Ahok Berpeluang Jadi Cawapres?
Minggu, 18 Maret 2018 – 14:05 WIB


jpnn.com, JAKARTA - Basuki Tjahaja Purnama tidak memungkinkan maju sebagai calon wakil presiden, mendampingi Joko Widodo di Pilpres 2019. Pasalnya, mantan Gubernur DKI Jakarta yang akrab disapa Ahok tersebut masih menjalani masa tahanan.

Menurut pengamat politik TB Massa Jafar, kalaupun Ahok dapat bebas sebelum pendaftaran pasangan calon presiden, cukup rentan jika dipaksakan berdampingan dengan Jokowi. Karena kasus yang didakwakan pada mantan Bupati Belitung Timur tersebut cukup sensitif yaitu penodaan agama.

“Mungkin tak tahu lima tahun mendatang. Kan ada proses. Jadi proses politik jangan dibuat instan,” ujar Jafar kepada JPNN, Minggu (18/3).

Menurut Direktur Program Doktoral Ilmu Politik Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional (Unas) ini, Ahok perlu beradaptasi. Caranya, dengan kembali terjun ke panggung politik terlebih dahulu memberi warna baru.

Ahok dapat secara aktif berkontribusi menyelesaikan permasalahan kesenjangan sosial yang ada. Dengan demikian, kehadirannya memberi manfaat yang luar biasa.

“Kalau (buru-buru) dimunculkan lagi, saya khawatir ada pihak yang memainkan isu seperti Pilkada DKI Jakarta lalu. Pasti ada yang mereproduksi isu itu. Walau memang harus diakui kalau dilakukan itu bahaya sekali," pungkas Jafar
https://www.jpnn.com/news/ahok-berpe...-jadi-cawapres

-----------------------------

Di negeri berpenduduk muslim mayoritas seperti Indonesia saat ini, memang cukup banyak orang non-muslim yang berpotensi untuk menjadi pemimpin negeri ini. Sampai level menteri, hal itu bahkan sudah kita lakukan semenjak tahun 1945 dulu, sejak Pemeritahan Parlementaria tahun 1950-an, sejak ORLA, dan sejak ORBA hingga era zaman Pemerintahan di zaman Reformasi sampai hari ini.  

Dan tolong menolong dalam kebaikan soal urusan dunia atau muamalah, untuk kemashlahan rakyat, silahkan saja. Tetapi untuk diangkat sebagai pemimpin umat muslim oleh umat Islam itu di wilayahnya itu, dimana mereka mayoritas dan merdeka di wilayah itu, tentu ada persoalan lain yang sangat rumit  yang sulit dijelaskan tanpa memahami jiwa bangsa Indonesia dan sejarahnya sejak zaman kemerdekaan dulu.


Tapi karena NKRI bukan negara Islam, konsep ini tentu tak bisa sepenuhnya dilakukan. Bahwa pemimpin Nasional untuk sebuah negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia, sudah sewajar dan seharusnya dia dipimpin oleh seorang muslim juga!

Perjanjian kita berbangsa dan bernegara, yaa UUD 1945 itulah! 
Tetapi kan ada yang namanya konvensi diantara anak bangsa  sejak awal kemerdekaan tahun 1945 dulu. Misalnya saja dalam hal kepemimpinan lokal/nasional bahwa figur yang memimpin suatu wilayah/negara hendaknya berasal dari  tokoh yang berasal agama mayoritas di wilayah itu, seharusnya konvensi seperti itu bisa diterima semua pihak. Sebab itulah salah satu bentuk rasa toleransi kebangsaan di negeri ini agar semua pemeluk agama bisa hidup secara damai dan berdampingan.

Makanya bila Bali dipimpin orang Hindu, tentu tak ada masalah. Begitu pula bila NTT dipimpin orang Katholik. Atau Papua Barat dipimpin orang Kristen. Seperti halnya Kalsel dan Sumbar atau Jabar/Jatim/DKI  yang dipimpin orang muslim. Begitu pula NKRI  yang 87% penduduknya adalah muslim bila presidennya adalah muslim juga. 

Tapi kalau ada yang mau "memaksakan" kehendaknya atas nama demokrasi dengan berbagai cara rekayasa, sehingga Bali misalnya, bisa dipimpin seorang muslim. Atau lebih besar lagi, NKRI dipaksakan untuk bisa dipimpin oleh non-muslim .... yaa  hal seperti itu bisa-bisa saja terjadi. Dan sangat mungkin bisa dilakukan. Tapi hal itu jelas-jelas melanggar "konvensi" yang dibangun semenjak 1945 dulu, meski pun tak melanggar konstitusi NKRI. 

Kalau sudah menang-menangan seperti ini, pasti pecah dan namanya ngajak perang saudara antar sesama anak bangsa.