azizm795Avatar border
TS
azizm795
Ketika Oposan Tuding Jokowi Tidak Pro Buruh Swasta
Sangat menarik ketika saya menerima kiriman link berita dalam grup WA yaitu sebuah tulisan opini berjudul “Mungkin Buruh Perlu Mengulang Sejarah THR”. Tulisan  yang dibuat oleh Sasmito Madrim, Ketua Federasi Serikat Pekerja Media Independen dan redaktur portal law-justice.co yang dimuat di portal law-justice.co.
Baca juga : Rp 112 Juta Fiksi atau Bukan, Ternyata Megawati Belum Pernah Gajian
Awalnya saya berfikir tulisan ini hanya mengulas  sejarah diberikannya tunjangan hari raya (THR) untuk kaum buruh. Namun ternyata isinya lebih banyak tudingan miring kepada pemerintahan Joko Widodo yang dianggap tidak pro buruh swasta dan hanya memanjakan Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan pemberian THR dan gaji ke-13 untuk PNS, TNI, Polri, dan pensiunan. Sehingga layak diduga syarat kepentingan politik untuk pemilihan Presiden tahun 2019. Pemerintahan Jokowi Widodo dianggap lebih memperhatikan ASN yang bekerja lamban dibanding buruh swasta yang harus lebih berkeringat untuk mendapatkan upah bulanan.
Sementara buruh swasta dikebiri dengan diterbitkan PP Nomor 78 Tentang Pengupahan yang dinilai memangkas peran serikat pekerja dalam pembahasan upah minimum.  Termasuk mengaitkan dengan Permen Perindustrian No 51/2013 yang mengatur mengenai sektor padat karya tertentu khusus industri garmen untuk empat daerah, yaitu Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Bogor dan Purwakarta yang dianggap melegalkan pengusaha untuk membayar buruh dengan murah atau di bawah upah minimum. 
Baca juga : Yogyakarta Awasi Pembayaran THR Ribuan Perusahaan
Sesuatu dasar dan alasan yang salah kaprah. Permen Perindustrian No 51/2013 tidak membuat undang-undang ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 menjadi tunduk. Secara tegas UUK 13/2003 menyatakan upah minimum adalah normatif alias tidak boleh membayar upah lebih rendah. Kalau ada yang membayar upah lebih rendah dari upah minimum tinggal dilaporkan kepada Dinas Tenaga Kerja dan Kepolisian karena ancamannya adalah  pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp400 juta.
readmore

Sumber: www.law-justice.co

0
570
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan