sekottkAvatar border
TS
sekottk
#SundulDunia Memori 98 : Panasnya Politik, Kejutan Kroasia, Hingga Pesta Prancis


The feelin' in your soul is gonna take control
Nothing can hold you back if you really want it
I see it in your eyes you want the cup of life
Now that the day is here, gotta go and get it
Do you really want it?


Ingin rasanya sejenak kembali pada masa 20 tahun yang silam, mengenang berbagai macam cerita mengenai keindahan sepakbola yang tersaji pada pentas akbar berupa Piala Dunia. Sebuah pentas dengan sajian skill kelas dunia yang dipertontonkan para maestro sepakbola, dimana sihirnya mampu memukau dan membuat terpana jutaan pasang mata saat itu. Dan seolah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam sepakbola, Piala Dunia 1998 tentunya juga menghadirkan banyak drama yang sanggup memutarbalikkan anggapan dan juga mimpi kebanyakan orang.



Piala Dunia 1998 merupakan perhelatan ke-16 sepanjang sejarah gelaran pertarungan sepakbola sejagat. Prancis menjadi tuan rumah untuk kedua kalinya setelah berhasil unggul dalam pemungutan suara melawan Maroko. Pada perhelatan kali inilah, pertama kalinya dalam sejarah turnamen Piala Dunia menerapkan peraturan dimana penyisihan grup diikuti oleh 32 negara. Dimana total ada 64 pertandingan yang dimainkan pada 10 stadion berbeda yang terletak pada 10 kota di Prancis.

And when you feel that heat, the world is at your feet
No one can hold you down if you really want it
Just steal your destiny, rght from the hands of fate
Reach for the cup of life 'cause your name is on it
Do you really want it?




Berbicara mengenai drama tentunya ada banyak cerita menarik dari edisi kali ini. Mulai dari kejutan dimana Brasil kalah dari Norwegia dengan skor 1-2, sebuah semangat juang yang ditunjukkan Norwegia dimana mampu membalikkan keadaan pada 20 menit akhir yang diawali oleh gol Tore Andre Flo. Kemudian Inggris yang tiba-tiba tumbang dari Rumania dengan skor 1-2 dimana pada menit akhir Dan Petrescu mampu memberikan gol kemenangan bagi negaranya. Hingga kepakan sayap Elang Afrika milik Nigeria yang sukses menaklukkan sang matador Spanyol pada tanggal 13 Juni 1998 dengan skor 3-2, yang diwarnai gol bunuh diri punggawa Spanyol Andoni Zubizarreta pada menit 73 lalu kemudian ditutup dengan gol kemenangan yang dicetak Sunday Oliseh pada menit ke 78.

Akan tetapi semua cerita tersebut masih kalah dibandingkan apa yang terjadi di Stade de Gerland, Lyon pada tanggal 21 Juni 1998, dimana Amerika Serikat harus mengubur mimpinya untuk melaju lebih jauh lagi setelah dikandaskan Iran dengan skor 1-2. Sekilas mungkin pertandingan antar kedua tim ini kurang menarik di mata penikmat sepakbola, akan tetapi kondisi politik diantara kedua negara tersebut yang menjadikan pertandingan ini menjadi penuh arti. Pada 1979, revolusi Iran berhasil menumbangkan rezim Shah Pahlevi yang pro terhadap Amerika Serikat. Hal inilah yang menjadikan hubungan diplomatis diantara keduanya menjadi memburuk. Hal ini makin diperparah lagi dengan ucapan pemimpin baru mereka Ayatullah Khomaeni yang melarang Iran untuk melakukan kontak apapun dengan Amerika meskipun hanya sebatas berjabat tangan.

Tambahan keamanan ekstra tentunya disiagakan pada pertandingan kali ini, dengan ditambahnya polisi anti huru-hara yang lebih banyak dari biasanya untuk mengantisipasi hal yang tentunya tidak diinginkan. Namun, ketika di lapangan maka sepakbola bisa merubah situasi apapun, keindahan sepakbola tak bisa dibendung bahkan oleh panasnya politik sekalipun, dimana ditunjukkan dengan jalannya pertandingan yang berlangsung kondusif layaknya pertandingan yang lainnya.



Iran memulai pertandingan dengan menjabat tangan para pemain Amerika sembari membawa sebuah buket bunga mawar yang menjadi simbol perdamaian Iran, yang kemudian dibalas oleh Amerika dengan memberikan sebuah cindera mata yang diakhiri dengan sesi foto bersama kedua tim seraya berangkulan. Sungguh sebuah salah satu bukti dimana keindahan sepakbola memang akan dan seharusnya mampu untuk menjadi penengah dan pemersatu antara umat manusia.

“90 menit yang kami lakukan jauh lebih baik ketimbang apa yang dilakukan para politikus kami selama 20 tahun,” ucap Jeff Agoos,salah satu pemain dari Amerika Serikat.

The feelin' in your soul is gonna take control
Nothing can hold you back if you really want it
I see it in your eyes you want the cup of life
Now that the day is here, we're gotta go and get it
Do you really want it?




Keseruan tentunya berlanjut hingga pada babak selanjutnya yaitu babak 16 Besar. Dimana terdapat pertandingan sengit di Stade Geoffroy Guichard, Saint Etienne pada tanggal 30 Juni 1998 yang mempertemukan antara Argentina dengan Inggris. Pertandingan yang tentunya sangat emosional mengingat sejarah panjang antara keduanya. Tensi pertandingan sendiri sudah sangat memanas dari mulai awal laga, sampai-sampai wasit Kim Milton Nielsen menghadiahi masing-masing satu tendangan penalti kepada kedua tim di 10 menit babak pertama. Penalti pertama diberikan kepada Argentina yang berhasil dieksekusi dengan sempurna oleh striker haus gol Gabriel “Batigol” Batistuta pada menit ke 6, yang kemudian menyusul tendangan penalti kedua oleh Alan Shearer pada menit ke 10 untuk Inggris.
Skor 1-1 tak bertahan lama karena di menit 16 Inggris membalikkan keunggulan melalui gol indah Michael Owen, pemain muda yang banyak mendapatkan pujian kala itu, atas keberhasilannya dalam mencetak gol yang cukup fenomenal cara dengan melawati cukup banyak pemain Argentina sebelum menghujamkan bola ke gawang. Akan tetapi keunggulan Inggris tidak bertahan lama setelah Javier Zanetti sukses menyamakan kedudukan pada menit 45+1.



Dan baru dua menit dimulainya babak kedua, terjadi insiden yang sampai saat ini terus diingat suporter tim Inggris, yaitu adanya kartu merah untuk David Beckham sesaat setelah terjadi kontak fisik dengan Diego Simeone. Sebuah kontak yang sebenarnya cukup minimal, akan tetapi adanya provokasi oleh Simeone dan juga Juan Sebastian Veron mampu meyakinkan Kim Nielsen untuk mengusir sang bintang Manchester United dari lapangan.
Pertandingan Argentina dan Inggris saat itu sendiri berakhir dengan skor 2-2 di waktu normal, dan juga berlanjut pada akhir extra time. Drama adu penalti akhirnya mampu dimenangkan oleh Argentina dengan skor 4-3.



Kemudian keseruan selanjutnya berlangsung pada 4 Juli 1998 yang bertempat di Stade de Gerland, Lyon. Sebuah keseruan yang tentunya dibalut dengan kejutan, karena pada saat itu Kroasia yang notabene merupakan negara debutan pada pentas Piala Dunia sanggup menghancurkan Jerman dengan skor yang cukup telak yaitu 3-0. Gol pertama Kroasia dicetak oleh Robert Jarni ketika semua mata mengira babak pertama akan berakhir imbang tanpa gol. Kemudian pada babak kedua Jerman selaku tim yang diunggulkan terus melancarkan serangan berbahaya. Akan tetapi ambisi Jerman untuk menyamakan kedudukan justru harus pupus ketika menit ke 80 Goran Vlaovic mampu menempatkan bola pada tiang jauh dengan kaki kanannya. Dan kemudian pada menit ke 85 selesai sudah perjuangan Jerman, ketika Davor Suker sukses menceploskan bola lewat aksinya yang mengelabui bek jerman sebelum menyarangkan bola. Gol itu merupakan gol Davor Suker ke 4 dimana pada akhirnya mampu mencetak sebuah gol lagi pada pertandingan semifinal.



Namun sungguh sayang, gol tersebut tidak cukup untuk mengantarkan Kroasia menorehkan kejutan lebih jauh lagi, setelah Lilian Thuram mampu membawa Prancis melaju ke final dengan gol nya pada menit 47 dan 70. Kroasia sendiri pada akhirnya mengakhiri kiprah mereka di Piala Dunia 1998 dengan cukup membanggakan. Dimana mereka menjadi Juara ke 3 setelah mengalahkan Belanda dengan skor 2-1. Robert Prosinecki yang dulunya membela negara Yugoslavia, berhasil mencetak gol untuk negara barunya ini pada menit ke 14 yang kemudian dibalas oleh Boudewijn Zenden pada menit ke 22. Hasil imbang ini tidak bertahan lama karena pada menit 36 sang bintang dari Kroasia Davor Suker mampu mengunci kemenangan sekaligus tempat ketiga dalam geralaran World Cup 1998.

Here we go! Ale, ale, ale!
Go, go, go! Ale, ale, ale!
Tonight's the night we're gonna celebrate
The cup of life! Ale, ale, ale!




Ketika sudah mencapai penghujung, gelaran Piala Dunia kali ini pun tetap saja memberikan sebuah cerita. Brazil yang kala itu diperkuat dengan banyak talenta hebatnya harus tunduk kepada Prancis di Stade de France , Saint Dennis dengan skor 3-0. Ronaldo Luiz Nazario De Lima, sang striker yang mencetak dua gol kala Brazil mengkandaskan Chile pada babak 18 besar, dikabarkan mendapatkan masalah dengan kesehatannya menjelang final dilangsungkan. Banyak spekulasi yang bermunculan mengenai kabar teraktual Ronaldo pada saat itu, melihat situasi dimana namanya dicoret dalam daftar pemain yang akan berlangsung di final.



Akan tetapi pada tanggal 12 Juli 1998 saat digelarnya partai puncak, mendadak nama Ronaldo muncul dalam skuad asuhan Mario Zagallo. Tiba-tiba saja Ronaldo yang sebelumnya dikabarkan akan absen dalam partai final justru bermain bahkan sejak menit awal. Namun di atas lapangan, penampilan Ronaldo yang trengginas tidak terlihat sama sekali, sangat berbeda dengan penampilan-penampilan sebelumnya. Hal ini cukup berimbas pula dengan permainan tim Samba secara keseluruhan, dan mengakibatkan mereka harus tunduk oleh dua gol tandukan berkelas dari bintang Prancis berdarah Aljazair, Zinedine Zidane pada menit 27 dan 45+1, yang kemudian ditutup oleh gol Emmanuel Petit di penghujung laga menit 90+3.



Tonight's the night we're gonna celebrate. Ya memang benar, inilah malamnya untuk selebrasi, bagi Prancis. Semangat juang, determinasi, dan juga tekad keras yang tentunya didukung oleh kobaran semangat dari suporter tuan rumah sanggup membawa mereka pada puncaknya. Mereka berhasil memenangkan sebuah kompetisi akbar yang dilangsungkan di rumah mereka sendiri, bahkan tanpa sekalipun menderita kekalahan sejak berada di Fase Grup C. Apakah mereka menjadi tak terkalahkan karena adanya ritual khusus Laurent Blanc yang selalu menciumi kepala plontos sang kiper Fabien Barthez sesaat sebelum pertandingan? Ah tentunya jimat Prancis ini merupakan secuil dari keseluruhan cerita menarik yang terdapat pada perhelatan Piala Dunia 1998 fantastis ini.



Terulangnya Kejutan Kroasia dan Pesta Prancis di Gelaran Piala Dunia 2018


Sejarah akan berulang setelah beberapa masa. Rasanya ungkapan ini cukup tepat untuk menggambarkan Piala Dunia 2018 yang telah usai beberapa hari lalu.



Adanya pesta untuk Perancis setelah berhasil menjadi juara kembali, dan juga kejutan yang kembali dimunculkan Kroasia dengan sepak terjangnya hingga melaju ke final, seolah seperti de javu akan kejadian yang mirip pada 1998.



Prancis kembali mengkandaskan asa Kroasia kali ini, melalui partai seru di puncak pagelaran dengan skor 4-2. Prancis boleh berpesta, namun Kroasia juga bisa menatap akhir dengan kepala tegak, mereka harus bangga atas keberhasilan mereka melaju hingga puncak dimana sangat sedikit orang yang membayangkan hal tersebut jadi nyata.

Akhir kata, selamat untuk Prancis atas keberhasilannya setelah penantian panjang 20 tahun. Dan teruslah melaju Kroasia, asa selalu ada untuk tetap mengejutkan dunia nantinya.

Sampai jumpa pada gelaran Piala Dunia selanjutnya!


Un, dos, tres! Ole, ole, ole!
Un, deux, trois! Ale, Ale, Ale!
Tonight's the night we're gonna celebrate
The cup of life! Ale, ale, ale!




Quote:





Tetap Semangat, Tetap Bernafas, dan YNWA






Quote:
Diubah oleh sekottk 21-07-2018 03:17
0
10.2K
101
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan