soekirmandia
TS
soekirmandia
Amien Sebut Jokowi Otoriter dan Lebih Militer dari Prabowo
Amien Sebut Jokowi Otoriter dan Lebih Militer dari Prabowo
CNN Indonesia | Jumat, 20/04/2018 13:02 WIB
   

Presiden Joko Widodo (naik kuda putih) dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (berkuda coklat), di Hambalang, Bogor, 2016. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)

Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Majelis Kehormatan PAN Amien Rais menyebut Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto adalah sosok militer yang baik. Sementara, Amien menilai Presiden Joko Widodo sebagai tokoh sipil berwatak otoriter.

"Sipil Mas Jokowi ini, tapi pikirannya otoriter," kata Amien saat ditemui di kediamannya, Jakarta, Kamis (19/4).

Pernyataan itu menjawab pertanyaan terkait posisinya sebagai tokoh reformasi '98 yang dekat dengan Prabowo dibandingkan tokoh sipil seperti Jokowi. Prabowo merupakan tokoh militer dan pernah menjadi bagian Keluarga Cendana.


source pics

Lihat juga:  Peluang Calon Tunggal Pilpres 2019 dalam Aturan yang Renggang

Amien menyebut indikasi Jokowi otoriter dinilai dari wacana calon tunggal pada pilpres 2019. 

"Ini bahaya, destruksi demokrasi. Kalau sampai betul-betul terjadi, sudah, innalillahi. Oposisi dibungkam, diberangus, itu berat. Sosok sipil justru lebih militer," tuturnya.

Sebaliknya, Amien menilai Prabowo yang merupakan mantan Komandan Jenderal Korps Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD, adalah figur yang lebih fair. Hal ini ditunjukan Prabowo usai kalah dari Jokowi pada pilpres 2014.

"Lihat orang militer lebih sipil. Seperti [eks Presiden Prancis Charles] de Gaulle, [mantan Presiden AS Dwight] Eisenhower. Kurang militer apa [muasalnya]. Prabowo itu tidak lantas 'ganyang'. Itu enggak ada. Insyaallah. Dia itu fair. Kalah, ya sudah. Jabat tangan, saling undang," tuturnya.

Lihat juga:  Amien Rais: PAN Bunuh Diri Jika Dukung Jokowi di Pilpres 2019

Namun demikian, pihaknya masih menghitung kecukupan syarat dukungan bagi Prabowo untuk mencalonkan diri sebagai presiden pada pemilu 2019.

"To be very honest, saya lihat petanya, kasih masukan. Siapa tahu nanti chemistry capres bisa merebut hati rakyat," ujarnya.

Untuk posisi cawapres, Amien mengatakan pihaknya sudah berbincang dengan Prabowo tentang sejumlah nama potensial. Di antaranya, mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang, hingga Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.

Lihat juga:  Amien Rais, Calon 'King Maker' Prabowo yang Patut Diwaspadai

Nama-nama bakal capres-cawapres ini, menurutnya akan dibahas dalam Rapat Kerja Nasional (Rakrenas) PAN pada pertengahan Mei 2018.

"[Nama-nama kandidat] ini masih dimasak. Mudah-mudahan dalam dua-tiga minggu ini sudah fix," tandas dia.

https://www.cnnindonesia.com/nasiona...r-dari-prabowo                   


Kalau menurut Konstitusi sih, Panglima Tertinggi TNI itu saat ini,  
yaa Presiden Jokowi itulah! ...


Gagal soal HAM, Era Jokowi Juga Dinilai Berwatak Otoriter

NDY, CNN Indonesia | Selasa, 20/03/2018 06:19 WIB
  

Ilustrasi penuntasan kasus HAM masa lalu. (CNN Indonesia/ Hesti Rika)

Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban untuk Tindak Kekerasan (KontraS) menilai Presiden Joko Widodo gagal menindaklanjuti penuntasan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu. 

Koordinator KontraS Yati Andriyani menyoroti sejumlah kasus yang hingga kini dinilai belum berhasil dituntaskan. Di antaranya kasus penghilangan paksa sejumlah aktivis 1998, kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib, hingga kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan.

"Kondisi tersebut diperburuk dengan munculnya watak otoritarianisme pada era Jokowi," ucap Yati  di kantor KontraS, Senin (19/3).


Lihat juga: KontraS: Hentikan Intimidasi Terhadap Tempo

Watak otoritarianisme pemerintahan Jokowi, menurut Yati, terlihat dari sejumlah produk hukumnya yang dianggap KontraS melanggar HAM dan nilai-nilai demokrasi.

Sejumlah produk hukum berwatak otoriter menurut KontraS adalah Undang-undang tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dan Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Produk legislasi hasil pembahasan pemerintah dan DPR itu memang sempat menuai kritik dari sejumlah LSM. 

Lihat juga: Teror Novel Baswedan Dinilai Cermin Ancaman HAM di Indonesia


UU MD3, misalnya, dinilai kalangan LSM mengancam kebebasan berpendapat dan berpotensi membungkam kritik terhadap DPR. Pasal-pasal yang dinilai mengancam itu seperti Seperti Pasal 73 tentang pemanggilan paksa, Pasal 122 tentang contempt of parliament atau penghinaan terhadap parlemen dan Pasal 245 tentang hak imunitas DPR. 

Dalam Pasal 122 disebut bahwa Mahkamah Kehotmatan Dewan bisa mengambil langkah hukum atau langkah lain terhadap perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

"Ada masa di mana kita seperti ditarik kembali ke zaman orde baru, dimana ruang ruang demokrasi semakin diperkecil" kata Yati. 

Hal lain yang disinggung KontraS dalam pemerintahan Jokowi adalah terkait reformasi sektor keamanan.  

KontraS menyebut janji Jokowi untuk merevisi UU peradilan Militer tidak terwujud. Yang terjadi, pemerintah Jokowi justru mengeluarkan kebijakan yang menentukan perwira tinggi TNI/Polri menempati jabatan sipil, penerbitan MoU antara TNI/Polri dengan institusi sipil, dan pelibatan TNI dalam penanganan tindak pidana terorisme secara langsung.

"Merujuk pada situasi, tantangan dan dinamika tersebut, pada momentum 20 tahun KontraS, kami mengajak seluruh komponen masyarakat untuk bersama-sama memastikan agenda reformasi dipatuhi sebagai rambu oleh penguasa," kata Yati.

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180319200711-20-284302/gagal-soal-ham-era-jokowi-juga-dinilai-berwatak-otoriter


Yusril Tuding Perppu Ormas Beri Peluang Pemerintah Berlaku Otoriter

Juli 14 / 2017 10:49 WIB


Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra - Antara/M Agung Rajasa

Kabar24.com, JAKARTA- Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menyatakan Perppu Ormas berpotensi membuat pemerintah berlaku otoriter.
Pernyataan Yusril tersebut menyikapi terbitnya Perpu No. 2/2017 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 17/2013 tentang organisasi kemasyarakatan yang isinya norma atau aturan tentang berbagai hal tentang organisasi kemasyarakatan. Perpu ini berlaku umum terhadap ormas lain di Indonesia.


Menurut Yusril, masih banyak masyarakat dan bahkan pimpinan Ormas Islam yang gembira dengan terbitnya Perpu No 2/2017. Mereka mengira Perppu ini adalah Perppu tentang Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia.


Perpu No. 2/2017 ini memberikan peluang seluas-luasnya kepada Pemerintah, khususnya Mendagri dan Menkumham untuk menilai apakah suatu ormas itu antara lain "menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila" sebagaimana diatur dalam Pasal 59 ayat (4) huruf c Perpu ini.

Terhadap ormas yang melanggar pasal di atas dijatuhi sanksi administratif dan/atau sanksi pidana. Jadi bisa dikenakan salah satu atau kedua-duanya.


Sanksi administratif bagi ormas berbadan hukum yang terdaftar di Kemenhumkam sebagaimana diatur dalam Pasal 61 ayat (1) Perpu ini adalah "pencabutan status badan hukum" oleh Menkumham.


Pencabutan status badan hukum tersebut, menurut Pasal 80A Perppu ini sekaligus disertai dengan pernyataan pembubaran ormas tersebut.


Semua proses di atas berlangsung cukup dilakukan oleh Menkumham, baik sendiri ataupun meminta pendapat pihak lain.
Tetapi proses pembubaran ormas tersebut dilakukan Menkumham tanpa proses pengadilan. Inilah esensi perbedaan isi Perppu ini dengan UU No. 17 Tahun 2013, yang mewajibkan Menkumham untuk lebih dulu meminta persetujuan pengadilan jika ingin membubarkan ormas. Ormas yang akan dibubarkan itu berhak untuk membela diri di pengadilan.


"Dengan Perppu yang baru ini, Menhumkam dapat membubarkan ormas semaunya sendiri. Ini adalah ciri pemerintahan otoriter," ujar Yusril dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/7/2017).


Dalam praktiknya nanti, Presiden bisa secara diam-diam memerintahkan Menkumham untuk membubarkan ormas, tanpa Menkumham bisa menolak kemauan Presiden.


Selain sanksi administratif seperti di atas, diberi sanksi pidana dapat dikenakan kepada "setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus Ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung menganut faham yang bertentangan dengan Pancasila."


Karena itu dianggap melanggar ketentuan Pasal 59 ayat (4) tadi dapat "dipidana seumur hidup atau pidana penjara penjara paling singkat 5 (lima tahun) dan paling lama 20 (dua puluh) tahun" dan dapat pula dikenai dengan pidana tambahan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Ini diatur dalam Pasal 82A ayat (2) dan ayat (3). Ketentuan seperti ini sebelumnya tidak ada dalam UU No. 17 Tahun 2014 tentang Ormas.


Jadi, kata dia, jika ormas itu memiliki anggota 1 juta orang, maka karena organisasinya dianggap bertentangan dengan Pancasila dan melanggar ketentuan Pasal 59 ayat (4) Perpu ini, maka 1 juta orang itu semuanya bisa dipenjara seumur hidup atau paling minimal penjara 5 tahun dan maksimal 20 tahun.


"Ketentuan seperti ini sepanjang sejarah hukum di negeri kita sejak zaman penjajahan Belanda sampai zaman Orla, Orba dan Reformasi belum pernah ada, kecuali di zaman Presiden Jokowi ini," kata Yusril.


Yusril menambahkan, terhadap parpol yang dibubarkan di zaman Orla seperti Masyumi dan PSI, atau PKI yang dibubarkan di awal zaman Orba, ketentuan untuk memenjarakan semua anggota parpol yang bertentangan dengan dasar negara Pancasila itu, tidak pernah ada.


Kalau kepada partai yang dibubarkan saja, anggota-anggotanya tidak otomatis dipidana, apalagi terhadap anggota ormas yang dibubarkan di zaman Orla dan Orba.


"Karena itulah saya mengingatkan ormas-ormas Islam yang sangat antusias dengan lahirnya Perppu ini, karena mengira Perppu ini adalah Perppu pembubaran HTI atau ormas-ormas Islam "radikal" agar hati-hati dalam mengambil sikap," pesan Yusril.


Sebab, ujarnya, dengan Perppu ini, ormas mana pun yang dibidik, bisa saja diciptakan opini negatif, lantas kemudian diberi stigma sebagai ormas "anti Pancasila" untuk kemudian secara sepihak dibubarkan oleh Pemerintah.


Dia menambahkan ormas-ormas Islam dan juga ormas-ormas lain, termasuk yayasan dan LSM, justru harus bersatu melawan kehadiran Perppu yang bersifat otoriter ini, tentu dengan tetap menggunakan cara-cara yang sah dan konstitusional.


"Kepada partai-partai politik yang punya wakil di DPR, saya berharap mereka akan bersikap kritis terhadap Perppu ini. Telaah dengan mendalam isi beserta implikasi-implikasinya jika Perppu ini disahkan DPR menjadi undang-undang," kata Yusril.


Sementara itu, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi menyatakan pihak-pihak yang keberatan dengan Perppu Ormas ini dapat mengajukan keberatan melalui mekanisme hukum yang berlaku.
http://kabar24.bisnis.com/read/20170...rlaku-otoriter


------------------------------


Merasa otoriter nggak?
 Lhaa itu .. facebook, dan medsos lainnya (instagram, tweet, youtube) yang diancam akan  ditutup contohnya?

emoticon-Ultah
0
8.3K
83
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan