BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Rancangan KUHP sebagai kado 17 Agustus dan risiko bagi KPK

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif memberikan keterangan pers tentang tanggapan KPK terhadap RKUHP di gedung KPK, Kamis (30/5).
DPR menargetkan pembahasan Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (RKUHP) selesai sebelum 17 Agustus 2018. KUHP baru itu menjadi kado pada hari kemerdekaan sekaligus membawa risiko bagi kelangsungan pemberantasan korupsi.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M. Syarif menyebut terdapat sejumlah persoalan yang dianggap berisiko bagi KPK serta pemberantasan korupsi ke depan jika tindak pidana korupsi masuk ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Syarif menyoroti tentang kewenangan kelembagaan KPK. Selama ini, mandat mandat KPK untuk memberantas korupsi diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak ada penegasan soal kewenangan lembaga KPK.

"Itu tegas, jadi kalau nanti masuk di dalam KUHP Pasal 1 Angka 1 itu, Undang-Undang KPK apakah masih berlaku atau tidak? Apakah bisa KPK menyelidik, menyidik, dan menuntut kasus-kasus korupsi karena itu bukan Undang-Undang Tipikor lagi tetapi undang-undang dalam KUHP," kata Syarif melalui Antaranews.

Dalam rancangan KUHP, kata Syarif, terdapat wacana aturan baru yang diadopsi dari United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), misalnya korupsi di sektor swasta. Kalau masuk KUHP, apakah KPK berwenang untuk menyelidik, menyidik, dan menuntut korupsi di sektor swasta?

Syarif mengatakan, terjadi perbedaan jarak atau disparitas ketentuan UU Tindak Pidana Korupsi dengan pasal-pasal yang ada di dalam RKUHP. Rancangan KUHP tidak mengatur tindak pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti.

Selanjutnya, di dalam RKUHP mengatur pengurangan ancaman pidana sebesar 1/3 terhadap percobaan, pembantuan, dan permufakatan jahat tindak pidana korupsi. "Padahal, kalau di UU Tipikor sekarang dianggap sama saja melakukan percobaan dengan melakukan tindak pidana korupsi," kata Syarif.

KPK mengusulkan kepada pemerintah mengeluarkan delik-delik khusus agar penyelesaian rancangan RKUHP tidak berlarut-larut. Delik khusus seperti tindak pidana korupsi, narkotika, pelanggaran HAM, pencucian uang, dan tindak pidana terorisme.

KPK menghargai semangat untuk mengonsolidasikan dan mensistematisasi RKUHP. Namun, kata dia, karena ujung semua upaya ini adalah efektivitas penegakan hukum, maka seharusnya kepentingan penegak hukum menjadi prioritas.

"Sehingga pengaturannya sepatutnya memilih mana yang lebih dirasa efektif oleh penegak hukum, khususnya dalam pemberantasan korupsi," kata Syarif.

Sementara Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly memastikan pemerintah tak akan mengubah isi draf revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Yasonna menjamin RKUHP tak akan mengganggu kewenangan lembaga antirasuah yang diatur dalam UU KPK.

"Di (UU KPK) kan lex specialis kecuali kita buat semua lembaga harus tunduk ke sini (RKUHP), semua aturan harus tunduk ke sini," kata Yasonna dikutip Metrotvnews.com.

Yasonna menegaskan, pembahasan RKUHP hampir final. Ia memastikan tak ada upaya pelemahan lembaga tertentu melalui RKUHP ini termasuk kepada KPK. Menurut dia, isu itu sengaja digiring oleh oknum yang tak senang dengan RKUHP.

"Tidak ada dalam KUHP ini yang ingin lemahkan lembaga yang existing baik BNPT, BNN, Komnas HAM, maupun KPK," kata Yasonna.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...isiko-bagi-kpk

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Tidak ada banding untuk Alfian Tanjung

- Suku bunga BI naik lagi, perbankan coba tahan acuan kredit

- Israel membalas, paspor Indonesia kena imbas

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
253
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan