar.id.

Ada beberapa contoh mantan narapidana yang mengikuti pemilihan calon kepala daerah di antaranya, mantan Bupati Talaud, Sulawesi Utara, Elly Engelbert Lasut.

Elly dihukum 7 tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sukamiskin, Bandung dalam kasus korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif 2006-2008.

Mantan Bupati Talaud ini bebas pada November 2014 dan mencalonkan diri sebagai calon Gubernur Sulawesi Utara pada 2015. Pencalonannya diusung oleh Partai Golkar meski akhirnya gagal karena statusnya masih sebagai tahanan.

Pada Pilkada 2018, Elly menjadi calon Bupati Talaud didukung Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Elly Engelbert Lasut yang berpasangan dengan Moktar Arunde Parapaga memperoleh suara terbanyak.

Terpidana korupsi yang bangkit lagi adalah Vonny Panambunan. Mantan Bupati Minahasa Utara ini pernah ditahan selama 18 bulan karena korupsi proyek studi kelayakan pembangunan bandara Loa Kulo Kutai Kertanegara pada 2008.

Vonny kembali mencalonkan diri sebagai Bupati Minahasa Utara 2016 dan diusung partai Gerindra. Ia mendapat suara terbanyak menjadi Bupati Minahasa Utara sampai sekarang.

Ada juga Soemarmo Hadi Saputro, mantan Bupati Semarang ini pernah terjerat kasus suap Rancangan Peraturan daerah mengenai APBD Kota Semarang pada tahun 2012, dihukum penjara 1,5 tahun.

Soemarno kembali mencalonkan diri untuk jabatan yang sama pada pemilihan kepala daerah 2015, meski akhirnya kalah. Ketika itu, Soemarno diusung Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Kebangkitan Bangsa.

Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman mendorong agar setiap koruptor juga turut dikenakan hukuman pencabutan hak politik.

Pencabutan hak politik bagi koruptor, Zaenur menilai tepat untuk memberikan efek jera. "Yang jadi pertanyaan justru mengapa tak seluruh koruptor juga dicabut hak politiknya?" kata Zaenur dilansir Kontan.co.id.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...hak-politiknya

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Vonis lebih ringan Rita Widyasari dan stafnya

- Berburu durian, nangka, dan rambutan di musim penghujan

- Realisasi investasi migas meleset dari target

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
9K
85
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan