BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Skandal pencurian data hantam kinerja saham Facebook

Foto ilustrasi perdagangan saham Facebook di markas Nasdaq, Times Square, New York, Amerika Serikat, Mei 2012.
Skandal pencurian data yang dilakukan Cambridge Analytica menjadi sandungan bagi neraca keuangan Facebook.

Kinerja saham Facebook runtuh, seiring investor melepas kepemilikan mereka karena kekhawatiran adanya rencana gugatan yang dilayangkan kepada perusahaan yang bermarkas di Silicon Valley, California, Amerika Serikat itu.

Menilik indeks Bloomberg, saham Facebook yang diperdagangkan di Nasdaq terpantau terjun bebas sejak pembukaan perdagangan pekan ini, Senin (19/3/2018).

Hari itu posisi saham berada pada level 172,56 atau turun 12,53 poin dari penutupan perdagangan Jumat (16/3/2018), di posisi 185,09. Kondisi makin mencemaskan manakala posisi saham Facebook terus tergelincir ke posisi 168,15 pada perdagangan Selasa (20/3/2018).

Reuters mencatat, nilai perdagangan saham ini adalah yang terburuk sejak media sosial ini melakukan penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) pada Juli 2012. Ketika IPO, Facebook melepas per lembar sahamnya dengan harga US $38.

Sepanjang dua hari itu juga, Facebook sudah kehilangan nilai kapitalisasi pasarnya (market cap) sejumlah lebih dari US $60 miliar (sekitar Rp825,7 triliun).

Jumlah yang hilang itu setara dengan nilai kapitalisasi keseluruhan Tesla Inc. (US $52 miliar atau sekitar Rp715,6 triliun) atau tiga kali dari yang dimiliki Snap Inc. (US $19 miliar atau sekitar Rp261,49 triliun).

Kinerja Facebook ini juga menjadi beban bagi Wall Street, di tengah upaya mereka memperbaiki kinerja harga saham gabungannya.

Komisi Perdagangan Federal (FTC) dikabarkan memanggil Mark Zuckerberg, pendiri sekaligus CEO Facebook, untuk dimintai keterangannya terkait skandal pencurian data.

Skandal berawal dari bocornya aksi pencurian data 50 juta pengguna Facebook oleh Cambridge Analytica, perusahaan analisis data berbasis di Inggris yang pernah membantu kampanye Donald Trump.

Facebook dituding tahu soal ini namun memilih untuk bungkam. Saat kasus mencuat, Facebook sudah mengeluarkan pernyataan resmi yang berisi bantahan keterlibatan mereka.

Bukan hanya FTC, otoritas perlindungan privasi di AS, Uni Eropa, dan Inggris juga menyatakan akan menginvestigasi kasus ini secepatnya.

"Ada masalah di Facebook. Mereka mungkin punya pertahanan, tapi aku pikir mereka tak bisa mengelak dari pemeriksaan yang sangat ketat," ujar David Vladeck, mantan Direktur FTC yang pernah berurusan dengan perlindungan privasi Facebook pada 2011, dalam lansiran Financial Times.

Facebook juga harus menghadapi gugatan yang diajukan para investornya melalui pengadilan perdata di California.

Gugatan mewakili sejumlah investor yang membeli saham Facebook pada rentang waktu 3 Februari 2017, atau pada saat media sosial itu merilis laporan tahunannya tentang pelanggaran keamanan.

Seorang pengacara dari sebuah firma di California, Darren Robbins mengatakan, skandal Cambridge Analytics ini tak hanya menjadi masalah untuk Facebook, tapi juga untuk negara secara keseluruhan.

"Mereka berpotensi menciptakan kekacauan di banyak wilayah. Facebook memiliki posisi unik di kehidupan sehari-hari orang Amerika," ucap Robbins dalam Bloomberg.
Bagaimana data bisa bocor
Terungkapnya pencurian data ini bermula dari hasil investigasi The New York Times bersama The Observer of London yang dirilis Sabtu (17/3/2018).

Pada laporan itu terungkap, Cambridge Analytica pernah mendapatkan suntikan dana senilai US $15 juta dari seorang pendonor kaya Partai Republik, Robert Mercer pada 2014.

Sebagai imbalan dari sumbangan, perusahaan penyedia layanan analisis data itu harus membuat sebuah alat yang dapat mengidentifikasi kepribadian calon pemilih Amerika Serikat sehingga bisa memengaruhi perilaku dan pandangan politik mereka.

Sayang, alat itu tak berhasil dikembangkan.

Perusahaan kemudian menjaring data pribadi lebih dari 50 juta pengguna Facebook. Peretasan ini adalah kebocoran data terbesar yang pernah terjadi dalam sejarah jaringan sosial.

Kebocoran ini yang kemudian diduga dimanfaatkan untuk mengeksploitasi aktivitas media sosial calon pemilih AS yang digunakan sebagai salah satu taktik kampanye Trump.

Seorang kontributor Forbes, Kalev Leetaru, menduga kasus pencurian data ini bukan sepenuhnya menjadi kesalahan Cambridge Analytica. Persoalan dasarnya justru terletak pada sistem keamanan privasi yang dimiliki Facebook.

Pihak-pihak seperti Cambridge Analytica bisa dengan mudah menyalin data pengguna melalui kuis-kuis yang beredar di Facebook, salah satunya adalah tes-tes kepribadian yang menjamur di Facebook.

"Tes-tes semacam itu bahkan tercatat sebagai aplikasi yang paling populer di antara pengguna. Padahal tanpa pengguna sadari, tes-tes semacam itu merekam semua hal pribadi langsung dari penggunanya itu sendiri," sebutnya.

Pada Oktober 2015 saja, sebanyak 7,5 juta pengguna Facebook tercatat mengikuti tes semacam ini.

Facebook belum memberi keterangan lebih lanjut perihal ini. Namun pemeriksaan atas keamanan Facebook yang terjadi sejak skandal keterlibatan Rusia dalam kemenangan Trump membuat perusahaan ini membenahi divisi keamanannya.

Alex Stamos, Chief Security Officer (CSO) Facebook, dikabarkan mengundurkan diri per akhir tahun ini. Selain itu, mengutip The Verge, nyaris 120 pegawai Facebook sudah dialihtugaskan ke bagian produk dan infrastruktur, diduga untuk mendukung perbaikan keamanan di jaringan sosial itu.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...saham-facebook

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Si tersangka Zumi Zola membuka acara KPK

- Non-negara maju cenderung pelit kasih cuti kepada calon ayah

- Banjir bandang di Cicaheum dan eksploitasi Bandung Utara

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
7.6K
59
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan