azizm795Avatar border
TS
azizm795
Prosedur yang Seharusnya
 Kami berkesempatan mengunjungi sejumlah perusahaan resmi pengirim tenaga kerja ke luar-negeri,  yang ada di Malang, Jawa Timur. Salah satunya adalah PT Sodo Sakti Jaya. Di kantornya yang  berlantai dua, ada penginapan bagi calon TKI yang menjalani training, selain ruang administrasi. Di sana juga terdapat  kelas-kelas termasuk untuk pelajaran bahasa Mandarin untuk mereka yang akan bekerja di Hong Kong atau Taiwan.
Baca juga : Aturan Live-in Bagi PRT Asing Kerap Picu Kekerasan
Kelas khusus mengenal perangkat elektronik termasuk mesin cuci, microwave, dan telepon nir kabel pun ada. Kebanyakan buruh migran wanita yang bergabung di tempat  ini berasal dari desa. Sebelumnya mereka tidak pernah bersentuhan dengan piranti  modern.
Yanti, 41, salah satu instruktur di pusat pelatihan ini mengatakan, terlalu berisiko bagi seorang TKI berangkat ke luar negeri tanpa dibekali pelatihan. “Mereka yang telah menjalani training selama 5 bulan saja masih menghadapi masalah,” ucap veteran buruh migran yang pernah 12 tahun di Hong Kong.
Baca juga : 18 Tahun Dipaksa Bekerja, Buruh Migran Indonesia Berhasil Diselamatkan KBRI London
Sarana training yang memadai tentu penting agar calon TKI yang akan berangkat berkualifikasi sesuai harapan calon majikan.
PT Sodo Sakti Jaya juga mewajibkan calon TKI-nya untuk menjalani tes wawancara tatap muka langsung dengan calon majikan via Skype.  Seperti yang kami lihat siang itu, di kantor perusahaan ini  seorang calon TKI sedang tes wawancara menggunakan bahasa Kanton dengan calon majikan di Hong Kong.
Tampaknya komunikasinya belum terlalu lancar sehingga calon majikan kurang berkenan. Perusahaan pun megurungkan keberangkatan calon TKI tersebut. “Dia masih perlu lebih lama lagi ikut kursus bahasa Mandarin,” kata Andi Ahmad Zubair, eksekutif perusahaan tersebut.
Langkah pertama yang diambil PT Sodo Sakti sebelum memberangkatkan TKI adalah memastikan kesehatan mereka. Medical check-up dilakukan di rumah-rumah sakit yang dirujuk pemerintah. “Ini perlu untuk memastikan bahwa calon TKI betul-betul sehat fisik maupun psikis dan siap bekerja di luar negeri,” tutur Andi Ahmad Zubair.

Calon TKI (foto: dw)
Setelah itu para calon TKI wajib melengkapi sejumlah dokumen asli termasuk KTP, ijazah sekolah, dan izin resmi dari orang tua. Jika persyaratan administrasi telah beres, langkah berikutnya adalah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan perusahaan sesuai pekerjaan yang mereka inginkan.
Nyatanya, tak semua perusahaan sejenis yang menjalankan prosedur tetap (protap)  seperti itu. Lihatlah: banyak buruh migran Indonesia, terutama kaum perempuan, yang berangkat ke luar negeri tanpa bekal ketrampilan dan pengetahuan memadai.
Pemerintah sebetulnya telah mewajibkan setiap TKI yang hendak ke luar negeri menjalani minimum  training  600 jam pelajaran bagi yang ingin bekerja di Taiwan dan Hong Kong, dan 400 jam pelajaran jika mau bekerja ke Singapura, Malaysia, dan Brunei.
“Hampir 50% dari peraturan minimum jam pelajaran dilanggar,” kata Soes Hindharno, Direktur Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Kemenaker. “Persoalannya, saya tidak bisa bertindak karena tidak banyak bukti. Misalnya, seorang calon TKI yang mau berangkat ke Taiwan mengklaim telah menjalani minimum pelatihan selama 600 jam pelajaran, nyatanya di banyak kasus dia hanya menjalani training seminggu. Dia dapat sertifikat palsu, akhirnya bisa pergi juga.”
Nina termasuk yang tidak mengerti prosedur standar. Yang dia tahu hanya: akan ditempatkan di sebuah keluarga beranak 3. Dia akan dikontrak 2 tahun dan mendapat gaji Rp. 5 juta per bulan. Tapi, selama 7 bulan pertama gajinya akan dipotong untuk menutupi biaya selama pelatihan dan ongkos ke agen. Sehingga ia hanya akan menerima gaji Rp.500 ribu per bulan. Dia beroleh informasi lisan saja, tanpa kontrak tertulis
Pemotongan gaji sampai 6-7 jam merupakan praktik yang umum di kalangan TKI; soalnya mereka biasanya tidak punya uang untuk berangkat ke luar negeri.
Sebenarnya menurut UU Singapura, para agen tidak dibolehkan mengenakan biaya lebih dari 2 bulan gaji. Kenyataannya banyak buruh migran membayar lebih besar dari itu. Para agen menyatakan, sesungguhnya yang mereka lakukan adalah  membuat semacam perjanjian utang. Jadi, seluruh pemotongan gaji lebih dari 2 bulan bukan hanya untuk membayar fee ke agen tetapi membayar biaya lain.
Pemotongan gaji sampai 6-7 bulan membuat para buruh migran menjadi sangat terikat. Kesepakatan utang yang dibuat agen membuat mereka terpojok.  Mereka akhirnya harus bertahan bekerja di rumah majikan meski kondisi di sana jauh dari bersahabat. Jika pulang kampung niscaya bakal pusing tujuh keliling sebab keluarga sudah menanggung utang besar.
Persis seperti itu yang terjadi pada Nina. Ia kemudian nekat mengambil jalan pintas, kabur dengan melompat dari jendela apartement lantai 3.
Yema, buruh migran asal Malang, Jawa Timur, pun demikian. Dia nekad kabur dari rumah majikan dengan melompat dari lantai 2 apartemen. Menurut penuturan ibunda Yema kepada Law-justice.co, anaknya mengisahkan bahwa majikannya kejam;  begitupun,  ia bertahan karena kalau pulang harus membayar ke PT (perusahaan penyalur buruh migran) Rp. 25 juta. “Kami keluarga miskin. Karena itu anak saya coba bertahan.”
Yema mencoba bertahan meski beberapa kali dikasari, termasuk  dilempari pantat dan dadanya dengan keset.  Akhirnya dia nekad kabur. Ketiba baru datang di (bandara) Juanda, dia tampak kurus sekali, pucat kayak kurang makan. Menurut saya udah mati dia waktu itu,” kata sang ibu.  
Yema tak sampai kehilangan nyawa, tapi tubuhnya menjadi cacad abadi. Harga yang sangat mahal untuk sebuah upaya mencari sesuap nasi di negeri orang.

Sumber: www.law-justice.co
0
699
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan