Kalo ngebahas soal Perfilman Indonesia seharusnya kita turut bangga karena banyak film-film Indonesia yang ikut festival film di luar negeri bahkan memenangkannya. Selain itu, akhir-akhir ini sepertinya industri perfilman Indonesia sedang sangat bergairah. Bahkan semenjak 2016 ada beberapa film Indonesia yang mencatatkan sejarah dengan masuk dalam 10 besar film terlaris Indonesia sepanjang masa. Kabar yang menggembirakan bukan? Selain karena film itu sendiri yang memiliki kualitas bagus tetapi juga karena adanya antusias para penonton yang kini lebih bergairah. Faktor trend kaum milenial yang menjadikan bioskop salah satu tempat menghabiskan waktu luang juga ikut mendukung. Semoga dengan antusias banyaknya penonton untuk datang ke bioskop dan membeli tiket dapat membantu perfilman Indonesia berkembang.
Sekali lagi, bukan hal yang mudah dan bisa terjadi begitu saja industri film Indonesia dapat menjadi raksasa. Lantas apa kendala yang dihadapi perfilman Indonesia? Kali ini saya akan memberikan alasan-alasan yang mungkin menjadi penghambat berkembangnya perfilman Indonesia
Quote:
1. Gempuran Film Luar Negeri
Tentu hal yang sangat sulit untuk menggeser film-film produksi Hollywood. Dengan Industri yang sudah sangat dewasa, modal yang besar, teknologi yang sangat canggih, dan segala aspek pendukung lainnya. Market di Indonesia adalah salah satu market terbesar di Industri ini. Tentu dengan regulasi saat ini belum dapat membendung gempuran film-film Import. Bahkan di salah satu perusahaan bioskop (C*V) selain dibanjiri dengan box office perfilman Asia pun ikut masuk merangsek. Untuk yang belum tahu, C*V sering menayangkan film-film dari negara-negara di asia. Beberapa diantaranya adalah animasi jepang (anime), Korea, Thailand yang menjadi negara favorit mengimport film.
Dibalik semua itu tentunya ada dampak positif dengan banyaknya pilihan film di Indonesia. Tentu penonton tidak akan bosan untuk datang ke bioskop dan impactnya jika tidak ada film Indonesia berkualitas yang sedang tayang dapat menjaga gairah penonton agar menjadi trend.
Selain itu industri perfilman Indonesia menjadi lebih kompetitif sehingga secara tidak langsung mau tidak mau sineas dan semua stakeholder yang berada di perfilman Indonesia harus berkembang. Dan hasilnya seperti beberapa film baru-baru ini. Kualitasnya semakin baik dari mulai storyline, permodalan, teknologi, marketing dsb.
Sisanya tergantung kita saja, dengan menonton film Indonesia di bioskop merupakan bukti nyata dukungan kita pada industri ini.
Quote:
2. Karakterisitik
Kenapa saya bilang karakteristik menjadi hal yang menjadi kendala di Perfilman Indonesia? Karena perlu kita akui bahwa industri film di Indonesia mempunyai pola yang bisa dibilang 'latah'. Misalnya saja ketika film Pengabdi Setan sukses hingga tayang di beberapa negara tetangga dan bahkan di benua lain. Setelah itu banyak rumah produksi yang mencoba mengikuti jejak Pengabdi Setan dengan mengeluarkan film genre horror. Belum lagi ketika masa perfilman Indonesia dipenuhi dengan film horror yang dipenuhi adegan dewasa? meskipun tidak berprestasi apapun selama mendapatkan keuntungan rumah produksi selalu saja mengeluarkan film yang mirip-mirip.
Yang sekarang sedang menjadi kiblat perfilman Indonesia adalah kisah roman picisan yang dimulai oleh kesuksesan film 'Dilan'. Kita lihat saja nanti pasti bioskop akan diramaikan oleh film dengan genre yang mirip selama euphoria 'Dilan' belum meredup. Bukan karena para sineas film kita tidak berbakat atau kehabisan cerita. Tetapi memang semua atas nama pasar.
Lalu apa alasan saya mengatakan karakteristik merupakan hal yang penting? Bisa kita tengok industri perfilman lain yang bisa dikatakan daripada bertempur di lini yang sama dengan Hollywood sebaiknya menonjolkan kelebihannya.
Bollywood dengan unsur budaya yang kental. Suka atau tidak kalian pasti tahu betul apa perbedaan film bollywood dengan film dari negara lain bukan? Menari-nari di taman yang luas, musik latar yang di dominasi alat musik india, aktor pria yang berbadan kekar namun pandai menggerakan badannya. Itulah kesan yang selalu kita tangkap dari bollywood bukan? Bahkan mungkin ada tetangga kalian yang merupakan fans bollywood garis keras.
Lain lagi dengan thai movies, hampir semua genre film asal negeri gajah ini selalu diselipi oleh unsur-unsur komedi yang sekarang sudah melekat. Kalo kalian perhatikan bahkan genre horrornya saja banyak yang memiliki adegan komedi. Meskipun tidak seberhasil bollywood tetapi kita tahu perbedaan film asal negara tersebut dengan negara lainnya.
Kalau bicara tentang drama korea sudah tidak asing lagi. Drama korea sudah melesat maju dengan bermacam genrenya yang diikuti kisah romansa yang dipenuhi konflik. Dengan industri yang sudah cukup dewasa bukan hal yang mustahil untuk mempunyai budget yang luar biasa dalam proses pembuatan sebuah drama. Selain itu kultur penggemar kpop yang merebak ke mancanegara sedikit banyak ikut membantu popularitas dari drama-drama yang mereka miliki. Maka bukan hal yang jarang jika drama korea dibintangi oleh para artis kpop. Marketing yang bagus bukan?
Lalu kira-kira apa yang cocok dengan branding yang harus di bangun industri perfilman Indonesia? Sebelumnya ada genre action seperti kung-fu dari China. Namun sekarang trend itu sudah mulai pudar. Sampai saat ini saya sendiri belum mampu menemukannya namun Indonesia memiliki modal keragaman yang sangat kaya dibandingkan negara lain. Semoga para stakeholder yang lebih ahli dapat menemukan racikan yang pas.
Quote:
3. Sentimen Publik
Hmm... sepertinya memang ini menjadi lingkaran setan yang tak kunjung usai. Bukan hanya di Industri film saja tapi industri lain pun terjadi seperti ini bukan? Pasti banyak dari kalian yang berfikir berkali-kali sebelum menonton film Indonesia di bioskop. Entah dengan alasan 'takut filmnya kurang berkualitas', 'pemeran yang itu-itu saja', atau karena berfikir 'nanti juga akan tayang di televisi dalam waktu dekat', 'butuh skenario yang handal', 'cuma mengadaptasi novel, sekuel, atau engga reboot/remake'.
Ya memang presepsi itu tidak muncul begitu saja tapi diperkarai oleh banyaknya film yang memberikan kesan buruk dan menimbulkan trauma/alergi pada perfilman Indonesia. Terutama menengok masa-masa film indonesia yang dicemari banyak adegan dewasa yang diselubungi oleh genre horror. Pengalaman saya sendiri juga memang seperti itu hingga sempat beberapa tahun tidak menonton film indonesia di bioskop. Namun pertama kali mencoba kembali menonton film Indonesia yaitu "Cek Toko Sebelah" and well yeah. It's so fun and totally worth it.
At least coba kalian tonton film indonesia yang sudah terkenal sangat sukses dan bagus dan direkomendasikan oleh teman kalian yang memiliki selera bagus dalam perfilman sebagai bentuk terapi dari trauma tersebut. Dan seperti saya sekarang, Bahkan ada beberap film indonesia yang belum rilis yang menjadi list yang akan saya tonton nanti di bioskop. Tentunya balik lagi semua tergantung selera kalian. Satu pesan lagi dari saya mungkin, Don't expect too high just enjoy and appreciate. Seenggaknya kalau kalian kecewa saat coba balik lagi nonton film Indonesia jangan ikut menimbulkan sentimen negatif kepada orang lain. Karena itu bukan cuma dampak jangka pendek saja yang akan muncul. Itu juga mempengaruhi pasar mancanegara untuk melirik film Indonesia.
So, teruntuk para stakeholder industri perfilman indonesia semangat ya untuk memuaskan para penontonnya!
Source : Budigufi